Eksklusif, Hariyadi Sukamdani: Pengusaha Hotel Seperti Pesakitan Menunggu Regu Tembak

Sekarang ini nyaris semua pelaku usaha terdampak pandemi corona. Begitu juga pengusaha hotel dan restoran yang tergabung dalam PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia). Namun untuk pengusaha hotel, kata Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) amat terpuruk dihantam pandemi COVID-19 ini. Ia mengumpamakan pengusaha hotel sudah seperti pesakitan yang menunggu regu tembak. Seperti apa kondisinya saat ini. Kepada tim VOI ia bercerita.

***

Pernyataan pria bernama lengkap Dr. Ir. Hariyadi Budi Santoso Sukamdani, MM., ini tidak berlebihan. Sebagai Ketua Umum PHRI ia mengungkapkan kondisi sebenarnya yang terjadi. Ribuan hotel yang tersebar di seluruh Indonesia harus ditutup oleh pemiliknya karena okupansi hotel menurun drastis dihantam pandemi COVID-19.

Dalam sebuah video conference medio 2020 silam Presiden Direktur PT. Hotel Sahid Jaya International Tbk., ini pernah mengungkapkan data soal hotel yang tak kuat bertahan menghadapi gelombang pandemi ini. Ada 1.642 hotel yang harus tutup dan 352 restoran yang berada di bawa naungan PHRI. Ingat itu data bulan April 2020. Data itu pasti berubah signifikan di tahun 2021 ini. Sayang dia belum bisa berbagi data lebih detil saat  tentang jumlah hotel dan restoran yang harus berhenti beroperasi di masa pandemi COVID-19 dan PPKM Darurat ini.

Jadi bagaimana dengan data terbaru soal hotel dan restoran yang tutup? “Saya belum bisa menginformasikan data terbaru soal hotel dan restoran yang tutup, nanti kalau sudah ada datanya kita akan infokan. Data terakhir di bulan Mei 2020 jumlah hotel yang tutup itu sudah lebih dari 2.100 hotel. Tapi sekarang sudah banyak yang buka kembali meski beroperasi dalam kondisi merugi,” ungkapnya.

Cuma meski memberikan kabar yang optimis, pria kelahiran Jakarta, 4 Februari 1965 memberikan perumpamaan yang amat menyedihkan soal realitas yang terjadi pada rekan-rekannya yang tergabung dalam PHRI. “Pengusaha hotel itu sudah seperti pesakitan yang akan menghadapi regu tembak. Kita berharap pandemi ini akan berakhir, vaksinasi selesai dan herd immunity (kekebalan kelompok) terbentuk. Dan setelah itu keadaan pelan-pelan bisa kembali seperti semula. Itu harapan kita semua,” katanya.

Antara pengusaha hotel dan restoran, menurut pemegang sertifikat  CHA (Certified Hotel Administrator) dari American Hotel & Lodging Institute  ini, kondisi pengusaha restoran sedikit lebih baik. Soalnya pengusaha hotel terpaksa mem-PHK (pemutusan hubungan kerja) 50 persen karyawannya untuk bertahan, sementara pengusaha restoran cuma 30-40 persen saja. “Kalau restoran masih ada pemesanan online. Itu yang bisa menjadi pengaman buat mereka sehingga masih bisa bertahan meski pandemi masih melanda,” papar Hariyadi kepada Edy Suherli dan  dari VOI yang mewawancarainya secara virtual belum lama berselang. Inilah petikan selengkapnya.

Hariyadi Sukamdani. (Foto: Dok Pribadi, DI: Raga/VOI)

Seperti apa kondisi real yang dihadapi pengusaha perhotelan dan restoran di tengah gempuran pandemi corona ini?

Kondisi yang dialami teman-teman pengusaha yang tergabung di dalam PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) real-nya amat berat. Apalagi tidak ada kepastian berapa lama lagi pandemi ini akan berakhir. Selama pandemi ini okupansi hotel menurun drastis alias terjun bebas. Sampai saat ini tingkat okupansi hotel di Indonesia terutama di Bali, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan kota-kota besar lainnya masih satu digit. Sektor restoran juga terpuruk meski ada sedikit asa karena restoran masih melayani permintaan pelanggan secara online.

Yang bikin enggak kuat itu biaya operasional seperti untuk listrik, gaji karyawan dan biaya lainnya terus harus dikeluarkan sementara tamunya sedikit sekali. Selain itu jika yang punya tanggungan pinjaman bank atau pihak ketiga lainnya, juga kerepotan sekali. Bagaimana mau membayar cicilan, untuk menutupi operasional saja susah.

Di saat PPKM Darurat yang di tetapkan  3 Juli 2021 kemarin keadaan semakin parah dan semakin sulit.  Jadi kami memang sedang menghadapi situasi yang tidak mudah. Sebebenarnya bukan hanya sektor perhotelan dan restoran yang terdampak, sektor lain seperti penerbangan, travel, dan sektor pariwisata lainnya juga terdampak. Sektor mana yang luput dari hantaman pandemi saat ini? Nyaris semua terdampak.

Bukannya ada hotel yang dijadikan tempat isolasi pasien COVID-19?

Memang ada hotel yang dijadikan tempat untuk pasien isolasi dan tempat para nakes menginap serta untuk repatriasi (pemulangan kembali seeorang ke tanah air, red) juga ditampung di hotel. Tapi tidak semua hotel mendapatkan itu,  jumlahnya terbatas. Itu pun pembayarannya masih tertunda kerena pemerintah masih mengalokasikan anggaran untuk pos yang lebih penting. Sekarang pemerintah sudah tidak lagi menggunakan hotel untuk isolasi pasien COVID-19. 

Ada berapa hotel yang digunakan untuk isolasi mandiri dan penginapan para nakes yang belum dibayar dan berapa nilainya?

Di Jakarta ada 21 hotel yang digunakan untuk isoman, penginapan para nakes dan repatriasi. Nilainya Rp190 miliar. Mereka ini ada yang digunakan pada Desember 2020 dan Januari 2021. Ada yang enam bulan yang belum dibayar.  

Sejauh ini yang kami ketahui problemnya itu anggarannya enggak diturunkan dari Kementerian Keuangan. Katanya mau dianggarkan  di tahun 2021 ini. Awalnya yang mengorder adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Tujuan menggunakan hotel  ini untuk mengurangi beban Wisma Atlet. Saat itu BNPB punya keleluasaan untuk menggunakan anggaran. Namun dalam proses selajutnya ternyata tidak. Anggaran pemerintah sudah habis, isolasi pun dialihkan ke tempat lain. Yang diberdayakan sekarang adalah rusun milik pemerintah, asrama haji, dan tempat lain yang akan dijadikan tempat penampungan pasien COVID-19.

Hariyadi Sukamdani. (Foto: Dok Pribadi, DI: Raga/VOI)

Dalam kondisi seperti ini antisipasi apa yang dilakukan?

Mustinya dalam keadaan seperti ini kita creating demand, menciptakan permintaan baru, mencari pasar baru untuk mendatangkan tamu ke hotel dan juga restoran. Tapi dalam kondisi pandemi ini apalagi sekarang PPKM Darurat apa yang bisa diciptakan. Orang-orang keluar rumah saja takut. Apalagi mau bikin acara di hotel. Dalam kondisi seperti ini sebagian hotel masih bertahan meski terus merugi. Tapi sebagian besar memilih menutup operasional hotelnya. Di Bali sudah banyak hotel yang berhenti beroperasi. Di Jakarta juga demikian, juga kota-kota besar lainnya di seluruh Indonesia. Menutup sementara menjadi pilihan yang rasional ketika beroperasi tamunya enggak ada.

Efisiensi sampai melakukan PHK karyawan semua sudah dilakukan oleh teman-teman PHRI tapi keadaan memang amat sulit.  Meski efisiensi sudah dilakukan tidak membantu juga. Pengusaha hotel itu sudah seperti pesakitan yang akan menghadapi regu tembak. Kita berharap pandemi ini akan berakhir, vaksinasi selesai dan herd immunity (kekebalan kelompok) terbentuk. Dan setelah itu keadaan pelan-pelan bisa kembali seperti semula. Itu harapan kita semua.

Jika kita bandingkan antara tahun 2020 saat awal pandemi dengan tahun 2021 ada PPKM Darurat, seperti apa?

Kalau mau dibandingkan dengan 2020 keadaannya sedikit lebih baik dibandingkan dengan 2021 ini.  Soalanya di awal tahun 2020 bulan Januari dan Februari itu keadaan masih normal, belum ada pandemi corona di Indonesia. Tetapi setelah itu untuk bulan Maret sampai akhir tahun 2020 Indonesia sudah dilanda pandemi, penurunan tajam terjadi.

Sebenarnya di awal 2021 kita berharap sekali keadaan akan melandai dan menuju normal kembali. Tetapi apa yang terjadi keadaan malah makin memburuk. Jumlah orang yang dinyatakan positif COVID-19 makin banyak seiring dengan makin gencarnya penelusuran yang dilakukan pemerintah dan berbagai pihak. Karena kondisinya makin mengkhawatirkan pemerintah menerapkan PPKM Darurat. Di masa PPKM Darurat ini keadaan makin sulit. Tamu hotel yang tadinya sudah menurun, semakin menurun.

Pemerintah menggenjot vaksinasi, saya pikir ini adalah langkah realistis yang  bisa dilakukan. Belajar dari pengalaman Amerika dan beberapa negara Eropa yang masif melakukan vaksinasi untuk warganegaranya ternyata ada hasilnya. Nah kita musti mendukung program ini agar semuanya bisa menurun pelan-pelan dan kasus COVID-19 bisa melandai.

Beberapa negara penghasil vaksin sudah memberikan bantuan vaksin untuk Indonesia, seperti  Amerika, Australia dan Jepang. Kita berharap mudah-mudahan sesuai rencana, vaksinasi bisa merata untuk semua warga.

Untuk PHK di lingkungan PHRI berapa besar jumlahnya?

Untuk sektor perhotelan yang melakukan PHK untuk prosentasenya 50 persen. Keadaan yang sulit ini membuat pengusaha hotel tak ada pilihan. Mereka tak bisa memperpanjang kontrak kerja alias melakukan PHK pada karyawan. Hal ini amat sangat terpaksa dilakukan karena pemasukan hotel menurun drastis di masa pandemi corona ini.

Kalau okupansinya hanya satu digit tak cukup untuk menutupi biaya operasional seperti listrik, gaji karyawan dan lain sebagainya. Langkah realistis yang bisa  dilakukan adalah pengurangan karyawan selain efisien bidang lain.

Sektor restoran juga mengalami pukulan serupa.  Pengusaha restoran juga mengalami pukulan serius. Namun kondisinya sedikit lebih baik dibandingkan dengan pengusaha hotel. Soal restoran itu masih ada penjualan makanan secara online yang cendrung masih ada di masa pandemi ini. Tapi soal PHK juga terjadi di sektor restoran, ya kalau diprosentase jumlahnya 30 sampai 40 persen.

Berapa banyak data terbaru soal hotel yang tutup terdampak pandemi corona?

Saya belum bisa menginformasikan data terbaru soal hotel dan restoran yang tutup, nanti kalau sudah ada datanya kita akan infokan. Data terakhir di bulan Mei 2020 jumlah hotel yang tutup itu sudah lebih dari 2.100 hotel. Tapi sekarang sudah banyak yang buka kembali meski beroperasi dalam kondisi merugi.

Dalam kondisi seperti ini  bagaimana optimisme teman-teman PHRI  untuk melewati masa pandemi dan PPKM Darurat  ini?

Ini sebetulnya kalau saya enggak salah ya sudah kesekian kalinya diberlakukan, cuma istilahnya saja yang berganti-ganti. Dulu ada PSBB, ada juga PPKM Mikro, sekarang PPKM Darurat. Sebenarnya kita kita sekali lagi harus belajar dari Amerika yang sebelumnya juara dalam jumlah warga yang terpapar COVID-19, pemerintahnya melakukan vaksinasi yang menyeluruh untuk semua warga. Dan itu ada hasilnya. Masyarakat dan semua elemen bangsa harus mendukung program vaksinasi ini.  

Sebenarnya kita sudah bekerjasama dengan biro perjalanan, maskapai untuk menjual tiket bandling dengan kamar hotel. Namun semua itu berhenti dulu dengan adanya PPKM Darurat. Ada juga belajar dari Bali. Tapi ini juga engga bisa dilaksanakan. Bicara optimisme mustinya harus dipelihara, tapi kita engga tahu pandemi ini sampai kapan akan berakhir.

Ada tips dari Anda untuk masyarakat yang ingin menginap di hotel di masa sekarang ini?

Kalau berlibur atau menginap di hotel di masa seperti sekarang ini relatif tidak ada masalah ya. Karena hotel tertentu sudah memiliki sertifikasi CHSE yaitu Cleanliness, Hygiene, Sanitation, and Environment. Kalau Anda menginap di hotel yang sudah memiliki sertifikat  CHSE yang dikeluarkan pemerintah, tidak ada masalah sama sekali. Aman sekali menginap di hotel-hotel yang sudah memiliki sertifikat CHSE. Engga ada tipsnya tertentu karena di hotelnya sudah aman.

Sekarang ini yang menjadi problemnya adalah orang enggak bisa bergerak. Jadi orang enggak bisa pergi ke mana-mana termasuk menginap di hotel.  Kita doakan semoga pandemi ini segera berlalu dan kita bisa kembali seperti sediakala saat belum ada pandemi corona.

Buat Hariyadi Sukamdani Tak Bisa Golf Sepeda pun Oke 

Hariyadi Sukamdani. (Foto: Dok Pribadi, DI: Raga/VOI)

Hariyadi Sukamdani sadar betul arti penting olahraga untuk kesehatan dan kebugaran  tubuhnya. Berkutat dengan urusan bisnis di kantor harus sepanjang hari harus diimbangi dengan kegiatan bersifat refreshing. Salah satu kegiatan itu adalah olahraga dan sesekali menikmati musik dan menonton film action atau drama.

Sebelum pandemi corona melanda alumnus Teknik Sipil Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (1989) ini menyukai golf dan olahraga di pusat kebugaran (gym) sebagai olahraga favoritnya. Namun pandemi mengubah semuanya. Ia tak bisa laki melakoni olahraga kegemarannya itu bersama koleganya. “Karena pandemi corona, golf yang rutin saya lakukan terpaksa berhenti dulu. Begitu juga dengan gym yang juga rutin saya lakukan,” ungkapnya. 

Yang jelas, lanjut dia, olahraga tetap tak boleh henti meski pandemi melanda. “Justru di masa pandemi ini kita harus rajin berolahraga untuk meningkatkan imunitas tubuh. Cuma olahraga yang dilakukan tidak boleh yang berkerumun dan berinteraksi dengan banyak orang,” kata alumnus Megister Management dan Doktoral  Jurusan Ilmu Manajemen Stratejik Universitas Indonesia ini.

Hariyadi Sukamdani. (Foto: Dok Pribadi, DI: Raga/VOI)

Lantas olahraga apa yang dilakoni oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) ini di masa pandemi corona? “Selama enggak bisa golf dan gym saya ganti dengan bersepeda dan senam di rumah. Pokoknya harus ada olahraga. Untuk gym juga tidak direkomendasikan di masa pandemi corona, itu kan di ruangan tertutup.  Makanya saya memilih olaraga yang berada di ruang terbuka seperti sepeda dan juga senam di halaman rumah,” paparnya.

Dalam berolahraga Hariyadi tak mau ngoyo atau memaksakan diri. Di usianya yang sekarang dia harus berhati-hati. Jangan sampai olahraga justru membuatnya malah cidera. “Kalau bersepeda saya bukan tipe yang harus menempuh jarak sekian puluh kilometer atau target tertentu. Saya pun tak jauh-jauh hanya di sekitar rumah saja sepedaannya. Jarak tempuh saya paling sekitar 15 km itu sudah cukup. Yang penting kita bisa bergerak dan berkeringat. Badan menjadi sehat dan bugar,” kata Ketua Visit Wonderful Indonesia Board ini.

Bagaimana dengan urusan makanan, apakah ada pantangan makanan tertentu? Soal ini ia mulai berkelakar. “Untuk urusan makanan saya enggak ada keluhan, semua bisa saya makan mulai dari makanan Indonesia hingga makanan Barat dan negara-negara lainnya.  Saya enggak  ada masalah dalam urusan makanan. Saya cuma enggak bisa memakan makanan yang enggak enak, hehehe,”  katanya berseloroh.

Hariyadi Sukamdani. (Foto: Dok Pribadi, DI: Raga/VOI)

Namun di tengah pandemi COVID-19 ini ia lebih cendrung dengan masakan Indonesia yang notabene lebih segar karena ditanam dan dibudidayakan di Indonesia. Daripada harus mengonsumsi makanan dari manca negara yang membutuhkan waktu lama untuk sampai di Indonesia. “Untuk masa sekarang ini saya lebih memilih masakan lokal, masakan Indonesia pada umumnya. Karena menurut saya jauh lebih segar dibandingkan dengan makanan yang harus diimpor dari mancanegara,” lanjut Komisaris PT. Jurnalindo Aksara Grafika (Bisnis Indonesia Group) ini.

Untuk urusan seni secara jujur  Hariyadi mengaku tidak punya bakat. Dia hanya sebagai penikmat seni. Musik dan film adalah dua seni yang paling bisa dia nikmati. “Untuk seni terus terang saya tidak punya bakat sama sekali. Paling saya hanya sebagai penikmat seni saja. Hobi saya itu sebenarnya pada dunia fotografi. Tapi sekarang masa pandemi ini terpaksa ditunda dulu urusan fotografinya,” aku pria yang  suka dengan musik-musik yang membuat relax ini.

>

Selain itu sesekali saat ada kesempatan Hariyadi Sukamdani menyempatkan diri untuk menonon film action kesukaannya  atau sesekali film bergenre drama. “Kalau menonton film saya enggak mau pusing memikirkan soal proses pembuatan dan teknik lainnya yang amat rumit. Pokoknya sebagai penikmat seni saya bisa menonton dan mengapresiasi film sebagai karya seni kolektif yang melibatkan banyak orang di dalamnya,” jelasnya.

Pengusaha hotel itu sudah seperti pesakitan yang akan menghadapi regu tembak. Kita berharap pandemi ini akan berakhir, vaksinasi selesai dan herd immunity terbentuk. Dan setelah itu keadaan pelan-pelan bisa kembali seperti semula. Itu harapan kita semua,”

 

Hariyadi Sukamdani