Kemenperin Luncurkan Buku Batik Berkelanjutan untuk Pertahankan Daya Saing di Era Digital
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) meluncurkan buku Batik Berkelanjutan: Rantai Pasok Industri 4.0 dan Penerapan Industri Batik 4.0, pada hari ini.
Peluncuran buku ini merupakan komitmen dari Kemenperin untuk terus mendukung dan mengembangkan industri batik. Mengingat, batik telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2 Oktober 2009 silam.
"Untuk mempertahankan daya saing di era digital yang semakin kompetitif, konsep keberlanjutan dalam industri batik tidak hanya sekadar melestarikan tradisi dan budaya, tetapi juga mendorong adaptasi teknologi. Terutama di era Industri 4.0," ujar Direktur Industri Aneka dan IKM Kimia, Sandang dan Kerajinan Ditjen IKMA Kemenperin Alexandra Arri Cahyani dalam acara Launching Buku - Batik Berkelanjutan: Rantai Pasok Industri 4.0 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Kamis, 3 Oktober.
Alexandra menambahkan, motivasi untuk pembuatan buku ini juga agar industri kecil dan menengah (IKM) di sentra-sentra daerah bisa menerapkan sistem Enterprise Resource Planning (ERP).
Adapun ERP merupakan sistem informasi yang mengintegrasikan bisnis proses (modul) yang terjadi di seluruh perusahaan pada modul produksi, pemasaran, akunting, sumber daya manusia, pembelian, logistik dan berbagai proses bisnis lainnya.
ERP pada skala IKM dapat diterapkan bertahap per modul hingga nantinya terintegrasi sesuai dengan karakteristik industri batik.
"Motivasi pembuatan buku ini, tuh, agar IKM-IKM di daerah bisa dapat menerapkan ERP, ya. Sistem untuk pengintegrasian data agar ekosistem batik mereka itu menjadi lebih efisien dan efektif," katanya.
Dia bilang, salah satu IKM batik yang telah menerapkan sistem ini adalah Batik Paradise asal Yogyakarta. Dengan demikian, kata Alexandra, IKM-IKM lainnya dapat belajar dari Batik Paradise tersebut.
"Kami, kan, di sini mengambil contoh dari Batik Paradise. Mungkin di sini sebagai acuan bagi teman IKM-IKM untuk bisa menggunakan ini," ucapnya.
Menurut Alexandra, IKM bisa memulainya secara pelan-pelan untuk menggunakan sistem ini lantaran adanya keterbatasan modal.
"Mungkin kalau IKM tidak bisa kami paham bahwa IKM itu, kan, modalnya tidak terlalu besar. Mungkin bisa parsial dulu, pelan-pelan secara bertahap bisa menggunakan sistem ini untuk mengefisienkan produksi mereka," imbuhnya.
Pada kesempatan sama, perwakilan dari Batik Paradise Muhammad Karim menuturkan, pihaknya mendapatkan amanah untuk menjadi perusahaan batik pertama yang meraih sertifikat standar industri hijau pada 2021.
Kemudian pada 2022, Batik Paradise juga menjadi IKM dengan kinerja terbaik untuk standar industri hijau.
Baca juga:
"Dan pada dua minggu lalu di acara Kemenperin kami menjadi IKM terbaik untuk penerapan industri hijau bersama 17 perusahaan yang lain," tuturnya.
Tak hanya itu, Karim mengatakan, Batik Paradise juga memperoleh penghargaan best halal untuk textile and apparel. "Kemudian yang baru adalah menjadi role model percontohan implementasi 4.0 yang hari ini kami bahas," ungkapnya.
Menurut Karim, pesan yang paling penting adalah IKM ternyata mampu menjadi inspirasi dan motivasi bagi semuanya di tengah keterbatasan yang ada.
"Jadi, ini yang paling penting untuk kami sampaikan. Berulang kali kami dengar bahwa IKM untuk naik kelas harus terus belajar, untuk naik kelas kurikulum harus kami tuntaskan, untuk naik kelas bahkan kami harus siap menghadapi ujian. Nah, ini yang menjadi semangat kami bersama termasuk implementasi 4.0," jelas dia.