Etnis Bersenjata KIA Kembali Serang Markas Polisi Myanmar, Rezim Militer Interograsi Warga Sipil
JAKARTA - Kachin Independence Army (KIA), sayap militer etnis bersenjata Kachin State, menyerang kantor polisi di Desa Kyaukgyi, Kotapraja Shwegu, Negara Bagian Kachin, sekitar pukul 3 pagi Hari Rabu.
Seorang juru bicara kelompok bersenjata etnis Kachin mengatakan, serangan itu dilakukan karena polisi terlibat dalam tindakan keras mematikan terhadap pengunjuk rasa rezim anti-militer.
“Kami telah menyerang kantor polisi dan pos-pos milisi rakyat karena wilayah (Kyaukgyi) cukup strategis (secara militer). Milisi dan polisi rakyat di sana juga pergi ke garis depan dan juga terlibat dalam pembunuhan warga sipil di kota-kota," kata petugas informasi KIA, Kolonel Naw Bu, melansir The Irrawaddy.
"Semuanya adalah bagian dari Tatmadaw (militer Myanmar) dan sulit bagi kami untuk membedakan (mereka dari personel militer). Jadi kami menyerang [pos polisi]," sambungnya.
Detail dari lapangan masih belum diketahui, kata Kolonel Naw Bu, karena masalah komunikasi. Dia tidak mengkonfirmasi laporan bahwa pasukan etnis bersenjata KIA menyita amunisi dan stok makanan dari kantor polisi.
Seorang petugas polisi dilaporkan terluka dalam serangan KIA. Irrawaddy tidak dapat secara independen mengkonfirmasi laporan tersebut, serta tidak dapat menghubungi kepolisian Kotapraja Shwegu untuk dimintai komentar.
Lebih dari 400 pegawai pemerintah, termasuk polisi, berpartisipasi dalam gerakan pembangkangan sipil (CDM) terhadap rezim militer Myanmar di Shwegu. Informasi terhimpun, sedikitnya 40 polisi telah bergabung dengan CDM di Negara Bagian Kachin dan beberapa telah mengungsi di daerah yang dikendalikan KIA karena takut ditangkap.
KIA telah menolak untuk mengakui rezim militer dan telah melakukan serangan terhadap pos-pos militer Myanmar sejak 11 Maret. Kelompok bersenjata tersebut juga melakukan serangan artileri terhadap pos polisi di Hpakant pada 18 Maret.
Sebagai balasan, militer membalas tembakan artileri dan melakukan serangan udara di batalyon 11 dan 14 KIA di Kotapraja Namti dan Tanai pada Hari Senin.
Terpisah, delapan warga Thayet Kone yang terletak di dekat pangkalan Batalyon Infanteri (IB) 54 militer di wilayah Bago, diinterogasi pada Hari Selasa setelah ledakan di pangkalan itu.
Ledakan itu terjadi sekitar pukul 4 sore pada Hari Selasa. Tiga pria berusia lima puluhan dan lima pemuda ditahan dua jam kemudian, menurut sumber setempat.
"Awalnya militer mengatakan warga hanya dijadikan pemandu, dan kemudian mereka ditangkap, kata seorang penduduk Thayet Kone kepada Myanmar Now.
"Hal lainnya adalah, desa telah mendukung protes (antikudeta militer Myanmar). Mereka ingin tahu siapa yang terlibat dalam protes dan siapa yang memiliki stiker dan tanda. Mereka juga menanyakan apa yang kami ketahui tentang ledakan tersebut," sambung penduduk tersebut.
Penduduk desa yang ditahan dibebaskan sekitar pukul 1 pagi pada hari Rabu, tetapi salah satu pria yang lebih tua mengalami luka memar di seluruh wajahnya, kata sumber-sumber lokal.
"Kami semua hanya petani. Kami bilang kami tidak tahu apa-apa. Dan kemudian mereka menyiksa kami," tambahnya.
Pangkalan IB 54 terletak di marka 39-mil di jalan raya Yangon - Mandalay, antara desa Wingabaw dan Bawnatgyi. Sementara, Thayet Kone, desa yang didominasi etnis Karen, adalah pemukiman sipil terdekat.
Tidak jelas apa yang menyebabkan ledakan pada hari Selasa itu, tetapi diyakini itu adalah granat tangan atau granat setrum yang tidak mematikan. Tidak ada korban yang dilaporkan. Serangan serupa juga terjadi di pangkalan pada 18 Maret.
Mayoritas penduduk Thayet Kone secara aktif berpartisipasi dalam protes anti-kediktatoran yang diadakan di Kota Bago dan Phayargyi.
Baca juga:
- Ada Biaya Sewa Lahan 30 Juta Dolar AS ke Rezim Militer Myanmar, Konglomerat India: Kami Mengutuk Pelanggaran HAM
- Besok Bakal Disidang, Pengacara Sebut Aung San Suu Kyi Sehat
- Bertemu dengan Wakil Menteri Pertahanan Rusia, Ini yang Dibahas Pemimpin Rezim Militer Myanmar
- Korban Jiwa Terus Bertambah, Menlu AS Serukan Perusahaan Global Putus Hubungan dengan Militer Myanmar
Untuk diketahui, sedikitnya 521 warga sipil telah tewas dalam protes antikudeta militer Myanmar hingga 31 Mart, 141 di antaranya pada hari Sabtu, hari paling berdarah dari kerusuhan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.