Belajar dari Negara yang Sudah Membuka Kembali Sekolahnya
Ilustrasi (Andy Falconer/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Beberapa negara mulai membuka kembali sekolah setelah berbulan-bulan ditutup demi membendung pagebluk COVID-19. Setidaknya lebih dari 1,5 miliar pelajar di lebih dari 190 negara diliburkan. 

Negara-negara yang telah membuka sekolah itu di antaranya Vietnam dan Jerman. Selain untuk melanjutkan aktivitas sekolah dengan aman, membuka kembali sekolah dilakukan untuk mengakhiri permasalahan yang menurut para ahli merugikan siswa dan menyebabkan tekanan berlebih bagi para guru di seluruh dunia. 

Mengutip Vox, menurut beberapa ahli membuka kembali sekolah sepadan dengan risikonya, jika melihat fakta bahwa anak-anak dan pemuda dianggap tidak terlalu rentan terkena COVID-19 dibanding orang tua. Meskipun data tentang transmisi virus pada anak masih belum dapat disimpulkan. 

Sebenarnya tidak ada solusi tunggal bagaimana negara membuat protokol pembukaan sekolah kembali. Tiap-tiap negara punya caranya masing-masing. 

Jerman

Di Jerman misalnya, pada pertengahan Mei, New York Times menceritakan bagaimana siswa sekolah menengah di Neustrelitz, Jerman utara bersekolah. Sebelum pergi ke sekolah, siswa mula-mula wajib melakukan swab test virus corona. Mereka yang hasilnya negatif, akan mendapatkan stiker hijau, yang artinya bisa berjalan bebas di sekolah tanpa perlu menggunakan masker. 

Prosedur ini wajib dilakukan setiap empat hari sekali guna mengawasi penyebaran COVID-19 di sekolahnya. Baik siswa maupun orang tua merasa puas dengan kebijakan ini karena sangat memberi rasa aman di kelas. 

Selain itu orang tua yang bekerja di rumah jadi sangat terbantu karena anak-anak mereka bersekolah kembali. Hal itu sangat membantu mengurangi beban orang tua untuk mengajar anak-anak mereka di rumah.

"Sekolah adalah tulang punggung masyarakat dan ekonomi kita," kata seorang Kepala Sekolah Neustrelitz, Henry Tesch kepada New York Times. "Tanpa sekolah orang tua tidak dapat bekerja dan waktu belajar anak yang berharga menguap begitu saja," kata Tesch. 

Peraturan pengujian seperti itu memang belum diterapkan di seluruh Jerman. Namun hal itu akan terus diadopsi di banyak sekolah dalam waktu dekat. 

Selain pengujian virus corona, aturan-aturan lain yang wajib diterapkan di sekolah di antaranya: wajib menggunakan masker di ruang kelas, kursi belajar disusun berjauhan, dan semua orang diwajibkan menggunakan pakaian yang lebih tebal karena jendela ruang kelas dibiarkan terbuka untuk meningkatkan sirkulasi udara. 

Penerapan aturan ini bukan tanpa masalah. Misalnya saja soal aturan jarak tempat duduk yang harus berjauhan. Tidak semua sekolah bisa menerapkannya karena keterbatasan gedung.

Di sekolah Neustrelitz misalnya, hanya sekitar sepertiga dari seluruh siswa yang dapat berada di dalam kelas. Satu kelas bisa dibagi menjadi dua ruangan. Hal itu tentu membuat guru jadi harus mengampu dua kelas sekaligus. 

Dari Jerman kita bisa mengambil pelajaran bahwa tetap mengawasi penyakit dengan melakukan pengujian dan meminimalisir penularan, merupakan salah satu cara yang baik untuk menjaga agar kegiatan belajar mengajar terus berjalan. 

Vietnam

Jika di Jerman para siswanya wajib melakukan swab test sebelum pergi sekolah, di Vietnam, siswa hanya perlu melakukan pemeriksaan suhu tubuh di pintu masuk sekolah. Jika suhunya tidak tinggi, mereka boleh masuk kelas, namun dengan syarat tetap menggunakan masker.

Beberapa orang mungkin merasa risih dengan mengenakan masker selama berjam-jam. Namun salah seorang siswa di sekolah Hanoi barat, Pham Anh Kiet (11) tak merasa keberatan. "Saya merasa aman saat mengenakan topeng dan memeriksa suhu tubuh saya," katanya dikutip Jakarta Post

Seperti di Jerman, sekolah-sekolah Vietnmam juga wajib melakukan jaga jarak sosial. Hanya saja tantangan untuk membuat siswa tetap menjaga jarak fisik terlampau sulit kata seorang kepala sekolah di Hanoi, Nguyen Xuan Khang kepada AFP. "Mereka sangat aktif," katanya. 

Sementara itu tantangan lainnya di Vietnam dalam membuka kembali sekolah pada masa wabah COVID-19 ini adalah mengenai masalah sanitasi. Pasalnya sekitar 30 persen sekolah Vietnam tidak memiliki akses ke air bersih dan sabun. Itu artinya siswa akan kesulitan melakukan cuci tangan 20 detik sebagai salah satu upaya penting dalam mencegah COVID-19.