Polemik Wacana Presiden Joko Widodo 3 Periode

JAKARTA - Wacana masa jabatan presiden 3 periode lagi-lagi muncul ke ruang publik setelah muncul isu amandemen UUD 1945. Ditambah lagi adanya relawan bernama Komunitas Jokowi-Prabowo 2024 atau Jokpro yang mengumumkan dukungannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar bisa menjabat presiden selama 3 periode.

Namun Jokpro menginginkan, di periode ketiga ini Jokowi bisa berdampingan bersama Prabowo Subianto sebagai Wakil Presiden. Beberapa alasan disampaikan mengapa mereka mendukung Jokowi maju sebagai presiden untuk ketiga kalinya.

Penasihat Komunitas Jokpro 2024, M Qodari menilai duet Jokowi dan Prabowo di Pilpres 2024 bisa meringankan beban ongkos politik yang akan dikeluarkan. 

Selain itu nantinya Pilpres akan berlangsung secara lebih terkendali dan di tahun 2024 nanti Indonesia tidak akan mengalami benturan lagi.

Wacana ini pun kembali membuat gaduh, setelah beberapa waktu menghilang. Terlebih, isu ini muncul ditengah kondisi pandemi COVID-19 yang semakin genting.

Tak ayal, mayoritas pihak baik partai politik, pakar, akademisi, masyarakat maupun relawan Jokowi pun tegas menolak wacana tersebut. Bahkan, Istana sudah berulang kali menegaskan Jokowi tak akan maju lagi. Alasannya senada, melanggar konstitusi.

Partai Politik Tegas Menolak

Partai Amanat Nasional (PAN) dengan tegas menolak wacana tersebut. Sebab pembatasan dua periode sudah sesuai dengan konstitusi.

"Karena kami taat konstitusi, saat ini jabatan presiden bisa diperpanjang 5 tahun kemudian untuk satu masa bakti atau periode. Jadi maksimal hanya dua periode," ujar Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Daulay kepada wartawan, Senin, 21 Juni.

Menurutnya, wacana Presiden Jokowi menjabat 3 periode merupakan usulan yang bertentangan dengan UUD 1945. Isu tersebut, kata Saleh, bisa membuat kegaduhan politik ditengah konsentrasi penanganan pandemi.

"Sesuatu yang bertentangan dengan UUD 1945 itu tidak boleh dibesar-besarkan, itu bisa bikin gaduh, polemik sehingga harus segera dihentikan," tegas Saleh.

Lagipula, sambungnya, usulan presiden 3 periode sudah berulangkali ditolak langsung oleh Jokowi. Bahkan, Jokowi bilang wacana itu menampar mukanya sendiri. 

"Karena itu, tentu beliau tidak ingin menjadi presiden ketiga kali, ia tidak mau mengingkari amanat reformasi," jelas Saleh.

Saleh pun meminta seluruh elemen masyarakat untuk tak lagi meributkan ihwal jabatan presiden tiga periode. 

"Hentikan saja rencana itu. Jangan kita malah fokus urusin presiden tiga periode, memperkeruh suasana, bikin gaduh," katanya.

Senada dengan itu, Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena menegaskan bahwa Pancasila dan UUD 1945 adalah dasar negara yang tak bisa diperdebatkan lagi. Sebab, meski batang tubuh UUD 1945 bisa diamandemen, tetapi hal tersebut tidak lah mudah karena syarat pengajuan perubahan minimal 1/3 dari jumlah anggota MPR.

Hal ini dikatakan Idris menanggapi wacana amandemen UUD 1945 terkait masa jabatan presiden yang diusulkan dapat diubah menjadi 3 periode.

"Adapun Pembukaan Undang-undang Dasar Negara 1945 sudah menjadi konsensus bahwa tidak boleh diubah," ujar Idris kepada wartawan, Senin, 21 Juni.

Politikus Golkar itu pun mengomentari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyebut, sebanyak 74 persen masyarakat menginginkan adanya batas jabatan presiden hanya 2 periode. 

Idris menilai, persepsi tersebut harus dipertahankan. Pasalnya, hal itu sudah sejalan dengan semangat reformasi yang telah diperjuangkan. 

"Karena itu, kita patut mengapresiasi sikap tegas Presiden Jokowi menolak 3 periode," tegas legislator Riau itu.

Mantan Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Amin itu sangat menyayangkan apabila isu 3 periode presiden ini terus muncul dan digulirkan. Terlebih, Jokowi sendiri tengah fokus mengatasi pandemi.

Sementara, soal hasil survei yang menyatakan bahwa mayoritas warga tidak setuju Jokowi maju kembali dalam Pilpres 2024, anggota DPR empat periode itu menilai sudah sesuai dengan pasal 7 UUD 1945. 

"Di sana disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan," jelasnya.

Menurutnya, mayoritas warga berpendidikan tinggi yang menolak gagasan pencalonan kembali Jokowi dalam Pilpres 2024, menunjukkan bahwa masyarakat ingin agar konstitusi dijalankan secara konsekuen. 

"Karena itu, penegasan Jokowi yang menyatakan bahwa yang menginginkan maju kembali yang ketiga kalinya ingin menjerumuskan, bisa saja menjadi kenyataan," tegas Idris.

Pakar Hukum

Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengkritik munculnya kembali wacana masa jabatan presiden 3 periode. Menurutnya, narasi tersebut sangat tidak tepat digaungkan di tengah kondisi bangsa yang saat ini sedang melawan pandemi COVID-19.

“Menyuarakan hal itu memang hak berekspresi dalam iklim demokrasi. Tapi tidak tepat jika disampaikan saat ini mengingat Indonesia sedang berupaya menangani COVID-19,” ujar Suparji, Senin, 21 Juni.

Terlebih, lanjutnya, wacana presiden 3 periode belum memiliki legitimasi hukum positif. Sebab, konstitusi sudah mengamanatkan bahwa masa jabatan presiden dibatasi hanya 2 dua periode.

Dijelaskannya, dalam Pasal 9 UUD 1945 menyatakan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Maka presiden 3 periode pada saat ini belum sesuai konstitusi,” tegas Suparji.

Lantaran bertabrakan dengan konstitusi, kata Suparji, wajar apabila mayoritas masyarakat menolak wacana tersebut. Bahkan, isu yang beredar di media sosial tersebut bisa didalami apakah mengandung unsur pasal 15 atau 15 UU Nomor 1946 tentang penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran. 

"Karena konstitusi jelas mengatakan bahwa jabatan presiden dan wakil presiden hanya bisa 2 periode. Tapi kok memberitakan untuk dicalonkan lagi," ujarnya.

Untuk itu, Suparji berharap kepada akademisi, peneliti dan aktivisi politik untuk bernarasi sesuai konstitusi dan teori politik yang baik. Sebab, narasi sesat itu perlu segera dihentikan.

“Akademisi bertugas meluruskan narasi-narasi yang bertentangan dengan konstitusi. Bukan justru mengatasnamakan rakyat untuk melanggarnya,” tutur dia. 

Relawan Jokowi

Sekretariat Nasional Joko Widodo (Seknas Jokowi) menilai aspirasi 3 periode presiden tersebut lebih baik dihentikan karena melanggar konstitusi.

Dalam UUD 1945 Pasal 7 disebutkan: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Sebagai bentuk aspirasi ya sah-sah saja tapi jika aspirasi itu melanggar konstitusi, sebaiknya di hentikan. Karena bisa merusak bahkan menjerumuskan Presiden Joko Widodo," kata Sekjen Seknas Jokowi, Dedy Mawardi, Senin, 21 Juni.

Dedy menegaskan bahwa Presiden Jokowi juga pun telah berkali-kali menolak masa jabat presiden menjadi 3 periode. Menurutnya wacana tersebut malah bisa menjerumuskan Presiden Jokowi.

Di sisi lain, Dedy menegaskan bahwa Seknas Jokowi tidak terlibat dalam pembentukan komunitas relawan JokPro 2024.

"Seknas Jokowi tidak terlibat dalam pembentukan organ relawan JokPro," katanya.