Dua Mata Pisau Rencana Pembukaan Sekolah di Tengah COVID-19

JAKARTA - Status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI akan berakhir satu hari lagi. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum memutuskan akan melonggarkan atau justru memperpanjang status PSBB untuk keempat kalinya. 

Salah satu pembatasan yang diperdebatkan adalah pembukaan kembali sekolah untuk kegiatan belajar siswa. Selama masa PSBB, Pemprov DKI menerapkan aturan belajar di rumah dengan sistem daring (online). 

Saat ini, Dinas Pendidikan DKI telah mengeluarkan kalender pendidikan tahun ajaran 2020/2021 selama satu tahun untuk seluruh siswa. Namun, kalender yang dimulai pada 13 Juli tersebut bukan berarti siswa sudah bisa kembali ke sekolah. Sebab, pemerintah masih mempertimbangkan risiko penularan COVID-19. 

Lalu, rencana pembukaan sekolah kembali justru menuai perdebatan. Sekretaris Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat Jhonny Simanjuntak menganggap jika sekolah di buka kembali ketika angka kasus COVID-19 masih tinggi, akan membahayakan kesehatan siswa. 

Sebab, menurut dia, siswa khususnya di jenjang sekolah dasar masih belum begitu memahami pentingnya pencegahan virus corona seperti menjaga jarak aman, mengenakan masker, dan selalu mencuci tangan. 

"Di sekolah memang bisa dikontrol oleh guru, tapi ketika pulang sekolah, di perjalanan, ini berbahaya. Seandainya kita undur pendidikan untuk 4 bulan lagi atau 3 bulan lagi ketika kurva kasus semakin menurun, enggak begitu terlalu mengganggu," kata Jhonny saat dihubungi, Selasa, 2 Juni. 

Kata Jhonny, sebaiknya saat ini guru bisa mengintensifkan siswa untuk kerja mandiri, dengan tetap ada kontrol dan pengawasan dari sekolah kepada anak-anak ketika di rumah. 

Oleh sebab itu, hubungan antara sekolah dan orang tua murid harus dibangun supaya orang tua bertanggung jawab juga mengenai pendidikan. 

"Jadi, ada kontak yang sifanya intensif antara guru dan orang tua murid. Misalnya, guru kelas bikin grup WhatsApp sama orang tua murid. Jadi, wali kelas punya komunikasi yang konsisten dengan orang tua murid melalui grup tersebut," jelas dia. 

Lain hal dengan Jhonny, Anggota Komisi E DPRD DKI Zita Anjani justru menolak penutupan sekolah yang berlarut. Menurut dia, pembelajaran secara daring tak berjalan begitu efektif. Tidak semua guru terampil mengajar via daring. Pemahaman siswa juga sulit berkembang. 

"Anak-anak sudah stres karena perkembangan emosional dan sosialnya terganggu. Tidak tahan rasanya lihat mereka tercabut dari dunianya. Negara harus menyiapkan dunia yang aman buat anak-anak, bukan menggantung bahkan menjauhkannya," kata Zita. 

Wakil Ketua DPRD DKI ini juga mempertanyakan kesiapan kementerian dalam menyiapkan kurikulum belajar online. Kemudian, prosedur penyelenggaraan pendidikan kenormalan baru yang diawanakan Presiden Joko Widodo juga masih belum disampaikan.

"Perlu ada infrastruktur seperti jumlah wastafel untuk mencuci tangan yang memadai. Buatlah kurikulum online yang bisa jadi panduan. Kalau ini siap, besok sekolah juga bisa dibuka. Kalau tidak disiapkan, desember juga masih berisiko," jelas Zita.