Pemerintah Buka Peluang Lakukan Prefunding untuk 2025 di Tahun Ini

SERANG - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu ungkapkan terdapat peluang untuk melakukan pre-funding atau penarikan utang di akhir tahun ini dalam rangka pembiayaan APBN 2025. Pendanaan ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja awal tahun depan.

“Kita punya oportunistik menarik utang dalam hal pemenuhan tahun ini sudah selesai, kita juga bisa melakukan pre-funding atau penerbitan utang tahun ini untuk pembiayaan tahun depan,” tutur Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Riko Amir dalam media gathering Kementerian Keuangan 2024, Kamis, 26 September.

Menurut Riko hal tersebut berdasarkan dari keyakinan bahwa perekonomian Indonesia membaik hingga akhir tahun ini sehingga biaya utang dikeluarkan pemerintah yield atau imbal hasil diharapkan menurun.

Riko menyampaikan saat ini, porsi utang dengan mata utang valas terhadap total outstanding utang menurun kondisi ini mengindikasikan bahwa risiko utang akibat fluktuasi valas menurun.

"Selain itu, kita bisa melakukan prefunding tahun ini untuk tahun depan, dalam rangka bahwa utang kita baik secara net atau gross cukup tinggi tahun depan,” ujar Riko.

Riko menegaskan bahwa pihaknya akan memaksimalkan pemenuhan utang yang tersisa pada akhir tahun sebelum memutuskan kebijakan pre-funding.

“Tapi di triwulan IV kalau kita melihat ada kesempatan menambah utang dalam kerangka pembiayaan tahun depan maka itu akan kita lakukan,” tuturnya.

Menurut Riko tindakan tersebut diperbolehkan secara aturan dalam Undang-Undang APBN. Namun dalam penerbitan utang secara pre-funding hanya bisa dilakukan pada triwulan IV.

“UU APBN sudah mengadopsi itu dalam pasal-pasalnya, tapi hanya boleh penerbitan di triwulan IV saja,” ujarnya.

Riko menjelaskan pada tahun depan pemerintah akan menyusun target penerbitan utang baru per-triwulan dengan mempertimbangkan target perekonomian. Lantaran penerbitan utang bersifat fleksibel yakni dapat dilakukan secara front loading (besar di depan) atau back loading (lebih besar di belakang).

“Tapi ada satu kriteria lagi, kita harus membiayai pembiayaan jatuh tempo. Kombinasi-kombinasi itu yang membuat perhitungan jika dalam penerbitan utang itu apakah front loading atau back loading,” pungkasnya.