Pemprov DKI Beberkan Tiga Pelanggaran PPKM Darurat PT Equity Life
JAKARTA - Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI, Andri Yansyah menjelaskan alasan pemberian sanksi kepada perusahaan PT Equity Life Indonesia setelah disidak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Andri menjelaskan, ada tiga pelanggaran yang ditemukan saat sidak kemarin, yakni perusahaan tidak melaporkan pekerja yang terpapar COVID-19 ke Pemprov DKI, tidak menerapkan protokol kesehatan terkait jaga jarak interaksi antar pekerja. Ketiga yakni ditemukan ada pekerja yang hamil 8 bulan dan tetap bekerja seperti biasanya.
Karenanya, PT Equity Life dikenakan sanksi penutupan sementara selama 3 hari dengan catatan khusus yang harus diperbaiki ketika dibuka kembali.
"Kami langsung menyegel perusahaan bersangkutan (PT Equity Life), serta kami berikan catatan-catatan khusus untuk dijadikan evaluasi, agar menjadi perhatian dan bisa diperbaiki," kata Andri kepada wartawan, Rabu, 7 Juli.
Jika setelah 3 hari masih ada pelanggaran, maka akan diberlakukan denda administratif paling tinggi 50 juta rupiah. Jika setelah itu masih ada pelanggaran, lanjutnya, Equity Life terancam dicabut izin usahanya.
Baca juga:
- PPKM Darurat Semakin Diperketat, Titik Penyekatan Terus Ditambah Jadi 651 Titik
- Wapres Ma’ruf Amin Tertawa Dijuluki The King of Silent
- Interleukin-6, Obat 'Mujarab' Bantai COVID-19 yang Disarankan WHO: Kurangi Potensi Kematian 13 Persen
- Gila! COVID-19 Per 7 Juli Pecah Rekor Lagi: 34.379 Kasus Baru, Meninggal Tembus 1.040
Andri juga menyayangkan pelanggaran terhadap ibu hamil seharusnya tidak terjadi. Equity Life mengklaim pekerja yang sedang hamil itu datang ke kantor hanya karena ingin mengurus cuti. Namun, mestinya pekerja hamil tersebut tak mesti datang ke kantor.
"Jika memang sedang urus cuti, seharusnya diurus sejak awal dokter mendiagnosa ibu tersebut hamil, bukan sekarang. Karena sesuai peraturan, ibu hamil harus full WFH. Hal ini kami berikan perhatian serius karena menyangkut dua nyawa, ibu hamil dan bayinya," jelas dia.
Andri menjelaskan terdapat aturan terkait kriteria pegawai yang diizinkan bekerja di kantor. Meski perusahaan itu merupakan sektor esensial dan kritikal, pimpinan perusahaan tak seharusnya meminta kelompok rentan untuk bekerja di kantor.
"Misalnya perusahaan A termasuk kritikal, punya 100 pegawai, tapi ada ketentuan lebih lanjut bahwa yang boleh masuk adalah yang betul-betul sehat. Bagi ibu hamil, komorbid, lansia tidak boleh (WFO). Tatkala sektor kritikal dan esensial mempekerjakan orang-orang seperti itu berarti pelanggaran. Langsung kita tutup," pungkasnya.