No! Taylor Swift Tak Pernah Dukung Donald Trump yang Sebar Hoaks
JAKARTA - Taylor Swift menegaskan tidak mendukung mantan Presiden Donald Trump di tengah beredarnya foto hoaks yang diunggah Trump.
Klaim palsu tentang kampanye pemilu tahun 2024 ini, dan berbagai postingan lainnya dengan dukungan palsu serupa, menjadi viral di media sosial menjelang pemilu AS.
Contoh terbaru dan paling nyata dari klaim palsu ini muncul pada Minggu, ketika Donald Trump membagikan postingan di platform Truth Social miliknya yang berisi gambar yang dibuat dengan menggunakan kecerdasan buatan yang menunjukkan gelombang besar dukungan dari penggemar Swift yang menyebut diri mereka “Swifties for Trump.”
Swift, yang sebelumnya menyerang Trump soal kulit putih dan rasisme selama masa jabatan kepresidenannya, mendukung Joe Biden pada tahun 2020.
Namun Taylor Swift belum mendukung calon presiden AS pada pemilu tahun 2024.
Sementara Trump lewat akun Truth Social menunggah foto Swifties dengan pakaian “Paman Sam”, meski jelas-jelas merupakan hasil rekayasa.
Tapi foto lain yang menunjukkan seorang wanita muda di kampanye rapat umum tampaknya asli.
Gambar-gambar lain yang dimaksudkan untuk menunjukkan sekelompok besar penggemar yang tersenyum merayakan Trump berisi beberapa ciri khas gambar yang dihasilkan AI, menurut Lucas Hansen, salah satu pendiri CivAI, organisasi nirlaba yang meningkatkan kesadaran tentang peningkatan kemampuan dan bahaya AI.
Baca juga:
- Kebakaran Hotel di Korsel Tewaskan 6 Orang
- Polisi St Petersburg Tangkap Pebalap Israel-Kanada Buronan AS Kasus Penipuan Investasi Bodong Jutaan Dolar
- Total 5 Jenazah Dievakuasi dari Bangkai Yacht Rombongan Taipan Teknologi Mike Lynch di Sisilia
- Nggak Ada Tobatnya Warga Amerika, Bayi 9 Bulan Tewas Ditinggal di Mobil Saat Cuaca Panas
Proyek Literasi Berita menyatakan mereka meluncurkan dasbor misinformasi pada Kamis untuk meningkatkan kesadaran akan berita bohong yang viral yang diyakini merupakan “ancaman eksistensial terhadap demokrasi” dan sebaiknya diperiksa melalui analisis massal terhadap ratusan contoh, dibandingkan dengan pemeriksaan fakta individual.
Basis data tersebut, yang akan diperbarui secara rutin, melacak beberapa kategori disinformasi politik – teori konspirasi, kebohongan tentang pandangan kebijakan kandidat, dan dukungan palsu – namun kelompok tersebut tidak mengukur berapa kali postingan viral ini dibagikan.