Dirut Totalindo Eka Persada Donald Sihombing Tersangka Korupsi Tanah Rorotan Ditahan KPK

JAKARTA - Direktur Utara PT Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing resmi berompi oranye. Dia ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terseret dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. 

“Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 18 September.

Pengusaha yang masuk daftar orang terkaya ke-14 di Indonesia versi Forbes pada 2019 itu ditetapkan bersama empat orang lainnya sebagai tersangka. Asep memerinci keempatnya adalah mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan; Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S Arharrys; Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo. 

“KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2024 sampai dengan 7 Oktober 2024,” ungkapnya.

Dalam kasus ini, Asep memaparkan PT Totalindo Eka Persada menjadi salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang tugasnya menyediakan bank tanah atau land bank.

Kemudian perusahaan daerah ini membeli lahan seluas 12,3 hektare di Rorotan, Jakarta Utara dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp371,5 miliar pada 2019 lalu. Padahal, perusahaan swasta itu membayar lebih murah kepada PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE selaku pemilik tanah.

Adapun tanah tersebut dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp950 ribu per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp 117 miliar. Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp223,8 miliar.

“Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp147,7 miliar," jelasnya.

Tak hanya mark-up harga, pengadaan tanah di Rorotan terjadi karena beberapa penyimpangan. Di antaranya, Asep bilang, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah.

Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran KSO dari PT Totalindo Eka Persada. Seluruh praktik curang ini dilakukan karena Yoory diduga menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada.

Asep menyebut Yoory diduga menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. Dia juga disebut mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang dibeli oleh pegawai perusahaan swasta itu.

"Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut," papar Asep.

Atas dugaan tindak pidana tersebut, Yoory, Donald Sihombing, dan tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.