Dicecar DPR Soal Penerima Bansos, Mensos Juliari Batubara: 100 Persen Kami Pakai Data dari Daerah
JAKARTA - Kementerian Sosial mengungkap, data yang digunakan untuk menyalurkan bantuan sosial adalah data yang didapatkan dari daerah. Data tersebut memang tidak diverifikasi kembali, sebab di masa pandemi virus corona atau COVID-19, pemerintah mengaku tidak punya waktu banyak.
Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan, bantuan sosial di tengah pandemi ini sifatnya hanya bantalan. Karena itu, pemerintah harus gerak cepat menyalurkan bantuan. Semua data yang dipakai didapat dari dinas sosial masing-masing daerah.
"Mau tidak mau suka atau tidak suka. Kami memang hampir bisa dibilang 100 persen mengambil data yang dikirimkan oleh daerah Sehingga kelayakan atau tidak kelayakan dari calon-calon penerima bantuan sosial yang kami terima itu memang bukan tanggung jawab kami," tuturnya, dalam rapat kerja secara virtual dengan Komisi VIII, Rabu, 6 Mei.
Juliari beralasan, daerah yang lebih memahami kondisi warganya, termasuk mengenai pendataan calon penerima bantuan. Ia menjelaskan, yang dimaksud daerah adalah kepala daerah sampai ke tingkat desa maupun kelurahan.
Selain itu, Juliari mengungkap, banyak pihak yang tidak percaya mengenai data yang ada di Kementerian Sosial. Padahal, kata dia, data yang saat ini paling valid dan dapat diandalkan adalah data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Di mana, data tersebut didapat langsung dari daerah melalui dinas soial.
Lebih lanjut, Juliari mengatakan, alasan menggunakan data DTKS karena data ini selalu dilakukan pembaharuan selama tiga bulan sekali. Sehingga, dalam kondisi ini data tersebut yang paling dapat untuk digunakan.
"Orang tidak mengetahui bahwa data yang dari kami itu data dari bawah. Dalam waktu yang abnormal ini, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, semua orang sudah teriak belum mendapatkan bantuan, kan kasihan," katanya.
Sulit Mendata
Juliari mengakui, sulitnya melakukan pendataan masyarakat miskin yang berhak menerima bantuan sosial. Karena itu, dia menyayangkan, jika ada pihak yang menganggap pendataan adalah sesuatu yang mudah.
Baca juga:
"Sekarang tiba-tiba semakin banyak orang yang menjadi ahli soal data. Menganggap data itu sesuatu yang mudah, suatu hal yang simpel. Padahal kita ini negara kepulauan dengan penduduk 270 juta dengan sekian ribu bahasa, dengan sekian ratus adat istiadat, juga tentunya memiliki kearifan lokal tersendiri, termasuk juga dalam hal pendataan," ucapnya.
Tak hanya itu, menurut Juliari, tidak semua daerah mudah untuk dilakukan pendataan. Apalagi, kualitas sumber daya manusia (SDM) di level terbawah tidak sama antara daerah satu dengan daerah lain dalam melakukan pendataan.
"Kami sangat tertolong apabila ada satu pihak yang bisa memberikan data sekian puluh juta orang dan dijamin netralitas, dijamin keakuratannya kami tinggal pakai, selesai," tegasnya.
Distorsi di Lapisan Bawah
Juliari mengungkap, salah satu faktor permasalahan data penerima bantuan sosial karena pemerintah daerah tidak paham pendataan di level bawah, khususnya di jajaran dinas sosial.
Lebih lanjut, dia mengungkap, distorsi seringkali terjadi di dinas sosial. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah unsur like and dislike antara dinas sosial dengan kepala desa. Sehingga data yang diterima pemerintah pusat dari dinas sosial sangat mungkin berbeda dengan data yang dinas sosial terima dari desa.
"Distorsi ini terjadi karena mungkin kita sama-sama tahu, kita sama-sama orang politik mungkin ada faktor politiknya, mungkin ada faktor like and dislike antara dinas sosial dengan kepala desa yang memberikan dana. Ini sangat teknis dan sangat dinamis di lapangan. Kita semua orang politik, kita paham hal-hal seperti ini," tuturnya.
Juliari menjelaskan, data yang diberikan oleh dinas sosial itu lah yang dipakai oleh pemerintah pusat. Namun, dia mengaku, tidak dapat memastikan apakah data yang diberikan desa atau kelurahan sama dengan yang dikirimkan dinas sosial.
"Apakah data yang dikirimkan dinas sosial untuk daerah ke kami sama? Kami tidak tahu. Karena kami terimanya dari dinas sosial," jelasnya.
Sebelumnya, di dalam rapat kerja Komisi VIII dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Desa Pembangungan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Menteri Sosial dicecar pertanyaan oleh anggota komisi mengenai data masyarakat yang menerima bantuan sosial.