BKN Tegaskan Penyelenggaraan TWK Pegawai KPK Hasil Keputusan Bersama

JAKARTA - Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menegaskan penyelenggaraan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK adalah keputusan bersama. Dia menegaskan keputusan ini diambil bukan atas dasar saran atau kemauan satu pihak tertentu.

Hal ini disampaikannya usai dirinya dimintai keterangan terkait pelaksanaan TWK oleh tim Komnas HAM selama empat jam atau sejak pukul 12.43 WIB hingga sekitar pukul 17.03 WIB.

"Jadi TWK ini tidak dimunculkan oleh satu orang saja. Ini merupakan diskusi dari rapat tim untuk membuat Perkom. Bahwa kenapa ada namanya wawasan kebangsaan karena mengacu dari undang-undang dan kemudian BKN mendapat mandat untuk melaksanakan TWK," kata Bima dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Juni.

Dirinya lantas menjelaskan proses untuk menjalankan mandat yang telah diberikan dalam pelaksanaan TWK. Kata dia, BKN saat itu memiliki memang memiliki instrumen untuk melaksanakannya TWK tapi tak bisa dilaksanakan terhadap pegawai yang sudah lama bekerja di KPK.

Penyebabnya, TWK yang biasa mereka lakukan diperuntukkan bagi calon pegawai negeri sipil (CPNS) atau yang baru masuk.

"BKN punya TWK tapi tidak sesuai dengan KPK karena yang dinilai adalah orang-orang yang senior, yang sudah lama di KPK ada deputi, biro, direktur, dan penyidik utama. Yang kami miliki adalah tes untuk CPNS, entry level sehingga bagi kami tes ini tak pas untuk pejabat yang sudah menjabat," jelasnya.

Dari kondisi tersebut, maka digunakan isntrumen yang dimiliki oleh Dinas Psikologi TNI AD. "Kenapa itu yang digunakan karena ini satu-satunya alat instrumen valid yang tersedia. Enggak ada yang lain," tegasnya.

"Jadi kami gunakan best of level instrumen yang ada," imbuh Bima.

Instrumen dalam TWK menurut Bima tidak berdiri sendiri. Kata Bima, ada tiga instrumen lainnya seperti Indeks Moderasi Bernegara (IMB-68), wawancara, dan profiling yang dijadikan dasar penilaian.

Dari instrumen tersebut akhirnya didapati terdapat 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat sementara 1.274 dinyatakan memenuhi syarat dan bisa dilantik sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dari 75 pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat, pembahasan kembali dilakukan dengan lembaga lainnya serta para asesor untuk menelisik lebih jauh apakah ada pegawai yang masih bisa diselamatkan. "Kita coba apakah ada variabel-variabel yang bisa kita hilangkan agar orang-orang ini bisa memenuhi syarat," jelasnya.

"Jadi hasilnya 24 dan 51. Nah, yang 51 ini bagaimana ini? Keputusan bersama ada asesor yang melaksanakan TWK juga, ada KPK, dan macam-macam sehingga, Kemudian diputuskan kalau 51 ini tetap tidak memenuhi syarat," pungkasnya