Bagikan:

JAKARTA - Pemprov DKI ternyata melakukan kelebihan bayar dalam pengadaan mobil kebakaran sebesar Rp6,5 miliar. Hal ini terungkap dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (FITRA), Misbah Hasan mempertanyakan bagaimana kinerja Komite Pencegahan Korupsi Ibu Kota yang dibentuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Sejak awal menjabat, Anies mendirikan KPK Ibu Kota sebagai salah satu bidang di Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). KPK Ibu Kota diketuai Bambang Widjojanto.

"Dengan adanya kasus ini, kinerja Komite Pencegahan Korupsi DKI patut dipertanyakan," kata Misbah saat dihubungi VOI, Senin, 19 April.

Misbah berujar, terjadinya kelebihan bayar biasanya terjadi karena proses pengadaan barang tidak mengikuti standar harga barang yang ditetapkan oleh Pemprov DKI sendiri.

Jika luput dari pemeriksaan BPK, kata Misbah, hal ini membuka celah praktik korupsi oleh jajaran Pemprov DKI. Di sini, harusnya peran KPK Ibu Kota untuk mencegah potensi korupsi. Namun, mereka tidak terdengar kinerjanya.

"Selama ini, kejanggalan-kejanggalan dalam proses penganggaran di DKI, komite ini tidak juga tidak bersuara," tutur dia.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI mengungkapkan adanya kelebihan bayar dalam pembelian alat pemadam kebakaran oleh Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI.

Berdasarkan laporan keuangan Pemprov DKI periode 2019, BPK temukan empat paket dana pengadaan mobil pemadam kebakaran dengan pengeluaran yang melebihi harga alat tersebut. Total kelebihan bayar tercatat sekitar Rp6,5 miliar.

Rinciannya, unit submersible memiliki harga riil Rp9 miliar, nilai kontrak Rp9,7 miliar, maka selisihnya Rp761 juta. Kemudian unit quick response dengan harga riil Rp36,2 miliar, nilai kontrak Rp 39,6 miliar, maka selisihnya Rp3,4 miliar.

Selanjutnya, unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal dengan harga riil Rp7 miliar, nilai kontrak Rp 7,8 miliar, selisihnya Rp844 juta. lalu, unit pengurai material kebakaran, harga riil Rp32 miliar, nilai kontrak Rp33 miliar, selisihnya Rp1 miliar.

Belakangan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut kelebihan bayar tersebut sudah dikembalikan sebanyak 90 persen. Namun, masih ada 10 persen yang belum dibayar.