Kenali Perbedaan Budaya Minum Teh di China dan Jepang
JAKARTA - Budaya minum teh begitu kental dengan masyarakat di Asia, terutama di China dan Jepang. Bahkan kedua negara itu sama-sama memiliki ritual minum teh dalam agenda tertentu. Lantas apa perbedaan kebiasaan minum teh dari keduanya?
Pemilik Siangming Tea House Suwarni Widjaja, yang telah mendapat sertifikat teh dari Kyoto Jepang dan gelar teh dari China, menjelaskan beberapa perbedaan upacara minum teh di China dan Jepang.
Perempuan yang juga bisa disebut sebagai ahli teh ini menyampaikan, upacara minum teh ala China umumnya dilakukan menggunakan alat-alat yang sederhana. Biasanya dimulai dengan mempersiapkan alat seduh dan penyaji seperti piring untuk menaruh teko kecil tempat menyeduh teh, piring besar untuk pot saji, serta cangkir teh kecil untuk tamu.
"Pot serve itu untuk menyajikan kepada gelas-gelas atau tamu-tamu. Karena gelas (pot saji) ini, dia tuh jadi adil, jadi semua orang minum hasil seduhanya sama. Enggak seperti satu-satu ditaruh di gelas," katanya, seperti dikutip Antara.
Kalau teh dari teko seduh langsung dituangkan ke cangkir satu per satu, ia melanjutkan, maka cangkir yang terakhir akan kebagian teh yang agak kental dan pahit. Suwarni juga menjelaskan filosofi di balik upacara minum teh ala China.
Ia menuturkan, gerakan mengangkat dan menaruh cangkir saat minum teh mengandung makna bahwa orang harus menerima apa yang didapat di dunia dan melepaskannya jika harus kembali kepada Tuhan.
Upacara minum teh dalam bahasa China disebut Cha Dao (dibaca: cha tao), yang artinya perjalanan atau jalur teh. Daun teh melalui perjalanan panjang dari proses penanaman, pemetikan, pemrosesan, sampai bisa disajikan sebagai minuman.
Upacara minum teh merupakan bentuk penghargaan terhadap kerja keras para petani teh dan rasa syukur terhadap pemberian Tuhan.
"Kita harus bisa menerima, oh ternyata teh seperti ini. Makanya sebelum kita minum, kita harus bersyukur dan berterima kasih karena petani, mereka susah untuk memetik sampai proses teh itu enggak gampang. Itulah yang kita harus menerima dan bersyukur," kata Suwarni.
Orang China biasa melakukan upacara minum teh pada hari besar atau perayaan Imlek. Tuan rumah yang biasa minum teh umumnya sudah menyediakan perlengkapan minum teh untuk tamu-tamu yang datang berkunjung.
Suwarni mengatakan bahwa jamuan minum teh di China lebih santai dan bersuasana kekeluargaan.
Tuan rumah dan tamu bisa bersantai bersama sambil menikmati teh dalam ritual minum teh ala China, berbeda dengan upacara minum teh Jepang.
Suwarni mengatakan, upacara minum teh di Jepang lebih tertib. Tamu-tamu yang mendapat sajian teh tidak boleh berbincang santai dengan tuan rumah atau orang yang menyajikan teh.
"Kalau kita di dalam ruangan tatami, itu kita tidak banyak bicara. Kita hanya memfokuskan tuan rumah membuat teh buat kita minum dan kita mempertanyakan hanya sebatas apa yang kita dapat. Misalnya tehnya dari mana, kuenya dari mana, peralatan yang dipakai, hanya itu saja komunikasinya," ujarnya.
Baca juga:
Tata cara menyeduh teh ala Jepang, menurut dia, juga lebih rumit dibandingkan ala China.
Dalam upacara minum teh China, seduhan teh terlebih dahulu dimasukkan ke pot saji sebelum dituangkan ke cangkir-cangkir minum.
Sedangkan dalam upacara minum teh Jepang, cara penyajian teh dilakukan sesuai dengan jenisnya.
Menurut Suwarni, teh encer disajikan dalam satu cawan untuk satu orang. Sedangkan teh kental disajikan dalam satu mangkok yang bisa diminum oleh tiga sampai lima orang.
Upacara minum teh Jepang juga mengandung makna filosofis sebagaimana ritual minum teh China.
Ritual minum teh ala Jepang menunjukkan manusia harus hidup harmonis dan damai tidak hanya dengan sesama, tetapi juga dengan lingkungan.
"Di Jepang ada empat kata, wakei seijaku, artinya ada kedamaian, harmoni, respect, unity, sebetulnya the way of tea itu semua sudah termasuk di dalamnya. Jadi kita harus berdamai, damai sama lingkungan, sama diri sendiri, sama berteman. Harmonis sama lingkungan juga," kata Suwarni.