JAKARTA - Pihak berwenang Australia telah menolak masuk anak-anak dari seorang korban perang Israel yang tewas di Jalur Gaza meski memiliki saudara laki-laki yang tinggal di Australia.
Zuhair El Henday yang telah tinggal di New South Wales (NSW) selama beberapa tahun mengatakan telah berusaha sebaik mungkin tetapi gagal mendapatkan visa untuk keluarganya yang masih tinggal di Gaza.
"Saya telah membuktikan bahwa saya adalah warga negara sejati dan saya berkontribusi untuk negara ini, berkontribusi untuk masyarakat. Jadi, mengapa saya tidak berhak membawa keluarga saya ke sini agar mereka aman?" kata El Henday kepada SBS News dilansir ANTARA, Sabtu, 17 Agustus.
Saudarinya, Lubna bersama suaminya, dua putra dan menantunya tewas dalam serangan udara Israel di rumah mereka di Kota Gaza pada November lalu.
Sementara, tiga keponakan El Henday selamat dari serangan tersebut.
Pengungkapan El Henday muncul setelah tuntutan terbaru pemimpin oposisi Australia Peter Dutton untuk melarang warga Palestina yang melarikan diri dari Gaza memasuki Australia.
Tuntutan tersebut telah memicu reaksi keras dari pemerintah dan organisasi masyarakat sipil.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese mengatakan pemimpin oposisi selalu ingin memecah belah masyarakat.
"Peter Dutton selalu ingin memecah belah. Kami akan mendengarkan badan keamanan jika menyangkut keamanan nasional," kata Albanese.
Senada, Presiden Jaringan Advokasi Australia Palestina, Nasser Mashni, mengecam Dutton dan mengatakan tuntutan tersebut memalukan.
Israel yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan 7 Oktober tahun lalu oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas.
BACA JUGA:
Serangan Israel sejak saat itu telah menewaskan lebih dari 40.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan melukai lebih dari 92.400 orang, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari 10 bulan sejak serangan brutal Israel, sebagian besar wilayah Gaza telah hancur di tengah blokade terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) yang memerintahkannya untuk segera menghentikan operasi militer di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei.