Ombudsman Sebut Kapolri Tak Bisa Langsung Setuju Jalur Sepeda Permanen Dibongkar Tanpa Diskusi dengan Anies
JAKARTA - Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho menganggap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tak bisa langsung menyetujui usulan dari DPR RI untuk membongkar jalur sepeda permanen di Jalan Sudirman-Thamrin.
Menurut Teguh, kepolisian harus melakukan dialog secara intens dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beserta jajaran Pemprov DKI terlebih dahulu.
Juga, membuka partisipasi publik dan membuat kajian berbasis bukti (evidence based) serta persesuaian dengan regulasi yang ada sebelum memutuskan pembongkaran atau tidak.
“Polri tidak serta merta bisa langsung menyetujui usulan untuk melakukan pembongkaran pembatas jalur sepeda tanpa berdialog intens dengan Pemprov DKI," kata Teguh kepada wartawan, Jumat, 18 Juni.
Teguh bilang, hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda.
Di dalam peraturan tersebut, Pasal 13 Ayat (3) huruf d menyatakan bahwa penetapan untuk lajur sepeda dan/atau jalur sepeda yang berada di jalan kolektor primer yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten atau kota, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibu kota kabupaten atau kota, dan jalan strategis provinsi di wilayah DKI ditetapkan oleh Gubernur DKI.
Baca juga:
- Watak Elitis Pembuat Kebijakan dalam Rencana Pembongkaran Jalur Sepeda Sudirman
- Usul Jalur Sepeda yang Dibangun Anies Dibongkar, Ombudsman Jakarta Minta Dikaji
- Kapolri Sigit Ingin Jalur Sepeda Permanen Dibongkar, DPRD Fraksi PAN: Tidak Bijak!
- KPK Ingatkan ICW dan Pihak Lain Tak Sampaikan Tudingan Keliru Terkait Hasil TWK
Lalu, pada Ayat (4) huruf f terkait ketetentuan mengenai perlunya standar jalur sepeda, termasuk pembatas antara jalur sepeda dengan di peraturan yang sama, memang mewajibkan adanya pembatas lalu lintas untuk jalur khusus sepeda yang berdampingan dengan jalur kendaraan bermotor.
“Ketentuan di dalam Permen tersebut pastinya sudah melewati kajian yang komprehensif dari Departemen Perhubungan sebelum mengundangkannya sebagai Peraturan Menteri untuk menjaga keselamatan para pengguna jalan, baik pengguna kendaraan bermotor, pesepeda maupun pejalan kaki,” jelas Teguh.
Teguh memandang, regulasi-regulasi tentang standar dan pemanfaatan jalan, jalur khusus pesepeda dan trotoar yang diatur dalam peraturan-peraturan Menteri Perhubungan sudah disusun dan ditetapkan berdasarkan kajian keilmuan sesuai dengan kompetensi Departemen Perhubungan.
“Maka jika ingin melakukan perubahan terhadap standar dan pemanfaatan jalan, jalur khusus atau pedestrian, harus dilakukan kajian terlebih dahulu oleh pihak yang ingin melakukan perubahan, termasuk Polri jika ingin menghapus pembatas jalur sepeda tersebut,” ungkap dia.
Diketahui sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengkaji ulang jalur sepeda permanen di Jalan Jenderal Sudirman-MH Thamrin yang dibuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Mohon kiranya Pak Kapolri evaluasi tentang jalur permanen sepeda yang sudah ada di Sudirman-Thamrin," kata Sahroni, dalam rapat kerja Komisi III DPR RI bersama Polri di Gedung Parlemen.
Bahkan, Sahroni menyarankan agar jalur sepeda permanen dengan biaya program sebesar Rp30 miliar itu untuk dibongkar. Sebab, selain rawan kecelakaan, jalur permanen itu menyulitkan kendaraan lain jika lalu lintas padat.
"Mohon kiranya Pak Kapolri dengan jajarannya, terutama ada Korlantas di sini untuk menyikapi jalur permanen dikaji ulang. Bila perlu dibongkar dan semua pelaku jalan bisa menggunakan jalan tersebut," ungkapnya.
Menangapi hal itu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sepakat dengan usulan dari Komisi III DPR RI yang meminta jalur sepeda permanen dibongkar.
"Prinsipnya, terkait dengan jalur sepeda kami akan terus mencari formula yang pas. Kami setuju masalah yang (jalur) permanen dibongkar saja," ujar Sigit.