Krisis Kremasi Jenazah COVID-19 di Jakarta
Masalah ini terkuak dari sebuah pesan berantai disampaikan seorang warga Jakarta Barat yang mengaku bernama Martin.
Pada Senin, 12 Juli, Martin menyebut ibunya meninggal dalam kondisi positif COVID-19. Ia ditawarkan bantuan dari seorang yang mengaku petugas Dinas Pemakaman (Dinas Pertamanan dan Hutan Kota) untuk mengkremasi dengan biaya Rp48 juta.
Martin terkejut. Sebab, 6 minggu lalu kakaknya meninggal dan dikremasi dengan biaya tidak sampai Rp10 juta. Lalu, 2 minggu berikutnya kerabatnya meninggal dan dikremasi dengan biaya Rp24 juta. "Bagaimana harga bisa meroket begini tinggi dalam waktu singkat?" tulis Martin dalam pengakuannya.
Martin kembali mencari pihak pelayanan kremasi lainnya. Ada pihak krematorium di pinggiran kota dengan harga mencapai Rp65 juta. Melihat kondisi ini, Martin meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswesan menyelesaikan kecurangan yang dilakukan penyedia krematorium.
"Bila kebetulan Pak Anies turut membaca curhatan saya, sebagai warga DKI ingin saya sampaikan permohonan agar bapak selaku Gubernur DKI, baiknya segera menindak tegas bila ada aparat pemakamannya yang berubah fungsi menjadi calo mencari keuntungan. Mereka bekerja sama dengan petugas jenazah di RS dan staf Krematorium yang punya hak mengatur slot," tuturnya.
Kabar ini direspons oleh Pemprov DKI. Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Suzi Marsitawati mengklaim tidak ada petugasnya yang mengantarkan jenazah kremasi ke luar Jakarta.
"Jenazah yang dikremasi di Karawang dibawa sendiri oleh pihak keluarga. Petugas kami hanya menginformasikan bahwa krematorium di Jakarta tidak menerima kremasi jenazah COVID-19 dan yang dapat menerima adalah krematorium di luar Jakarta," kata Suzi dalam keterangannya, Minggu, 18 Juli.
Untuk mencegah adanya calo dan korban berikutnya terhadap kremasi, Suzi mengimbau kepada Yayasan Kremasi agar bersurat ke RS terkait penjadwalan kremasi beserta tarifnya. Sehingga, tidak terjadi tawar-menawar di lapangan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atau oknum yang merugikan masyarakat.
“Kami sarankan juga kepada warga agar tidak berhubungan dengan calo untuk pelayanan mobil jenazah dan petak makam, karena pihak RS sudah secara otomatis menghubungi Distamhut DKI Jakarta. Jika warga meninggal di rumah, segera hubungi RT/RW dan puskesmas kecamatan,” tutur Suzi.
"Melihat tingginya pelayanan pemakaman di Jakarta saat ini, maka petugas Palang Hitam tidak melayani pengantaran jenazah ke lokasi kremasi swasta di luar Jakarta. Masyarakat yang ingin melakukan kremasi terhadap anggota keluarganya dapat dilakukan secara mandiri dan memastikan biaya langsung ke lokasi-lokasi kremasi swasta, bukan melalui oknum,” lanjutnya.
Baca juga:
Anies harus cari solusi
Anggota Komisi A DPRD DKI August Hamonangan meminta Anies menyediakan fasilitas krematorium COVID-19 di Jakarta menentukan batas atas dari biaya kremasi sehingga tidak menambah beban duka keluarga yang ditinggalkan. Hal ini perlu dilakukan karena adanya lonjakan biaya kremasi COVID-19 hingga 3-4 kali lipat dari harga normal.
“Perlu dipahami kalau warga Jakarta terdiri dari berbagai macam latar belakang agama dan budaya, yang tentunya tidak bisa semua dimakamkan di TPU sehingga perlu ada alternatif dan solusi dari Pemprov DKI Jakarta,” kata August.
August menilai, Pemprov DKI mestinya bisa membangun krematorium tambahan dengan menggunakan anggaran belanja tak terduga (BTT) yang tersisa sebesar Rp186 miliar pada bulan lalu.
“Penggunaan dana BTT ini jelas akan sangat membantu keluarga yang membutuhkan layanan kremasi. Jangan sampai ada yang merasa tidak dipedulikan di masa darurat seperti sekarang ini,” ucap dia.