Tesla, Pusat Data dan Kekhawatiran Keamanan Nasional China

JAKARTA - Produsen mobil listrik Tesla menyebut akan membangun pusat data di Shanghai pada akhir Juni mendatang. Tujuannya, untuk menangani data yang dikumpulkan dari kendaraan listrik konsumen.

Pengumuman ini keluar saat China mengkhawatirkan soal keamanan dan privasi yang ditimbulkan dari kamera internal di produk Tesla. Militer China pun melarang mobil Tesla memasuki komplek militer. Sementara, Pemerintah China pun membatasi penggunaan mobil Tesla, terkait kekhawatiran menjadi sumber kebocoran keamanan nasional. 

Rencana pembangunan pusat data ini dikonfirmasi oleh Wakil Presiden Global Tesla Grace Tao Lin, seperti dikutip oleh 21st Century Business Herald. Kendati, belum ada tanggapan dari pihak Tesla.

Pekan lalu, Tao berusaha menenangkan China dengan menyebut, data yang dikumpulkan dari mobil listrik Tesla di China disimpan di negara tersebut. 

Tao Lin mengatakan hal ini usai mengikuti forum meja bundar yang diadakan oleh Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, perencana ekonomi China.

"Pengumpulan informasi oleh semua mobil pintar di masa depan dapat mengikuti konfigurasi standar. Dalam proses ini, perlu bekerja sama dengan otoritas regulasi di semua tingkatan, untuk merumuskan rencana komprehensif agar konsumen dapat menikmati kenyamanan dan keamanan," sebut Tao melansir Global Times, Rabu 14 April.

Sementara, CEO Tesla Elon Musk menuturkan, perusahaan tidak akan pernah menggunakan produknya untuk memata-matai negara mana pun. Ia menegaskan, pihaknya akan menutup perusahaan apabila mobil listrik buatan Tesla dimanfaatkan untuk melakukan spionase.

"Ada dorongan yang sangat kuat bagi kami untuk sangat merahasiakan informasi apa pun. Jika Tesla menggunakan mobil untuk mata-matai China atau di mana pun, kami akan ditutup," ujar Musk dalam sebuah forum bertajuk China Development Forum yang diselenggarakan secara online.

Ilustrasi kemudi Tesla. (Unsplash/Roberto Nickson)

Data & informasi

Terkait dengan informasi dan data pribadi, Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi (MIIT) China bulan ini meluncurkan rancangan peraturan yang menetapkan, informasi pribadi dan data penting yang dikumpulkan dan dihasilkan selama operasi di dalam negeri harus tetap berada di dalam wilayah tersebut, dengan referensi khusus untuk pembuat kendaraan pintar seperti Tesla.

Jauh sebelumnya, China telah meminta perusahaan asing untuk menyimpan data pengguna di negaranya sendiri sejak 2017, ketika Undang-Undang Keamanan Siber diberlakukan.

Bisnis asing di China diharuskan untuk mematuhi peraturan jika mereka ingin mengakses konsumen China. Pada awal 2018, misalnya, Apple memutuskan untuk menghosting akun iCloud pengguna China di pusat data China baru di Guizhou.

Langkah ini berarti bahwa otoritas China dapat meminta Apple secara langsung untuk menyerahkan data iCloud pengguna China, tanpa harus melalui sistem hukum Amerika Serikat (AS) untuk mengambil data yang disimpan di AS.

Analis mengatakan, mengamankan sejumlah besar data yang sekarang berasal dari kendaraan hadir dengan kerumitannya sendiri. Data kendaraan mencakup berbagai kategori, dari informasi pengguna pribadi hingga data tentang kendaraan itu sendiri, menurut analis utama Forrester Charlie Dai.

"Meskipun privasi pengguna penting, data juga penting untuk keselamatan pengemudi dan keamanan nasional. Sangat penting untuk memastikan penyimpanan lokal yang sesuai untuk data kendaraan. Karena hal ini akan mendorong kolaborasi ekosistem antara produsen internasional dan mitra lokal," kata Dai, melansir Korea Times, Rabu 21 April. 

Ilustrasi Tesla. (Unsplash/Tunde Abati)

China tidak unik dalam membangun kerangka hukum untuk teknologi yang akan datang, seperti kendaraan otonom sekaligus mendorong perlindungan hukum atas data pengguna.

Namun, negara tersebut secara tradisional menganggap data lokasi sensitif. Misalnya, ketika Coca Cola memutuskan untuk melengkapi truknya dengan pelacak GPS pada tahun 2013 untuk efisiensi yang lebih baik, perusahaan tersebut akhirnya diselidiki untuk pemetaan ilegal area sensitif.

Bagi otoritas China, mengirimkan data mobil pintar ke luar negeri akan menjadi masalah karena berbagai alasan, kata Mark Schaub dan Atticus Zhao, pengacara yang berspesialisasi dalam industri otomotif di Grup Korporat & Sekuritas King & Wood Mallesons.

"Pertama, mereka akan melihatnya sebagai informasi pribadi konsumen China. Kedua, akan ada transfer dalam jumlah besar. Ketiga, informasi yang ditransfer ke luar negeri akan sensitif, karena mengandung informasi geospasial yang akan menunjukkan kemana dan bagaimana orang-orang bergerak," papar kata Schaub

Rancangan pedoman China juga dimaksudkan untuk membahas area penting lainnya untuk mobil pintar, yaitu keamanan siber. Saat mobil dilengkapi dengan lebih banyak perangkat lunak yang terhubung ke internet, mendukung segalanya mulai dari sistem hiburan hingga fitur mengemudi otonom, mereka juga terbuka terhadap lebih banyak serangan keamanan siber.

Hal ini tidak hanya membahayakan seluruh sistem transportasi dan logistik, tetapi juga membahayakan nyawa masyarakat. Ini sudah terbukti menjadi masalah yang mahal bagi beberapa pembuat mobil.

Produsen mobil Chrysler menarik 1,4 juta kendaraan pada 2015 setelah sepasang peretas menunjukkan bahwa mereka dapat membajak Jeep dari jarak jauh melalui sistem hiburan yang terhubung ke internet.