Katanya, Tahun 2026 Indonesia Tak Perlu Impor BBM Lagi

JAKARTA - PT Pertamina (Persero) tengah berupaya membangun dua kilang minyak baru (Grass Root Refinery/GRR) di Bontang dan Tuban. Ada juga pengembangan kapasitas kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) eksisting di Dumai, Balikpapan, Balongan dan Cilacap.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Pertamina, Mohammad Hidayat mengatakan, dengan terbangunnya proyek-proyek tersebut, Indonesia akan terbebas dari impor BBM pada tahun 2026. Menurutnya, pada tahun 2019, Indonesia masih mengimpor BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebanyak 24,7 juta kilo liter (KL) atau 33 persen. Sedangkan produksi BBM dari kilang dalam negeri mencapai 50,9 juta KL atau 67 persen.

Berdasarkan prognosa supply dan demand BBM tahun 2020-2026, Indonesia akan terbebas dari impor BBM tahun 2026, ketika seluruh RDMP dan GRR rampung dibangun. Pada 2026, produksi BBM diperkirakan mencapai 87,4 juta KL, sementara kebutuhan atau demand mencapai 85,1 juta KL.

Hidayat menjelaskan, pemerintah menyusun prognosa kebutuhan BBM ini dengan asumsi kenaikan permintaan sebesar 3,16 persen per tahun.

"Prognosa ini berdasarkan ketersediaan data yang ada dan proyek-proyek kilang yang sedang dibangun dan akan selesai tahun berapa, serta berapa besar produksinya dapat memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri," ujar Hidayat dalam keterangan tertulis yang dikutip Senin, 1 Juni.

Hidayat menuturkan, pada tahun 2020-2021, produksi BBM diperkirakan stagnan, namun kebutuhan terus meningkat. Dua tahun pertama, kata dia, produksi BBM dari kilang-kilang dalam negeri masih stagnan, sementara demand terus tumbuh dan mengacu pada pertumbuhan ekonomi di mana demand tumbuh 3,16 persen per tahunnya.

Sementara pada tahun 2022 diperkirakan ada tambahan produksi BBM dari RDMP Balongan. Pada tahun 2022 itu, impor BBM diperkirakan 25,9 juta KL dan produksi BBM dalam negeri sebesar 47,8 juta KL. Kebutuhan BBM diperkirakan 74,7 juta KL.

Setelah itu, dengan rampungnya RDMP Balikpapan tahun 2023, akan menyumbang tambahan produksi BBM sehingga total produksi mencapai 57,5 juta KL dan impor turun tipis menjadi 25 juta KL. Kebutuhan BBM diproyeksikan sebesar 77,3 juta KL. Untuk tahun 2024, kebutuhan BBM diperkirakan 80 juta KL, produksi BBM tetap 57,5 juta KL dan impor 25,9 juta KL. 

Dengan demikian, impor BBM diproyeksikan bakal turun drastis tahun 2025 di mana kebutuhan BBM diperkirakan 82,5 juta KL, sementara produksi BBM mencapai 68,1 juta KL dan impor 13,4 juta KL. Penurunan impor ini disebabkan adanya tambahan produksi BBM dari GRR Bontang.

"Tahun 2026, diharapkan ada tambahan produksi dari RDMP Cilacap dan GRR Tuban. Dengan rampungnya pembangunan RDMP dan GRR ini, kita tidak perlu impor BBM lagi," pungkas Hidayat.

Sementara itu Pertamina menegaskan, meskipun pagebluk COVID-19 masih melanda Tanah Air disertai dengan penurunan demand BBM serta tekanan terhadap kurs rupiah, holding migas BUMN ini tetap fokus menuntaskan proyek strategis nasional yang merupakan amanah dari pemerintah. Termasuk pembangunan kilang Cilacap sebagai bagian dari proyek RDMP/GRR.

"Pertamina tetap menjalankan rencana investasi yang telah tertuang dalam RKAP, sekaligus memastikan amanah Pemerintah untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi nasional melalui pembangunan kilang," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman.

Fajriyah menuturkan, Pertamina akan memaksimalkan dan mengoptimalkan penyelesaian proyek pengembangan kilang dan pembangunan kilang baru agar dapat selesai sesuai target waktu yang ditetapkan. Jika proyek ini rampung, nantinya kilang yang saat ini berkapasitas 1 juta barel per hari akan meningkat dua kali lipat menjadi 2 juta barel per hari sehingga kebutuhan BBM dapat terpenuhi tanpa perlu impor.

"Dengan penuntasan RDMP/GRR, Pertamina berharap dapat memenuhi target pemerintah untuk menyetop impor BBM pada tahun 2026," pungkasnya.