Kurva Landai Penyebaran COVID-19 Tak Bisa Dilihat dari Data Harian

JAKARTA - Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, istilah kurva landai yang kerap disampaikan saat pemerintah menjelaskan mengenai kondisi penyebaran COVID-19 di Indonesia, tak bisa dilihat dalam satu hari. Kata dia, kurva itu harus dilihat secara mingguan.

"Jadi sebenarnya yang dimaksud kurva melandai ini adalah sebuah tren yang dilihat tak bisa harian namun mingguan," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 11 Mei.

Alasannya, tren ini bisa dilihat dari kurva yang terbentuk lewat data penambahan kasus baru COVID-19 tiap harinya. Sehingga, agar makin jelas, data ini harus terkumpul terlebih dahulu selama satu minggu.

"Apabila tren mingguannya makin lama makin menurun, tidak harus banyak tetapi menurun terus. Itulah yang disebut melandai. Kurvanya tidak melandai, namun konteksnya laju penambahan menurun," ungkap dia.

Wiku menambahkan, hingga saat ini, kasus penyebaran COVID-19 di beberapa daerah, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan provinsi lainnya, cenderung fluktuatif.

Di DKI Jakarta misalnya, pada bulan April sempat tinggi, kemudian menurun sebelum akhirnya naik lagi. Dia menyebut, naiknya angka ini karena makin banyak pengujian spesimen melalui metode polymerase chain reaction (PCR). Dari contoh inilah, lanjut Wiku, tak bisa membaca kurva penyebaran hanya dari data harian.

Selain itu, lanjutnya, untuk membaca kurva penyebaran virus ini, tak bisa hanya melihat jumlah penyebaran di tingkat nasional. Melainkan juga harus melihat tingkat daerah.

"Inilah yang harusnya menjadi alat navigasi. Satu data ini penting sekali untuk menunjukkan trennya. Nanti, apabila terjadi beberapa aktivitas ekonomi dibuka, dasarnya harus melihat dari pers daerah. Bukan hanya nasional," ungkap dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, kasus penyebaran COVID-19 di Indonesia sejak 7 Mei yang lalu terus mengalami penurunan, meski tidak drastis.

"Keadaan peta COVID-19 per 7 Mei ada kecenderungan angka kasus terjadi di Indonesia mengalami penurunan walaupun tidak terlalu drastis," kata Muhadjir dalam konferensi pers secara daring yang ditayangkan di akun Sekretariat Presiden, Jumat, 8 Mei.

Sebab, kata dia, penambahan kasus baru di Indonesia tidak sampai menembus 500. Hal ini yang memperngauri semakin turunnya kasus penyebaran. Pemerintah berharap, kedepan kasus ini akan terus menurun.

"Kami bersyukur karena angka kasus kita rata-rata masih rendah dan bisa dilihat kasus perhari di bawah 500. Sementara untuk kesembuhan semakin tinggi sudah mendekati 300 perhari dan angka kematian landai tidak ada penambahan yang cukup drastis," jelas dia.

Hanya saja, sehari setelah klaim yang disampaikan oleh Muhadjir, pemerintah justru menyebut ada 533 kasus baru COVID-19 di Indonesia pada Sabtu, 9 Mei. 

Belakangan, menurut pemerintah penambahan ini begitu masif ini terjadi setelah pengujian spesimen dengan metode PCR makin banyak dilaksanakan dan diutamakan bagi mereka yang masuk dalam kategori orang dalam pengawasan dan orang tanpa gejala (OTG).