Komisi C DPRD DKI Tawarkan Opsi Pendanaan Program Pipanisasi Air Bersih

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Rasyidi menyoroti pemenuhan air bersih bagi warga. Banyak yang harus dibenahi di antaranya jaringan pipa agar jangkauannya meluas hingga 100 persen pada 2030 mendatang.

“Saat ini semua PDAM di seluruh Indonesia belum ada yang mencapai 100 persen cakupan,” kata Rasyidi dalam keterangannya, Sabtu, 17 Agustus.

Rasyidi memerinci jangkauan air bersih di Jakarta per April 2024 baru mencapai 69 persen. Angka ini seharusnya jadi perhatian karena kebutuhan masyarakat makin meningkat.

Selain itu, kebijakan tersebut dijalankan untuk menghentikan penurunan permukaan tanah di pesisir Jakarta akibat penyedotan air secara berlebihan.

Adapun untuk pemenuhan anggarannya, Rasyidi bilang, ada beberapa opsi yang diberikan DPRD DKI Jakarta untuk membenahi urusan air bersih yang menggandeng PAM Jaya. Pertama dengan skema Penanaman Modal Daerah (PMD) meniru pembangunan MRT dan proyek lain.

“Bantuan dari PMD ya, seperti MRT Rp4,2 triliun, Jakpro Rp3,2 triliun dan lain lain,” jelasnya.

Skema kedua yakni dengan melakukan pinjaman ke bank, seperti Bank DKI. “PDAM itu kan satu badan usaha oke kalau dia mau mencari ke bank, pinjam uang ke bank segala macam bisa. Enggak ada masalah,” tegas Rasyidi.

 

Sementara untuk pengembaliannya penyedia layanan dapat melakukan penyesuaian tarif. Proses ini disebut Rasyidi bisa dikomandoi PAM Jaya.

“Tapi penyesuaian tarifnya tidak untuk kaum miskin ya. Penyesuaian untuk industri dan pelanggan rumah tangga menengah ke atas,” jelasnya. 

“Nanti batasan minimal 10 meter kubik itu tetap sama harganya. Tapi begitu melebihi itu biayanya berbeda,” sambung legislator tersebut. 

Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut air adalah kebutuhan dasar atau essential services. PDAM perlu memenuhi standar kualitas yang sudah ditentukan, baik dari sisi biologi, kimiawi, dan lainnya yang ditentukan.

Tapi, penghitungannya tetap harus mempertimbangkan daya beli maupun keinginan membeli masyarakat. “Tarif yang berbasis biaya pokok penyediaan, dengan margin profit yang wajar, bisa dikenakan pada golongan pelanggan menengah atas, baik rumah tangga, bisnis dan industri,” pungkasnya.