Jadi Peserta Demo Tolak Anulir Putusan MK, Eks Menag: Demi Demokrasi Taati Konstitusi
JAKARTA - Eks Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin ikut menyuarakan dukungannya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
"Kita menyampaikan bahwa kita tetap mendukung MK dan kita tetap berharap MK tetap mengawal konstitusi demi demokrasi yang harus dijaga dan untuk menjaga demokrasi kita harus taati konstitusi," kata Lukman di depan Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis.
Lukman mengatakan demokrasi yang dijalankan dengan baik dapat menjamin keberadaan Indonesia. Sehingga, sudah seharusnya setiap lembaga negara memiliki kewenangan masing-masing baik itu Presiden ataupun DPR.
"Pelaksanaan kewenangan itu tidak boleh mengingkari konstitusi. Karena hanya melalui demokrasi lah bangsa yang sangat beragam seperti Indonesia ini bisa tetap terjaga, bisa terpelihara dengan baik. Kalau demokrasi tidak ada maka ya hukum dan praktik mayoritas akan muncul dan itu sangat tidak sehat dan itu akan merendahkan kemanusiaan," jelas Lukman.
Terlebih lagi, kata Lukman, MK merupakan satu-satunya institusi negara yang memiliki kewenangan dalam menjaga dan mengawal konstitusi. Sehingga sudah seharusnya putusan MK harus ditaati oleh semua pihak.
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono memastikan lembaga penjaga konstitusi itu tidak terganggu dengan polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang tengah bergulir.
Fajar yang juga Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK itu menjelaskan bahwa semua agenda persidangan di MK terus berjalan sebagaimana mestinya.
"Kalau saya melihat semuanya berjalan. Semua agenda berjalan, sidang yang yang diagendakan berjalan, tidak ada yang terganggu, semuanya berjalan di MK. Semua sidang berjalan, hakim bersidang, para pihak juga dipanggil datang bersidang," kata Fajar.
Pada Selasa 20 Agustus, MK memutuskan dua putusan krusial terkait tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca juga:
Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.
Namun, pada Rabu (21/8), Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah menyetujui untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.
Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada itu. Pertama, penyesuaian pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.
Kedua, perubahan pasal 40 dengan mengakomodasi sebagian putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada dengan memberlakukan hanya bagi partai non parlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD.