Jokowi Larang Impor Beras, Anggota Komisi IV: Kebijakan yang Tepat
JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PPP, Ema Umiyyatul Chusnah mengatakan larangan impor beras oleh Presiden Joko Widodo merupakan wujud pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat.
"Tidak mengimpor beras hingga Juni 2021 merupakan kebijakan yang tepat, karena saat ini di sejumlah daerah sedang terjadi panen raya," katanya, di Jakarta, Sabtu, 27 Maret.
Pada Juni mendatang, kata Ema, sebelum kembali menyampaikan rencana impor, pemerintah perlu mengevaluasi terlebih dahulu apakah impor masih diperlukan atau tidak.
"Bagi PPP penyerapan gabah petani dan menaikkan harga sesuai Harga Pokok Penjualan (HPP) yang telah ditetapkan yaitu Rp 4.200 per kilogram (Kg) sangat penting agar petani bisa sejahtera, terlebih saat ini masih dalam situasi pandemi COVID-19," ucapnya.
Selain itu, Ema juga berharap pemerintah tetap membatalkan MoU dengan Thailand dan Vietnam, karena neraca stok persediaan beras surplus 12 juta ton.
"Berkali-kali Komisi IV DPR RI melakukan Rapat bersama Kementan, stok beras dalam negeri masih aman. Tinggal pemerintah fokus menyiapkan stok bahan pangan pokok aman menjelang menghadapi bulan Ramadan dan Idul Fitri," tuturnya.
Baca juga:
- Tidak Ada Impor, Jokowi Perintahkan Bulog Serap Beras dari Petani
- Jokowi: Sampai Bulan Juni Tidak Ada Beras Impor Masuk Indonesia
- Holding Indonesia Battery Corporation (IBC) Resmi Dibentuk, Kantongi Investasi 17 Miliar Dolar AS
- Kementerian BUMN Targetkan IBC Bisa Produksi Baterai hingga 140 GWh pada 2030
Sekadar informasi, pemerintah Indonesia dan Thailand akan segera meneken perjanjian impor beras sebanyak 1 juta ton pada akhir Maret 2021. Nota kesepahaman sebanyak 1 juta ton dalam setahun tersebut merupakan kesepakatan antar pemerintah.
Isi perjanjian ini adalah terkait pasokan beras asal Thailand ke Indonesia, mencakup tidak lebih dari 1 juta ton beras putih dengan kadar retak 15-25 persen (beras medium).
Thailand sebelumnya menjual total 925.000 ton beras di bawah kontrak G2G ke Indonesia berdasarkan perjanjian sebelumnya dari 2012 hingga 2016.
Namun, selama lima tahun terakhir, tidak ada kesepakatan beras G2G antara Thailand dan Indonesia. Hal ini dipicu oleh kebijakan swasembada beras dan mempromosikan produksi beras dalam negeri yang gencar dilakukan RI.
Meski begitu, Indonesia masih menghadapi kekurangan pasokan beras dalam negeri dalam beberapa tahun akibat bencana alam. Pandemi juga mendorong Indonesia untuk mengimpor lebih banyak beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menstabilkan harga beras dalam negeri.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengakui bahwa terdapat nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara pemerintah Indonesia dan Thailand serta Vietnam terkait pengadaan beras.
Kata Jokowi, langkah itu dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan stok di tengah situasi pandemi yang tak menentu.
"Saya tegaskan memang ada MoU dengan Thailand dan Vietnam. Itu hanya untuk berjaga-jaga mengingat situasi pandemi yang penuh dengan ketidakpastian," kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 26 Maret.