Etnis Bersenjata Keluarkan Ancaman, China Minta Rezim Militer Myanmar Jamin Keamanan Pipas Migas Miliknya

JAKARTA - China meminta pertemuan dengan rezim militer Myanmar, terkait kekhawatiran atas proyek pipa kembar minyak dan gas alam (Migas) yang berkembang miliknya, sekaligus meminta jaminan perlindungan.

Ini bukan yang pertama kalinya. Pada akhir Februari lalu, China juga mengirim Direktur Jenderal Departemen Urusan Keamanan Eksternal di bawah Kementerian Luar Negeri China, Bai Tian, untuk meminta jaminan keamana pipa Migas miliknya. 

Permintaan ini kembali diutarakan China, setelah etnis bersenjata di Negara Bagian Shan utara, memperingatkan rezim militer Myanmar, mereka akan melanjutkan permusuhan jika pembunuhan brutal terhadap pengunjuk rasa antikudeta terus berlangsung.

Berbagai sumber di Naypyitaw mengonfirmasi kepada The Irrawaddy, sejumlah  pejabat China terus menekan rezim militer Myanmar untuk memperkuat langkah-langkah keamanan untuk jaringan pipa kembar, terutama di Negara Bagian Shan utara, di mana bentrokan dengan kelompok-kelompok etnis bersenjata kemungkinan besar akan sering terjadi. 

Diketahui, proyek ini memiliki panjang hampir 800 kilometer, terdiri dari jaringan pipa kembar yang berjalan paralel dari pelabuhan Kyaukphyu di Negara Bagian Rakhine di Teluk Benggala melalui wilayah Magwe dan Mandalay dan Negara Bagian Shan bagian utara sebelum memasuki China. 

Tangkapan layar pembangunan jaringan pipa migas di Myanmar. (YouTube/VOA News)

Perjanjian untuk proyek tersebut ditandatangani di bawah rezim militer pada tahun 2008. Pipa minyak mentah dirancang untuk mengangkut 22 juta ton per tahun. Sedangkan pipa gas alam dirancang untuk mengangkut 12 miliar meter kubik gas.

Peringatan baru-baru ini dari tiga kelompok etnis bersenjata bahwa mereka sedang mempertimbangkan dimulainya kembali pertempuran dan bergabung dengan pengunjuk rasa antikudeta dipandang membahayakan kepentingan Beijing, termasuk jaringan pipa. 

Sentimen anti-China telah tumbuh di Myanmar sejak kudeta, dengan banyak orang mencurigai Beijing mendukung militer. China telah berulang kali memblokir upaya di Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan terhadap para pemimpin kudeta Myanmar. Pengunjuk rasa anti-kudeta tidak hanya mendesak pemboikotan semua produk buatan China, tetapi juga menyerukan penargetan proyek investasi China di Myanmar.

Di antara sejumlah besar proyek yang didukung China, proyek pipa minyak dan gas telah menjadi sorotan, karena ini adalah yang terbesar di negara itu dan telah menjadi sumber kontroversi sejak 2013, memprovokasi pertentangan di antara masyarakat yang terkena dampak dan organisasi lingkungan.

China memperingatkan, kerusakan jaringan pipa milik mereka akan menyebabkan kerugian besar bagi kedua negara dan merusak kepercayaan di antara investor asing.

Peta pipa Migas milik China yang melintasi Myanmar. (Sumber: wikispooks.com)

Media China Global Times bulan lalu menyebut, pengunjuk rasa Myanmar bertanggung jawab atas serangan yang merusak 32 pabrik yang didukung China di Zona Industri Hlaingtharyar Yangon. Namun, para pengunjuk rasa membantah tuduhan tersebut, dengan mengatakan serangan itu adalah plot oleh militer untuk membenarkan tindakan keras yang lebih keras terhadap pengunjuk rasa.

Diberitakan sebelumnya, sebuah dokumen yang berisi pertemuan utusan China dengan rezim militer Myanmar pada 24 Februari lalu bocor ke publik. Dalam dokumen itu disebut, China meminta militer Myanmar memberikan pengamanan lebih baik, serta (data) intelijen tentang kelompok etnis minoritas bersenjata yang ada di jalur pipa minyak dan gas alam (Migas) milik China yang melintasi Myanmar. 

"Menjaga keamanan proyek kerja sama bilateral adalah tanggung jawab bersama baik China dan Myanmar. Ini juga akan menguntungkan operasi yang aman dari proyek kerjasama bilateral," kata Kementerian Luar Negeri China dalam menanggapi pertanyaan tentang dokumen tersebut, seperti melansir Reuters.

Pipa Migas dimaksud adalah proyek simbol kerja sama China dengan Myanmar yang dibuka pada tahun 2013. Memiliki nilai 1,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS), proyek ini membentang sepanjang 770 kilometer untuk mengalirkan minyak mentah, terutama dari Timur Tengah. 

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.