Saat Wakil Ketua KPK Tanyakan Alasan Pemanggilan Komnas HAM Terkait TWK
JAKARTA - Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi sorotan setelah tak hadir saat dipanggil oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait dugaan pelanggaran hak asasi yang terjadi saat proses Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Belakangan, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron angkat bicara dan mempertanyakan alasan pemanggilan tersebut.
Kepada wartawan, Ghufron mengatakan pihaknya menghormati kerja yang dilakukan Komnas HAM dalam mengusut dugaan pelanggaran dalam proses TWK. Tapi, dia menganggap pemanggilan ini tak jelas dan hal inilah yang membuat pimpinan KPK memilih mengirim surat daripada menghadiri undangan Komnas HAM pada Selasa, 8 Juni lalu.
"KPK menyampaikan alasan bahwa kami butuh kepastian yang akan dimintai keterangan kepada kami itu berkaitan dengan dugaan pelanggaran HAM apa," kata Ghufron kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 11 Juni.
Menurutnya, hal ini penting karena para pimpinan komisi antirasuah membutuhkan kepastian pelanggaran apa yang sudah dilakukan dalam proses tes sebagai syarat alih status pegawainya tersebut. Ghufron mengatakan, kepastian ini penting untuk menyiapkan dokumen yang diperlukan.
Lagipula, kepastian hukum ini sudah diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 di mana pada Pasal 3 tertulis tiap orang berhak mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum."Nah, salah satu kepastian hukum itu adalah kepastian undangan tersebut dalam rangka apa," tegasnya.
Lebih lanjut, dirinya bahkan membandingkan pemanggilan yang dilakukan Komnas HAM dengan KPK. Menurutnya, anak buahnya selalu jelas ketika akan memanggil seseorang untuk dimintai keterangan dalam sebuah kasus korupsi.
"KPK selalu mengundang, meminta keterangan saksi itu selalu jelas. Misalnya, si X diminta keterangannya dalam dugaan korupsi pasal berapa," ujarnya.
"Karena enggak jelas, kami enggak berikan (pernyataan, red) kemudian kami bertanya. Sesungguhnya kan dari pelapor jelas. Mereka mengadukan pimpinan KPK atas dugaan pelanggaran HAM apa? Supaya kami ke sana juga memiliki kepastian dan dokumen yang disiapkan pun jelas," imbuh Ghufron.
Mendengar pernyataan dari Ghufron, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana angkat bicara. Dia menyebut pertanyaan yang muncul dari pimpinan KPK itu dirasa absurd.
Apalagi, selama sebulan terakhir ini sudah banyak kesaksian dari 75 pegawai KPK nonaktif yang menyuarakan berbagai kejanggalan saat proses TWK berlangsung. Termasuk, terkait pertanyaan yang disampaikan oleh para asesor.
Baca juga:
- Perlawanan Pegawai KPK Terus Berlangsung, Berharap Tak Sampai November Mendatang
- Tanah 16 Ribu Meter Milik Eks Bupati Lampung Utara Disita, KPK: Upaya Asset Recovery dengan Menyita Harta Koruptor
- Panggilan Komnas HAM Soal TWK Novel Baswedan Cs Tak Jelas, KPK: Langgar HAM Apa? Pastikan Dulu!
- Firli Dilaporkan Lagi ke Dewan Pengawas KPK oleh ICW, Kali Ini Gara-gara Naik Helikopter
"Mayoritas pertanyaan yang diajukan tidak relevan, menyinggung ranah pribadi, bahkan melecehkan perempuan," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya.
Dia juga menganggap keterangan yang disampaikan oleh Ghufron berbelit dan tak menyasar substansi polemik TWK ini. Menurutnya, sebagai pejabat publik dan penegak hukum, seharusnya seluruh pimpinan KPK bisa memenuhi panggilan Komnas HAM.
"ICW mendesak agar pimpinan KPK tidak bersembunyi atau kabur dari permasalah TWK yang jelas dan terang benderang telah melanggar HAM 75 pegawai," tegas Kurnia.
"Jika kemudian panggilan selanjutnya juga tidak datang maka lebih baik mereka mengundurkan diri saja sebagai pimpinan," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM memang melakukan pemanggilan terhadap pimpinan KPK pagar mereka dapat mengklarifikasi dugaan pelanggaran hak asasi dalam proses TWK. Dugaan ini dilaporkan oleh perwakilan 75 pegawai komisi antirasuah yang dinyatakan tak lolos sehingga dinonaktifkan dari pekerjaan mereka.
Setelah tak hadir dalam pemanggilan pertama, Komnas HAM kembali memanggil pimpinan KPK pada Selasa, 15 Juni mendatang. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan klarifikasi dari dua belah pihak, baik dari pegawai yang mengadu dan pimpinan KPK yang diadukan.
Sebagai informasi, Tes Wawasan Kebangsaan diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.
Sementara 75 pegawai termasuk Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujanarko dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sedangkan dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.