PM Malaysia Najib Razak Dikecam Ikut Aksi Solidaritas Rohingya dalam Memori Hari Ini, 4 Desember 2016

JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 4 Desember 2016, Perdana Menteri (PM), Najib Razak dikecam seisi Malaysia karena ikut aksi solidaritas Rohingya. Kecaman itu diarahkan karena Najib adalah pemangku kebijakan harusnya mengambil tindakan, bukan ikut aksi.

Sebelumnya, pemerintah junta militer sudah sejak dulu tak menghendaki orang Rohingya hidup di tanah Myamar. Tindakan mereka melakukan genosida ke etnis Rohingya mengebohkan dunia. Seisi dunia lalu mengutuk tindakan Myanmar.

Tiada yang ingin hidup sebagai etnis yang tak diakui negara. Orang Rohingya pun begitu. Mereka sudah turun-temurun hidup Rakhine justru merasakan ketidakadilan. Etnis mayoritas di Myanmar, Burma tak mau mengakui mereka.

Etnis yang bermayoritas agama Buddha itu tak menghendaki hadirnya orang Rohingya yang mayoritas beragama Islam. Pemerintah Myanmar tak mau kalah. Empunya kuasa justru secara resmi menyatakan orang Rohingya berstatus non-national pada 1982. Alias tak diakui sebagai ras yang ada di Myanmar.

Najib Razak yang pernah menjadi PM Malaysia era 2009-2018. (ANTARA)

Masalah itu melebar ke mana-mana. Sentimen ras mengemuka. Orang-orang Rohingya mulai merasakan nestapa. Mereka diancam. Mereka juga kerap dianiaya. Intinya tiada keadilan bagi orang Rohingya sehingga hidup dipaksa berselimut ketakutan.

Mereka yang tak kuat mencoba mencari jalan keluar sendiri. Opsi kabur jadi yang paling populer. Orang Rohingya mulai kabur ke beberapa negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia hingga Indonesia pada 2013. Pemerintah Myanmar membiarkannya.

Tindakan pemerintah Myanmar kian gegabah sedari Oktober 2016. Mereka menanggap adanya gerakan pemberontak di Rakhine. Alasan itu jadi pembenaran mereka untuk melakukan genosida kepada etnis Rohingya. Orang tua hingga anak-anak jadi korban – aksi genosida itu berlangsung berlangsung hingga awal 2017.

“Selama bertahun-tahun, masyarakat Rohingya menghadapi penganiayaan yang meluas oleh militer Myanmar, yang telah menggiring banyak orang ke kamp pengungsian. Pemerintah Myanmar membatasi akses mereka terhadap pendidikan dan layanan kesehatan.”

"Kebanyakan dari mereka telah dicabut kewarganegaraannya. Padahal Rakhine adalah rumah mereka,” terang Hana Beech dalam tulisannya di laman The New York Times berjudul Rohingya Crisis ‘Could Have Been Handled Better,’ Aung San Suu Kyi Says (2018).

Dunia ramai-ramai  mengecam tindakan pemerintah Myanmar. Rakyat Malaysia pun tak mau kalah. Mereka menggelar aksi solidaritas Rohingya secara besar-besaran di Kuala Lumpur pada 4 Desember 2016. Aksi itu didatangi pula oleh pesohor negeri.

Bahkan, PM Malaysia Najib Razak ikut bergabung sebagai massa aksi. Alih-alih kehadirannya mendapatkan sambutan meriah, Najib justru banjir kecaman. Najib dianggap tak memahami fungsinya sebagai PM.

Najib harusnya dapat melakukan gebrakan dengan memutus hubungan diplomatik dengan Myanmar atau serangkaian tindakan lainnya. Namun, hal yang pilih najib justru turun ke jalan. Rakyat Malaysia pun merasa heran karena mereka aksi turun ke jalan untuk memaksa pemerintah Malaysia mengambil tindakan tegas. Jika pemerintahnya ikut demonstrasi, maka tiada yang melakukan tindakan.

"Jika kita memerintah, usulan saya adalah memutus hubungan diplomatik untuk menunjukkan ketidaksenangan kita terhadap perlakuan yang dialami Rohingya. Ketika ia (Najib) menjabat PM, ia pergi ke demonstrasi. Siapa yang diprotesnya?" kata mantan PM Malaysia, Mahathir Mohamad mengkritik Najib dikutip laman BBC, 4 Desember 2016.