Bupati Bandung Barat Aa Umbara dan Anaknya Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Bansos COVID-19
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna sebagai tersangka. Aa Umbara ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana COVID-19 pada Dinas Sosial Pemkab Bandung Barat.
"Setelah melakukan proses penyelidikan dan menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan pada bulan Maret 2021 dengan menetapkan tersangka AUS (Aa Umbara Sutisna), Bupati Bandung Barat," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Kamis, 1 April.
Selain itu, KPK juga menetapkan anak Aa Umbara yaitu Andri Wibawa sebagai tersangka bersama dengan pemilik PT Jagat Dirgantara dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang, M. Totoh Gunawan.
"Dalam proses penyidikan perkara ini, tim penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 30 orang saksi terdiri dari ASN pada Pemkab Bandung Barat dan beberapa pihak swasta lainnya," ungkap dia.
Selanjutnya, dari tiga tersangka, baru Totoh Gunawan yang ditahan oleh KPK. Dia ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur selama 20 hari ke depan terhitung 1 April hingga 20 April. Namun, akibat pandemi COVID-19, dia harus terlebih dulu menjalankan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan KPK Cabang Kavling C1.
Sementara Aa Umbara dan anaknya, Andri belum dilakukan penahanan. Sebab, keduanya tak hadir dalam pemanggilan yang dilakukan terhadap keduanya dengan alasan sakit.
"Tim penyidik akan melakukan penjadwalan dan pemanggilan ulang yang akan kami informasikan lebih lanjut. Kami mengingatkan agar para tersangka kooperatif hadir memenuhi panggilan yang dimaksud," tegasnya.
Alex memaparkan dugaan korupsi ini dimulai pada Maret 2020 lalu ketika pandemi COVID-19 terjadi. Saat itu Pemkab Bandung Barat menganggar sejumlah dana untuk penanggulangan pandemi dengan melakukan refocussing anggaran APBD Tahun 2020 pada belanja tak terduga (BTT).
Selanjutnya, berselang sebulan, diduga terjadi pertemuan khusus antara Aa Umbara dengan Totoh. Dalam pertemuan ini Totoh membahas keinginan dan kesanggupannya menjadi penyedia paket sembako di Dinsos Bandung Barat.
Lewat pertemuan itu, disepakati pemberiaan komitmen fee sebesar 6 persen dari nilai proyek.
"Untuk merealisasikan keinginan MTG, kemudian AUS memerintahkan Kadis Sosial dan Kepala UKPBJ Kabupaten Bandung Barat untuk memilih dan menetapkan MTG sebagai salah satu penyedia pengadaan paket sembako pada Dinas Sosial," ungkap Alex.
Kemudian, pertemuan kembali terjadi pada Mei 2020. Saat itu anak Aa Umbara, Andri Wibawa menemu sang ayah untuk monta dilibatkan jadi penyedia pengadaan bansos COVID-19. Permintaan ini kemudian langsung disetujui.
Setelah itu, sejak April hingga Agustus, dilakukan pembagian bansos pangan di Kabupaten Bandung Barat dengan dua jenis paket yaitu bansos jaring pengaman sosial dan bantuan bansos pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebanyak 10 kali. "Total realisasi anggaran senilai Rp52,1 miliar," kata Alex.
Baca juga:
Anak Aa Umbara, yaitu Andri yang saat itu menggunakan bendera CV Jayakusuma Cipta Mandiri dan CV Satria Jakatamilung mendapatkan paket pekerjaan dengan nilai Rp36 miliar. Sementara Totoh mendapatkan paket pekerjaan senilai Rp15,8 miliar.
"Dari kegiatan pengadaan tersebut AUS diduga telah menerima uang sejumlah Rp1 miliar. Sementara MTG diduga menerima keuntungan sekitar Rp2 miliar dan AW menerima keuntungan sekitar Rp2,7 miliar," jelas Alex.
Atas perbuatannya, Aa Umbara kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 56 KUHP.
Sementara Andri dan Totoh disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 56 KUHP.