Mereka yang Dipaksa Rindu Kampung Halaman di Tengah Pandemi COVID-19

JAKARTA - Pandemi COVID-19 membuat banyak orang dipaksa menahan rindu untuk bertemu keluarga mereka di Hari Raya Idulfitri. Rencana yang sudah disiapkan sejak bulan lalu untuk berkumpul dengan keluarga dan saudara di kampung halaman harus dibatalkan karena mereka tak ingin menjadi pembawa virus.

Ria Rizki salah satunya. Perempuan berusia 25 tahun yang bekerja sebagai pegawai swasta ini mengaku sebenarnya sudah merencanakan akan mudik di momen Lebaran tahun ini. Hanya saja, takdir berkata lain. Akibat penyebaran COVID-19 dia terpaksa menahan rindu bertemu dengan kedua orang tuanya.

"Tahun ini saya tidak pulang di Hari Lebaran. Bukan karena ada pekerjaan. Tapi karena ada COVID-19 dan nyeseknya karena ada larangannya," kata Ria saat berbincang dengan VOI lewat pesan singkat di malam takbiran, Sabtu, 23 Mei.

Dia bahkan menyebut sudah menunggu momen Hari Raya Idulfitri untuk bisa pulang ke kampung halaman di Bandung. Apalagi, meski jarak Jakarta-Bandung tidak terlalu jauh, akibat kesibukannya, dia tak pernah kembali ke tanah kelahirannya sejak awal tahun. Sehingga, Lebaran kali ini dirasa sangat berat karena dia tak bisa bertemu orang tuanya.

"Saya sudah enggak pulang dari awal tahun 2020. Artinya sudah empat bulan enggak bisa meluk langsung mama papa," ungkap dia.

Gara-gara penyebaran COVID-19 juga dia tak bisa menikmati makanan khas lebaran. Padahal, meski tak pulang saat hari pertama Lebaran, di tahun sebelumnya dia masih tetap bisa merasakan masakan ibu di tengah suasana hari kemenangan. "Padahal dari awal tahun udah ngebayangin gimana rasanya masakan khas lebaran yang dibuat mama," ujarnya.

Ketika bulan puasa yang lalu, Ria pun kerap menangis waktu ibunya menyatakan rindu dan ingin dirinya segera pulang. Namun, karena larangan pemerintah dan memahami penyebaran COVID-19 masih terjadi, akhirnya dia memilih untuk tetap bertahan di Jakarta dari pada pulang dan membawa virus bagi keluarganya di Bandung, Jawa Barat.

"Menahan diri saja untuk tidak pulang. Menahan rindu. Enggak apa-apa yang penting keluarga saya terlindung dari penularan virus. Semoga pandemi ini juga cepat selesai. Saya sudah kangen pelukan dan masakan mama," kata Ria. 

Geram dengan kelakuan mereka yang mudik

Meski mengaku pasrah, namun, Ria mengaku dirinya kerap emosi ketika mendengar ada warga dari Jabodetabek yang kucing-kucingan dengan otoritas keamanan untuk bisa mudik ke kampung halaman. Baginya, mereka yang nekat mudik adalah orang-orang yang egois.

"Kalau misalkan yang pulang karena memangnya sudah enggak ada pekerjaan di sini, ya, saya maklum. Tapi kalau cuma untuk silaturahmi lebaran. Egois sih," ungkap dia.

"Gue aja nahan-nahan diri di sini. Lo pada malah gaya-gayaan mudik," ungkapnya sambil menyudahi pembicaraan.

Cerita yang sama juga muncul dari Teatrika. Perempuan berusia 24 tahun ini biasanya mudik ke rumah neneknya di Bandung, Jawa Barat saat Lebaran. Namun, tahun ini dia pasrah tak bisa berlebaran bersama keluarga besarnya karena pandemi COVID-19. 

Teatrika mengaku sedih karena Hari Raya Idulfitri tahun ini rasanya sungguh berbeda. "Tahun ini cuma videocall sama mama papa saja. Terus kasih bingkisan ke nenekku karena aku enggak bisa pulang kampung. Beda banget rasanya, sedih juga. Lebaran kayak bukan Lebaran," kata dia.

Perempuan yang bekerja di bidang media ini bahkan mengaku ini adalah kali pertama bagi dirinya tak bisa berlebaran bersama keluarga besarnya. Mengingat, tiap tahun dia pasti selalu mudik. Namun, kesedihannya ini tak berlarut-larut. Sebab, adik dan kakaknya tinggal bersama dirinya di Jakarta. "Jadi enggak sepi-sepi amat lebaranku," ungkapnya.

Meski mengaku sedikit terhibur dengan kehadiran adik dan kakaknya, namun Teatrika mengaku kesal ketika mendengar ada masyarakat yang melanggar aturan pemerintah untuk mudik ke kampung halaman.

"Kesel ya, mereka kayak cuek bawa virus ke daerah. Padahal, ikuti anjuran pemerintah sajalah. Kondisinya juga lagi kayak gini. Sayang keluarga, jangan sampai mereka terpapar virus gara-gara kita," ujar Teatrika.

Terpaksa salat Idulfitri bersama keluarga ibu kos

Kesedihan juga diceritakan oleh Dewi Nurita, 24 tahun. Pekerja swasta asal Padang, Sumatera Barat ini mengaku sudah berencana akan pulang ke kampung halaman setelah selama tiga tahun merantau tak pernah mudik

Hanya saja, takdir berkata lain. Akibat virus yang menyebabkan 1.351 orang meninggal dunia ini masih tersebar di sejumlah wilayah, Dewi kini terpaksa tinggal di kosan.

"Rencananya batal dan jadilah gue Lebaran sendiri di kosan. Seperti tahun-tahun sebelumnya lah," kata dia.

Saat Hari Raya Idulfitri seperti sekarang ini, dia mengaku yang paling dirindukan adalah makan ketupat dan rendang bersama keluarga besarnya. Tapi, dia beruntung kerinduan itu bisa sedikit terobati. 

Sebab, ketika mereka tahu Dewi tidak jadi mudik, sejumlah kawannya langsung mengirimkan makanan berupa ketupat dan lauk pelengkap lainnya di malam takbiran. "Walaupun Lebaran sendiri, gue jadinya tetap merasakan makanan seperti di rumah. Tapi salat Idulfitrinya, tetap beda sih karena bareng sama keluarga ibu kos. Bukan keluarga sendiri," tuturnya.

Jokowi melarang mudik

Diberitakan sebelumnya, jauh sebelum bulan Ramadan, Presiden Joko Widodo mengambil keputusan untuk melarang masyarakat mudik ke kampung halaman demi mencegah penyebaran COVID-19 di berbagai wilayah. Setelah mengambil kebijakan ini, Jokowi memerintahkan jajarannya mempersiapkan larangan tersebut dan dampaknya ke depan.

"Pada rapat ini saya ingin menyampaikan bahwa mudik semuanya akan kita larang. Oleh sebab itu, persiapan-persiapan yang berkaitan dengan ini mulai disiapkan," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas pembahasan antisipasi publik yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 21 April.

Kebijakan ini, menurut Jokowi, diambil setelah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melaksanakan survei terhadap minat masyarakat untuk melaksanakan mudik. Klaimnya, sebanyak 68 persen masyarakat mengaku tidak akan mudik, 7 persen sudah kembali ke kampung halaman, dan sisanya sebanyak 24 persen masih ingin untuk mudik ke kampung halaman dari perantauan.

"Dari hasil survei Kemenhub, disampaikan bahwa yang tidak mudik adalah 68 persen, yang bersikeras mudik 24 persen, yang sudah mudik 7 persen. Artinya masih ada angka yang besar 24 persen tadi," tegas Jokowi.

Selain itu, kebijakan ini juga diambil setelah melihat bantuan sosial dan bantuan sembako telah disalurkan, serta bantuan Kartu Prakerja sudah direalisasikan bagi masyarakat yang terdampak COVID-19.

Namun, larangan ini tak diikuti oleh semua masyarakat. Sebab, di lapangan sejumlah praktik untuk mengantarkan pemudik ke kampung secara sembunyi-sembunyi juga masih terus terjadi. 

Selain itu, pihak kepolisian juga mencatat, selama Operasi Ketupat 2020 ada 68.946 pemudik yang dipaksa putar balik kembali ke wilayah asal mereka karena nekat untuk pulang ke kampung halaman di tengah pandemi COVID-19.