Pakar Nilai Penunjukan Calon Dubes Jadi Alat Bagi-bagi Jabatan
JAKARTA - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai penunjukan calon duta besar bagi negara sahabat dan organisasi internasional adalah alat berbagi kekuasaan untuk kelompok oligarki.
Hal ini terlihat dengan adanya nama-nama dalam kelompok tersebut yang kemudian ditunjuk sebagai calon duta besar oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Baru saja agak heboh di berbagai WhatApps Group (WAG) soal bagaimana bagi-bagi jabatan, bahkan untuk jabatan Duta Besar yang baru saja ditunjuk-tunjuk. Ada orang-orang yang merupakan bagian dari oligrki," kata Bivitri dalam diskusi daring yang ditayangkan di YouTube, Minggu, 27 Juni.
Walaupun tak menyebut secara tegas nama-nama yang dimaksud, namun, dirinya mengatakan nama yang masuk ke daftar calon dubes ada berasal dari organisasi pengusaha ataupun dari lembaga manapun. Sehingga nuansa pembagian jabatan begitu kental.
Meski begitu, Bivitri tak kaget dengan praktik semacam ini. Sebab, bagi-bagi jabatan seperti ini juga terjadi di perusahaan pelat merah di mana banyak kelompok oligarki yang duduk sebagai komisaris.
"Ada beberapa di situ yang memiliki perusahaan, organisasi pengusaha dan sebagainya yang dibagi-bagi jabatan itu. Tak hanya dubes, komisaris juga begitu, alat untuk membagi-bagi keuntungan," tegasnya.
Lebih lanjut, Bivitri menjelaskan bahwa karakter kelompok oligarki pada dasarnya tidak pernah puas dengan keuntungan dan kekuasaan yang didapatkan. Mereka ingin mengakumulasi lebih banyak lagi dan mengamankan kekayaan.
Baca juga:
- Diajukan Jadi Calon Duta Besar, Fadjroel Rachman: Apa pun Tugas dari Pak Jokowi Anugerah Tak Ternilai
- DPR Proses 33 Calon Dubes, Ada Nama Rosan Roeslani hingga Fadjorel Rachman
- Pengacara Kondang Rudy Alfonso Diajukan Jokowi Jadi Dubes RI di Portugal
- Pemprov DKI Sebut Kenaikan Tarif Parkir Rp60 Ribu per Jam Khusus Kendaraan Tak Lulus Uji Emisi dan Tunggak Pajak
Kelompok oligarki yang ada di Indonesia saat ini telah memiliki jaringan yang bagus. Akibatnya mereka merasa nyaman dan ingin melanjutkan status quo dari pemimpin yang berkuasa saat ini.
Hal ini yang lantas memunculkan wacana perubahan periode jabatan atau perpanjangan masa jabatan presiden-wakil presiden yang muncul beberapa waktu belakangan.
"Kita bisa melihat oligarki inilah yang tengah mengontrol pelaksanaan kekuasaan di negara ini. Mereka sudah nyaman, situasi ini menjadi status quo untuk mereka, lebih baik tak diganti (presiden, red). Karena jaringannya sudah rapi," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi mengajukan calon duta besar LBBP RI untuk negara sahabat dan organisasi internasional. Ada 33 nama calon duta besar baru, di antaranya Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman hingga Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani.
Selain itu ada pula nama bekas anggota timses Jokowi pada Pilpres 2019, seperti Zuhairi Misrawi dan Lena Maryana Mukti.
Selanjutnya, Komisi I DPR direncanakan akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test pada pekan kedua Juli mendatang.