Menag: Mudik Itu Sunah Jangan Sampai Gugurkan yang Wajib yaitu Jaga Kesehatan
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Foto: kemenag.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan masyarakat untuk tak mudik di tengah pandemi COVID-19. Apalagi, dia menyebut tradisi yang dijalankan pada saat Hari Raya Idulfitri ini adalah sunah dan tak wajib untuk dijalankan seperti halnya menjaga kesehatan.

"Mudik itu paling banter hukumnya adalah sunah sementara menjaga kesehatan tubuh, menjaga kesehatan keluarga, menjaga kesehatan lingkungan adalah wajib. Jadi jangan sampai yang wajib itu digugurkan oleh yang sunah," kata Yaqut dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 19 April.

"Mengejar sunah dan meninggalkan yang wajib itu tidak ada dalam tuntutan agama," imbuhnya.

Dirinya kemudian menegaskan, larangan mudik ini semata-mata karena pemerintah ingin melindungi masyarakat di tengah pandemi. Sehingga, belum ada perubahan apapun dari pemerintah terkait kebijakan ini.

"Jadi sampai sekarang, sampai keputusan tadi rapat dengan Bapak Presiden, para menteri, Panglima TNI, dan Kapolri, mudik dilarang," tegasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang seluruh masyarakat tanpa terkecuali mudik pada libur Idulfitri 2021 demi keselamatan keluarga. Ada sejumlah alasan mengapa larangan ini ditetapkan pemerintah, termasuk kerap meningkatnya angka kasus COVID-19 saat libur panjang terjadi.

Melalui video berdurasi kurang dari tujuh menit, eks Gubernur DKI Jakarta ini memahami masyarakat rindu dengan keluarga di kampung halaman, terutama saat momentum Hari Raya Idulfitri. Namun, larangan mudik tersebut ditetapkan demi keselamatan bersama termasuk mereka yang berada di kampung.

"Saya mengerti kita rindu sanak keluarga di saat seperti ini apalagi di lebaran nanti. Tapi mari utamakan keselamatan bersama dengan tidak mudik ke kampung halaman," tegas Jokowi dalam video yang diunggah di akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 16 April.

Dia lantas memaparkan sejumlah alasan mengapa pemerintah akhirnya memutuskan melakukan pelarangan mudik. Salah satunya adalah pengalaman libur panjang yang jadi momentum peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia.

Data yang dibacakan Jokowi, setidaknya ada empat libur panjang yang mempengaruhi penambahan kasus COVID-19 secara signifikan. Pertama, adalah saat libur Idulfitri tahun lalu di mana terjadi peningkatan kasus harian hingga 93 persen dan kasus kematian hingga 66 persen.

"Kenaikan kasus COVID yang kedua terjadi saat libur panjang pada 20-23 Agustus 2020. Di mana mengakibatkan terjadi kenaikan hingga 119 persen dan tingkat kematian mingguan meningkat hingga 57 persen," ungkapnya.

Berikutnya, libur panjang pada 28 Oktober hingga 1 November 2020 juga menyumbangkan kenaikan kasus COVID-19 hingga 95 persen dan kenaikan tingkat kematian mingguan hingga 75 persen.

"Terakhir, keempat, terjadi kenaikan saat libur di akhir tahun 24 Desember hingga 3 Januari 2021 mengakibatkan kenaikan kasus harian mencapai 78 persen dan kenaikan kematian mingguan hingga 46 persen," jelas Jokowi.

Selain itu, larangan mudik dikeluarkan oleh pemerintah demi menjaga tren kasus aktif di Indonesia yang menurun selama dua bulan terakhir. "(Kasus aktif, red) menurun dari 176.672 kasus pada 5 Februari 2021 dan pada 15 April 2021 menjadi 108.032 kasus," katanya.

Begitu juga dengan kasus harian yang kini menurun dan tren kesembuhan mengalami peningkatan. "Jika 1 Maret 2021 sebanyak 1.151.915 yang sembuh atau 85,88 persen dari total kasus maka di 15 april meningkat jadi 1.438.254 pasien sembuh atau mencapai 90,5 persen sembuh dari total kasus," ungkap eks Wali Kota Solo ini.

Dengan berbagai hasil positif ini, maka pemerintah berupaya untuk menjaga momentum tersebut. "Untuk itulah pada lebaran kali ini pemerintah memutuskan melarang mudik bagi ASN, TNI dan Polri, pegawai BUMN, karyawan swasta dan semua masyarakat," ujarnya.