Kronologi Penangkapan Nurhadi, KPK Sempat Bongkar Pintu Rumah
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kronologis penangkapan dua buronan dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi, yaitu Eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya, Riezky Herbiyono.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, dalam penangkapan, tim penyidik sempat membongkar kunci pintu pagar dan rumah yang jadi persembunyian Nurhadi.
Penangkapan tersebut, sambung Ghufron, dilaksanakan sejak pukul 18.00 WIB ketika penyidik mendapatkan informasi dari masyarakat mengenai keberadaan dua orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Selanjutnya, tim kemudian bergerak menuju rumah yang berada di Jalan Simprug Golf Nomor 1 Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dengan membawa surat perintah penangkapan dan penggeledahan. Menurut dia, tim KPK tiba di rumah persembunyian eks Sekretaris MA ini sekitar pukul 21.30 WIB.
"Awalnya tim penyidik KPK bersikap persuasif dengan mengetuk pagar rumah namun tidak dihiraukan. Kemudian penyidik KPK dengan didampingi Ketua RW setempat dan pengurus RT setempat melakukan upaya paksa dengan membongkar kunci pintu gerbang dan pintu rumah tersebut," kata Ghufron dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK, Selasa, 2 Juni.
Setelah berhasil masuk ke dalam rumah yang menjadi tempat persembunyian itu, KPK kemudian menangkap Nurhadi dan Riezky di dua kamar yang berbeda di dalam rumah tersebut.
"(Penyidik, red) langusng melakukan penangkapan terhadap keduanya," tegas dia.
Kemudian, tim penyidik langsung membawa kedua orang tersebut ke Gedung Merah Putih KPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terkait kasus tersebut. Setelah selesai melakukan pemeriksaan, keduanya akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan KPK Kavling C1.
"Penahanan Rutan dilakukan kepada dua orang tersangka tersebut selama dua puluh hari pertama terhitung sejak tanggal 2 Juni sampai 21 Juni," ungkap Ghufron.
Baca juga:
Kasus yang menjerat
Dalam kasus ini, KPK menyangka Nurhadi dan menantunya, Riezky Herbiyono, menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar. Suap diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Riezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
KPK menjadikan Nurhadi buron setelah tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK. Penyidikan kasus ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019.
Nurhadi bahkan telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.
Atas perbuatannya tersebut, Nurhadi dan Riezky kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.