JAKARTA - Sejumlah fraksi DPRD DKI mewanti-wanti pengelolaan suntikan dana segar yang berasal dari penyertaan modal daerah (PMD) kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI.
Dalam rancangan APBD tahun 2020, PMD yang dialokasikan untuk memperkuat permodalan 7 BUMD mencapai Rp 7,81 triliun atau 8,88 persen dari total anggaran.
Rinciannya, PT Jakarta Propertindo (JakPro) disuntik Rp2,7 triliun, PT MRT Jakarta Rp2,64 triliun, PD Pembangunan Sarana Jaya Rp1,36 triliun, PDAM Jaya Rp516 miliar, PD Pasar Jaya Rp337 miliar, PT Food Station Tjipinang Rp150 miliar, PT Jakarta Tourisindo Rp92 miliar.
Dalam penyampaian pandangan terhadap Raperda APBD 2020, Anggota Fraksi PKB-PPP, Yusuf, meminta agar ada audit keuangan dan kinerja BUMD DKI. Namun, pihak auditor harus independen dan kredibel.
"Untuk itu kami meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih tegas dan profesional dalam melakukan pembenahan dan penyehatan terhadap BUMD-BUMD yang kinerjanya kurang memuaskan," kata Yusuf di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Desember.
Pada pemandangan Fraksi PDIP, BUMD yang disorot adalah PT JakPro. Begitu banyaknya proyek pembangunan yang dipegang Jakpro membuat PDIP menduga ada yang tidak beres.
"Kami melihat adanya upaya penyelundupan kebijakan melalui BUPT Jakpro yang bertugas untuk melaksanakan berbagai kegatan, mulai dari pembangunan rumah DP 0 Rupiah, Pembangunan Stadium Internasional Jakarta, LRT, Formula E, hingga mengurus revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM)," kata Anggota Fraksi PDIP Jhonny Simanjuntak.
Menurut Jhonny, program-program tersebut seharusnya bisa didelegasikan kepada SKPD-SKPD terkait. Misalnya, dalam program Rumah DP 0 seharusnya dikerjakan oleh Dinas Perumahan. Lalu, Revitalisasi TIM dikerjakan oleh Dinas Pariwisata.
Lebih lanjut, penunjukan BUMD sebagai pelaksana program-program tersebut bisa menyebabkan fungsi SKPD menjadi tumpul.
"Kami mempertanyakan fungsi PMD mengingat makin tumpulnya peran BUMD, karena besarnya PMD yang dikucurkan tiap tahun kepada BUMD tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja BUMD, termasuk besaran devidennya," ucap Jhonny.
Karenanya, PDIP meminta agar Jakpro melakukan perencanaan dan pelaksanaan peruntukannya dengan lebih terbuka, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan menunjang PAD.
Sementara itu, Fraksi Demokrat meminta PD PAM Jaya menggetolkan layanan air bersih yang saat ini baru menjangkau pemakaian sebesar 63,5 persen warga DKI. PAM Jaya mendapat Rp516 miliar dalam APBD 2020.
Anggaran tersebut bakal dipergunakan untuk pembangunan SPAM Pesanggarahan Tahap II, SPAM Ciliwung Pejaten, Peningkatan Air Bersih ke Pegadungan Cikokol, Relokasi Pipa yang terkena MRT Tahap II, dan peningkatan layanan air bersih untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Sebenarnya, pengajuan anggaran awal sebesar Rp3,39 triliun. Namun, anggaran harus dipangkas agar bisa menyeimbangkan defisit.
Pemangkasan anggaran tersebut disebabkan sejumlah alasan. DPRD menganggap kerja sama pipanisasi antara PAM dengan pihak swasta PT Aetra dan PT Palyja belum berjalan maksimal. Karenanya, jangan sampai Pemprov DKI mengeluarkan anggaran namun nyatanya hal tersebut merupakan kewajiban dari pihak swasta.
"Fraksi Partai Demokrat pada prinsipnya mendukung upaya PAM Jaya agar semakin banyak warga yang terlayani air bersih PDAM," tutur Anggota Fraksi Demokrat, Desie Christhyana Sari.
"Namun demikian, kekacauan dalam kontrak swastanisasi air bersih di DKI Jakarta harus segera diselesaikan. Tentu kita tidak dapat menunggu sampai masa kontrak berakhir pada tahun 2023," tambahnya.