Pertama Kalinya, 'Massacre in Korea' Tampil di Korea Selatan
JAKARTA - Kanvas selebar dua meter yang terang-benderang menangkap momen tragis sejarah manusia yang telah berulang kali terjadi, massa tak berwajah dari tentara berpakaian besi dengan kuat memegang senjata dan pedang mereka, siap melepaskan tembakan ke kerumunan wanita yang tak berdaya dan anak-anak.
Air mata membasahi wajah beberapa wanita dan anak-anak ini saat mereka meratap, bersembunyi, dan melarikan diri dalam ketakutan. Lainnya, dicekam ketakutan, memilih untuk bertemu dengan tatapan penonton. Seorang anak, sibuk bermain sendiri dalam ketidaktahuan yang membahagiakan, ironisnya mengalihkan perhatian penonton ke tragedi yang akan datang.
Kontras mencolok antara tentara bersenjata dan warga sipil tak berdosa, yang selanjutnya disorot oleh aliran sungai yang memisahkan kedua kelompok, digambarkan dalam lukisan 'Massacre in Korea' atau 'Pembantaian di Korea' karya Pablo Picasso.
Sebuah lukisan anti-perang yang diselesaikan oleh ahli seni modern pada Januari 1951 , hanya enam bulan setelah Perang Korea (1950-1953) meletus.
Sebagai satu-satunya karya seni Picasso yang mengabadikan bab berdarah dari sejarah Korea ini, lukisan itu ditampilkan Korea Selatan untuk pertama kalinya setelah 70 tahun pembuatannya. Ini adalah satu dari lebih dari 100 karya yang dipamerkan dalam 'Picasso, Into the Myth,' pameran berskala besar pertama di Korea Selatan yang menghadirkan koleksi terpilih dari Musee Picasso, Paris di Pusat Seni Seoul, Korea Selatan.
Meskipun sebagian besar diabaikan dibandingkan dengan rekan-rekannya, 'Massacre in Korea' dikenal sebagai bagian ketiga dari seri lukisan anti-perang Picasso, bersama dengan 'Guernica' (1937)yang menggambarkan lokasi pemboman Kota Guernica di Spanyol oleh NAZI Jerman dan Fasis Italia. Serta 'The Charnel House' (1944-45)yang dikatakan menggambarkan tumpukan mayat akibat Holocaust.
Karya seni ini memang tidak didasarkan pada peristiwa tertentu yang terjadi selama Perang Korea. Itu juga sengaja membuat identitas dan kebangsaan tentara tidak jelas dengan menampilkan mereka dalam campuran gaya abad pertengahan dan futuristik.
Picasso sendiri pernah berkata dalam sebuah wawancara, karya itu hanya ada untuk mengungkap sifat yang lebih besar dari kebrutalan dan irasionalitas perang, dengan pembantaian berdarah dingin terhadap warga sipil yang digambarkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Namun, berbeda dengan lukisan anti-perang 'Guernica' dan 'The Charnel House' yang berlatar hitam-putih, Picasso melukis 'Massacre in Korea' dengan latar belakang hijau.
"Tidak seperti dua lukisan anti-perang sebelumnya yang dikerjakan Picasso saat peristiwa telah terjadi. 'Massacre in Korea' dilukis oleh Picasso saat perang itu masih berlangsung," terang Direktur Pameran Seo Soun-jou, melansir Korea Times.
"Seniman itu pasti tahu bahwa perang adalah sesuatu yang pasti akan terjadi, berakhir dan digantikan oleh awal baru yang penuh harapan. Melalui penggunaan warna hijau, dapat dibaca bahwa Picasso ingin lebih menekankan pesan perdamaian dan harapan daripada perang," lanjutnya.
Ia menambahkan, serial anti-perang sang seniman memberikan kesempatan untuk mempertimbangkan kembali peran seni dalam masyarakat modern.
"Sementara banyak karya seni di masa lalu biasanya hanya berfungsi sebagai dekorasi rumah dan item preferensi pribadi, Picasso menanamkan lukisan ini dengan kekuatan menyampaikan pesan sosial yang kritis," tandasnya.
Diselenggarakan oleh Museum Seni Vichae, pameran retrospektif, 'Picasso, Into the Myth,' menampilkan penggalan kehidupan Picasso selama 70 tahun, sejak kelahiran kubisme di awal 1900-an hingga hari-hari terakhirnya. Barang-barang yang dipamerkan tidak terbatas pada lukisannya, tetapi juga termasuk patung, keramik, dan seri sketsa \Vollard Suite'.
Baca juga:
- Karya-karya Pablo Picasso yang Menjadikannya Abadi
- Beli Tanah di Pulau Yeongjong, Moderna Bakal Bangun Pabrik Vaksin COVID-19 di Korea Selatan?
- Dua Tentara Korban Perang Korea Berhasil Diidentifikasi, Tewas Dalam Pertempuran Tahun 1951
- Penelitian Ungkap Ginseng Merah Korea Bantu Tingkatkan Kinerja Vaksin
Picasso merevolusi sejarah seni Barat sepanjang abad ke-20, terutama sebagai salah satu penemu utama kubisme, dengan karyanya yang terkenal 'Les Demoiselles d'Avignon' pada tahun 1907.
"Kubisme membawa perubahan monumental pada seni Barat dengan meruntuhkan ratusan tahun tradisi periode Renaisans berdasarkan perspektif linier dan kontras antara terang dan gelap," papar Seo.
"Itu adalah upaya untuk mengubah karya seni dua dimensi menjadi bentuk abstrak, tiga dimensi, dengan menggambarkan objek yang dilihat dari banyak sudut pandang sekaligus. Kubisme mengilhami banyak gerakan modernis lainnya di abad ke-20," pungkasnya.