Menunggu Jawaban Menkes soal Pengajuan Status PSBB dari Anies
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku mengirimkan surat usulan penetapan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto hari ini.
Sebab, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Permintaan perizinan status tersebut dilaporkan Anies kepada Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin dalam rapat lewat video conference di kantor masing-masing.
"Hari ini kita akan mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan, meminta kepada Menteri Kesehatan untuk segera menetapkan PSBB untuk Jakarta," tutur Anies, Kamis, 2 April.
Penetapan status PSBB menjadi penting bagi Anies. Sebab, Anies mesti menekan penambahan jumlah kasus positif di DKI, yang mana menjadi provinsi dengan jumlah kasus terbanyak se-Indonesia.
Per hari ini, kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta mengalami pertambahan 91 kasus. Sehari sebelumnya, kasus positif berjumlah 794, hari ini naik menjadi 885 kasus.
Dari total kasus, sebanyak 562 pasien dirawat di rumah sakit, 181 isolasi mandiri di rumah, 52 orang sembuh, dan 90 orang meninggal dunia. Artinya, angka kematian (case fatality) Jakarta akibat virus corona berada di angka 10 persen.
"Angka itu dua kali lipat (lebih besar) dibandingkan angka rata-rata global, yang hanya 4,4 persen. Ini sangat mengkhawatirkan," ungkap mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Terlebih, sudah lebih dari 2 pekan Pemprov DKI telah menerapkan kebijakan yang setara dengan PSBB, seperti meliburkan sekolah, meminta kantor menerapkan kebijakan di kerja di rumah, mengurangi akses transportasi umum, menutup tempat wisata dan hiburan, serta menyetop kegiatan keagamaan di tempat ibadah.
Namun, hal itu masih belum cukup. Angka kasus positif COVID-19 masih terus naik. Pemprov DKI juga belum bisa melarang warga untuk tidak berkerumun serta menerapkan sanksi bagi yang melanggar.
Selain itu, Anies tak bisa menutup arus transportasi dari dan menuju Jakarta untuk mencegah penularan virus COVID-19 kian menyebar. Sebab, menurut rekomendasi dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pembatasan arus transportasi baru bisa dilakukan setelah mendapat status PSBB.
"Potensi penyebarannya (dalam arus transportasi) itu sangat tinggi. Jadi, ini perlu jadi perhatian dari pada pemerintah pusat," ucap Anies.
Tapi, ketika status PSBB DKI diberikan, Anies meminta kepada pemerintah pusat melakukan terobosan untuk mengatur kebijakan khusus di kawasan Jabodetabek. Sebab, kawasan ini tak hanya dipegang satu gubernur, melainkan tiga provinsi sekaligus, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
"Di dalam PP Nomor 21 itu, gubernur hanya bisa mengatur pergerakan di dalam satu provinsi. Sementara, epicenter-nya itu 3 provinsi, Pak (Wapres). Karena itu, kami mengusulkan agar ada kebijakan tersendiri untuk kawasan Jabodetabek," imbuhnya.
Baca juga:
Sebagai informasi, Deputi Bidang Komunikasi Politik Diseminasi Informasi KSP Juri Ardiantoro menjelaskan, bagi pemerintah daerah yang ingin menetapkan status PSBB di wilayah kepemimpinannya harus mendapat restu dari pemerintah pusat.
Mekanismenya, tiap gubernur, bupati, atau walikota mengusulkan penetapan status PSBB kepada Menteri Kesehatan. Dalam menanggapi usulan ini, Menteri Kesehatan meminta pertimbangan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo.
"Gugus Tugas menetapkan apakah daerah (yang diusulkan) itu ditujukan untuk diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau tidak," tutur Juri.
Setelah mendapat pertimbangan Gugus Tugas, Menteri Kesehatan lalu menetapkan daerah yang diusulkan oleh masing-masing pemerintah daerah mendapat status PSBB atau tidak.
"Wajib bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan keputusan Menteri Kesehatan yang berasal dari usulan pelaksanaan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19," ungkapnya.