Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang seluruh masyarakat tanpa terkecuali mudik pada libur Idulfitri 2021 demi keselamatan keluarga. Ada sejumlah alasan mengapa larangan ini ditetapkan pemerintah, termasuk kerap meningkatnya angka kasus COVID-19 saat libur panjang terjadi.

Melalui video berdurasi kurang dari tujuh menit, eks Gubernur DKI Jakarta ini memahami masyarakat rindu dengan keluarga di kampung halaman, terutama saat momentum Hari Raya Idulfitri. Namun, larangan mudik tersebut ditetapkan demi keselamatan bersama termasuk mereka yang berada di kampung.

"Saya mengerti kita rindu sanak keluarga di saat seperti ini apalagi di lebaran nanti. Tapi mari utamakan keselamatan bersama dengan tidak mudik ke kampung halaman," tegas Jokowi dalam video yang diunggah di akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 16 April.

Dia lantas memaparkan sejumlah alasan mengapa pemerintah akhirnya memutuskan melakukan pelarangan mudik. Salah satunya adalah pengalaman libur panjang yang jadi momentum peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia.

Data yang dibacakan Jokowi, setidaknya ada empat libur panjang yang mempengaruhi penambahan kasus COVID-19 secara signifikan. Pertama, adalah saat libur Idulfitri tahun lalu di mana terjadi peningkatan kasus harian hingga 93 persen dan kasus kematian hingga 66 persen.

"Kenaikan kasus COVID yang kedua terjadi saat libur panjang pada 20-23 Agustus 2020. Di mana mengakibatkan terjadi kenaikan hingga 119 persen dan tingkat kematian mingguan meningkat hingga 57 persen," ungkapnya.

Berikutnya, libur panjang pada 28 Oktober hingga 1 November 2020 juga menyumbangkan kenaikan kasus COVID-19 hingga 95 persen dan kenaikan tingkat kematian mingguan hingga 75 persen.

"Terakhir, keempat, terjadi kenaikan saat libur di akhir tahun 24 Desember hingga 3 Januari 2021 mengakibatkan kenaikan kasus harian mencapai 78 persen dan kenaikan kematian mingguan hingga 46 persen," jelas Jokowi.

Selain itu, larangan mudik dikeluarkan oleh pemerintah demi menjaga tren kasus aktif di Indonesia yang menurun selama dua bulan terakhir. "(Kasus aktif, red) menurun dari 176.672 kasus pada 5 Februari 2021 dan pada 15 April 2021 menjadi 108.032 kasus," katanya.

Begitu juga dengan kasus harian yang kini menurun dan tren kesembuhan mengalami peningkatan. "Jika 1 Maret 2021 sebanyak 1.151.915 yang sembuh atau 85,88 persen dari total kasus maka di 15 april meningkat jadi 1.438.254 pasien sembuh atau mencapai 90,5 persen sembuh dari total kasus," ungkap eks Wali Kota Solo ini.

Dengan berbagai hasil positif ini, maka pemerintah berupaya untuk menjaga momentum tersebut. "Untuk itulah pada lebaran kali ini pemerintah memutuskan melarang mudik bagi ASN, TNI dan Polri, pegawai BUMN, karyawan swasta dan semua masyarakat," ujarnya.

Paksa mudik bisa timbulkan lonjakan baru

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrani mengingatkan potensi lonjakan kasus COVID-19 dapat terjadi jika ada mobilitas. Sebab penularan virus ini terjadi antar manusia dengan jarak dekat dan tidak melalui perantara seperti flu burung.

"Sehingga, solusi terbaik adalah membuat jarak atau kontak antar manusia sedikit mungkin. Nah, mudik berpotensi menciptakan kerumunan baik saat perjalanan maupun di kampung halaman," kata Hasbullah seperti dikutip dari keterangan tertulis KPCPEN, Kamis, 15 April.

Penyebab terjadinya penularan bila terjadi ketika masyarakat berkumpul untuk bersilaturahmi. Kebanyakan orang, kata dia, kerap lupa menjaga jarak atau menerapkan protokol kesehatan bila melakukan kegiatan tersebut.

"Jadi ini kalau tidak dikendalikan akan menimbulkan kasus baru," tegasnya.

Hasbullah mengatakan, masyarakat sebetulnya tak perlu memaksakan mudik di tengah pandemi. Apalagi, saat ini teknologi bisa salah satu alternatif melakukan silaturahmi. "Bisa dilakukan dengan telepon atau video call kapan saja," ungkapnya.

Dirinya juga angkat bicara soal anggapan mudik bisa menggerakkan ekonomi daerah di tengah pandemi. Menurutnya, selain kembali ke kampung halaman untuk merayakan Idulfitri, ada cara lain yang bisa dilakukan.

Salah satunya adalah mengalihkan ongkos mudik yang nilainya tak sedikit untuk menjadi investasi di daerah, seperti membeli tanah. Selain itu, ongkos mudik juga bisa disumbangkan untuk membantu yayasan yatim piatu atau lembaga pendidikan lainnya. 

"Jadi ongkos mudik bisa dipergunakan untuk hal yang lebih produktif," ujar Hasbullah.

Kalau pun ingin memberikan uang kepada sanak saudara di kampung halaman, masyarakat bisa memanfaatkan layanan perbankan. "Sehingga, uangnya tetap bisa dibelanjakan di kampung halaman dan roda perekonomian di daerah tetap berjalan tanpa harus mudik," jelasnya.

Langkah polisi cegah pemudik

Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Istiono mengatakan terdapat 333 pos penyekatan mudik Lebaran 2021 di jalur utama, baik Jalur Pantura, tengah, dan selatan.

"Untuk jalur utama Lampung sampai Bali, kami bangun 333 titik penyekatan," kata Irjen Istiono, di Cirebon, dilansir Antara, Rabu, 14 April.

Irjen Istiono mengatakan pos penyekatan yang didirikan tersebut, tidak hanya di jalur utama saja, namun juga jalur alternatif atau tikus yang berada di perbatasan daerah.

Menurutnya, pos penyekatan untuk mudik Lebaran 2021 lebih banyak dibandingkan dengan mudik tahun lalu yang hanya terdapat 146 titik pos penyekatan. "Saya pastikan jalur-jalur tersebut sudah kami evaluasi dari pelaksanaan tahun lalu dan kita lipat gandakan," ujarnya.

Dia mengatakan mudik Lebaran 2021 ini, memang diprediksi berat, apalagi transportasi umum juga ditiadakan. Untuk itu, lanjut Irjen Istiono memprediksi para pemudik akan menggunakan kendaraan pribadi baik mobil maupun sepeda motor.

"Masalahnya semua moda transportasi ditiadakan dan semua beralih ke kendaraan pribadi. Oleh karena itu jalur arteri menjadi tumpuan baik di Jalur Pantura, tengah maupun selatan," pungkasnya.