Fitch Samakan Kasus Gagal Bayar Utang Garuda Indonesia 500 Juta Dolar AS dengan Perusahaan Tanker

JAKARTA – Lembaga pemeringkat utang internasional Fitch Ratings menyebut kasus gagal bayar PT Garuda Indonesia Tbk atas penerbitan sukuk global senilai 500 juta dolar AS serupa dengan yang dialami oleh PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) beberapa tahun lalu.

Direktur Fitch Ratings Indonesia Olly Prayudi mengatakan kedua entitas usaha tersebut sama-sama merilis surat utang berdenominasi mata uang asing (dolar) dengan prinsip syariah.

Namun, Olly menyebut jika penyelesaian masalah sengketa gagal bayar sukuk yang diterbitkan oleh perusahaan Indonesia sangat mungkin diselesaikan dengan cara konvensional dan bukan syariah.

“Moratorium utang yang diawasi pengadilan dan proses kepailitan untuk sukuk jarang terjadi mengingat kerumitan pembuatan aplikasi semacam itu di pengadilan agama dalam negeri, berbeda dengan pengadilan niaga,” ujarnya dalam keterangan resmi seperti yang dikutip pada Jumat, 9 Juli.

Olly menambahkan, hukum Indonesia menyatakan bahwa pengadilan agama memiliki kewenangan dalam menyelesaikan sengketa keuangan Islam. Namun dalam praktiknya, hal ini dapat diselesaikan di pengadilan niaga jika kedua belah pihak setuju.

Lebih lanjut, Pengadilan agama sering digunakan untuk menyelesaikan transaksi ritel yang lebih sederhana, sementara pengadilan komersial biasanya mengadili sengketa komersial yang kompleks, karena pihak yang berperkara menganggap pejabat lebih kompeten dalam memutuskan masalah tersebut.

“Misalnya, gagal bayar sukuk oleh PT Berlian Laju Tanker Tbk pada tahun 2012 diselesaikan melalui pengadilan niaga dan menghasilkan rencana restrukturisasi,” tuturnya.

Kegagalan pembiayaan syariah di antara lembaga keuangan, sambung Olly, telah diperlakukan sama dengan default pinjaman konvensional dari apa yang telah kita amati sejauh ini.

“Restrukturisasi sukuk publik dalam negeri di luar pengadilan umumnya mengikuti perlakuan yang sama dengan obligasi dan mencakup perpanjangan jatuh tempo dan penangguhan distribusi berkala,” tegasnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, manajemen Garuda Indonesia memutuskan untuk melakukan penundaan pembayaran kupon sukuk global senilai 500 juta dolar AS atau setara dengan Rp7,1 triliun (kurs Rp14.398).

“Perseroan pada hari ini mengumumkan dengan berat hati untuk terus menunda pembayaran jumlah pembagian berkala yang jatuh tempo pada 3 Juni berdasarkan 500.000.000 juta dolar AS Garuda Indonesia Global Sukuk Limited Trust Certificate Jatuh Tempo 2023,” demikian tulis perusahaan negara berkode saham GIAA itu dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI).