Evaluasi Olimpiade Paris, Pentingnya Sport Science dan Pendampingan Psikologi Bagi Atlet
JAKARTA - Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-39 di Olimpiade Paris 2024 dengan perolehan dua medali emas dan satu medali perunggu. Meski hasilnya cukup memuaskan, Komisi X DPR memberikan sejumlah evaluasi demi peningkatan olahraga nasional.
"Saya mengapresiasi seluruh atlet yang telah bertanding dan bekerja keras untuk mengharumkan nama bangsa. Termasuk juga bagi para pelatih, tim official, dan tim pendukung lainnya atas kesuksesan Indonesia di Olimpiade Paris 2024,” kata Anggota Komisi X Andreas Hugo Pareira, Selasa (13/8/24).
Secara khusus, Andreas menyampaikam apresiasi kepada Veddriq Leonardo (panjat tebing) dan Rizky Juniansyah (angkat besi) yang berhasil memperoleh medali emas, serta Gregoria Mariska Tunjung (bulutangkis) dengan medali perunggunya. Bagi atlet yang belum membawa kemenangan, ia memberi semangat untuk terus berjuang demi meraih prestasi di kemudian hari.
“Terima kasih atas dedikasi dan kerja keras semua Kontingen Indonesia pada Olimpiade Paris 2025. Pencapaian ini berkat perjuangan dan usaha bersama yang saya tahu tidaklah mudah,” ungkapnya.
“Dan seperti yang disampaikan Ibu Ketua DPR Puan Maharani, kesuksesan Tim Garuda di Olimpiade Paris menjadi kado untuk peringatan HUT ke-79 RI,” sambung Andreas.
Keberhasilan Tim Merah-Putih di Olimpiade Paris pun dinilai menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki potensi keunggulan di sejumlah cabang olahraga (cabor), selain bulutangkis. Namun, masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan demi kemajuan olahraga nasional.
Menurut Andreas, evaluasi dan perbaikan perlu untuk meningkatkan kualitas olahraga nasional dari mulai tingkat daerah sampai dengan pusat, berkaca dari sejumlah atlet potensial Indonesia yang tumbang di babak awal Olimpiade Paris 2024.
"Seperti bulutangkis, cabor andalan yang biasanya menyumbang emas. Kita perlu evaluasi mengapa di Olimpiade Paris 2024 ini performanya kurang. Dengan evaluasi, kita bisa perbaiki dari yang kurang-kurang itu,” tutur Legislator dari Dapil NTT I tersebut.
Andreas mengingatkan, Indonesia sudah memiliki Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang merupakan amanat dari UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Dalam pelaksanaannya, DBON menjadi acuan dalam pengembangan olahraga nasional.
Baca juga:
DBON merupakan program Pembangunan Olahraga Jangka Panjang 2021-2045 yang mencakup: olahraga pendidikan, olahraga masyarakat dan olahraga prestasi. Salah satu target dari DBON yakni Indonesia mampu meraih prestasi terbaik di Olimpiade 2044.
"Kita sudah punya DBON, panjat tebing sebenarnya sudah masuk DBON, meskipun baru dimulai sejak 2 tahun ini. Ke depan pembinaan olahraga harus berjenjang sesuai yang sudah diamanatkan dalam UU Keolahragaan yang telah disepakati antara DPR dan Pemerintah," jelas Andreas.
Meskipun Pemerintah sudah mengeluarkan Perpres Nomor 86 Tahun 2021 tentang DBON, Andreas menyebut masih diperlukan pula aturan-aturan turunan untuk menunjang teknisnya, terutama untuk pembibitan dan pembinaan atlet.
"Harus ada aturan pendukung untuk implementasi itu, termasuk penyiapan fasilitas penunjang. Kami mendorong Pemerintah untuk segera membuat aturan turunan dari UU Keolahragaan terkait pembinaan atlet,” sebutnya.
Oleh karena itu, Komisi X DPR yang membidangi urusan olahraga mendorong Pemerintah untuk segera mengeluarkan aturan pelaksana teknis lainnya terkait DBON. Khususnya untuk cabor-cabor prioritas.
Adapun cabor prioritas DBON sendiri meliputi bulutangkis, angkat besi, panjat tebing, panahan, menembak, wushu, karate, taekwondo, balap sepeda, renang, atletik, senam artistik, pencak silat, dan dayung. Dalam rangka mengoptimalkan hasil pembinaan pada cabor prioritas ini, salah satu fokus dari DBON adalah dengan metode Sport Science sebagai media parameter untuk melihat kemampuan kesehatan seorang atlet.
"Harus ada aturan pendukung untuk mendukung itu, termasuk penyiapan fasilifas penunjang. Khususnya, piranti-piranti penerapan Sport Science," terang Andreas.
Metode Sport Science merupakan penerapan berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu kepelatihan, biomekanika, motor control dan motor development, psikologi, nutrisi dan masih banyak lagi untuk mengetahui di mana keunggulan dan kelemahan atlet.
Tak hanya itu, Sport Science juga dapat memprediksi dan membandingkan hasil dari tes yang telah dilakukan, memonitor hasil pelatihan yang telah dilakukan, dan menetapkan suatu tujuan. Apabila perlu dilakukan suatu revisi program, kata Andreas, Sport Science dapat digunakan untuk melakukan identifikasi bakat dan penentuan sasaran.
"Pengadaan Sport Science ini sangat penting agar pembinaan atlet tidaklah sia-sia," ucapnya.
Andreas menerangkan Sport Science dapat diterapkan untuk mengevaluasi hasil Olimpiade Paris 2024 kemarin, terutama pada cabang olahraga bulutangkis yang menjadi andalan namun kurang memberikan hasil terbaik seperti biasanya.
“Kan dari segi kualitas pemain kita kemarin di Olimpiade kan nggak kalah dari negara lain, bahkan banyak atlet kita yang lebih unggul. Tapi saya lihat, atlet bulutangkis kita mentalnya kurang tough kemarin,” urai Andreas.
Dengan penerapan DBON, Andreas menyebut seharusnya ada psikolog yang mendampingi para atlet sebagai bagian dari pembinaan sehingga mental para atlet bisa lebih terjaga.
"Jadi aspek psikologi ini juga penting. Di Sport Science melibatkan berbagai aspek seperti urusan psikologi, di samping pembinaan atlet harus dilakukan secara berjenjang dan dengan aspek teknis dan fisik,” tambahnya.
Menurut Andreas, pendampingan psikologi bagi atlet sangat diperlukan terutama di ajang-ajang kompetisi yang tingkat persaingannya sangat tinggi seperti Olimpiade. Maka aspek pembinaan psikologi sangat diperlukan.
“Atlet pasti merasa under pressure karena mereka dituntut meraih medali atau prestasi. Mereka harus membawa nama baik bangsa, lalu bersaing dengan atlet-atlet besar. Jadi aspek pembinaan psikologi ikut menentukan prestasi atlet ,” papar Andreas.
Memang kondisi psikis setiap orang berbeda. Misalnya seperti Gregoria (Jorji) Mariska Tunjung yang dinilai Andreas mampu lebih kuat secara mental saat Olimpiade Paris lalu.
“Saya melihat Jorji agak berbeda ya dengan atlet-atlet lainnya saat pertandingan kemarin. Jorji terlihat jauh lebih tenang, walaupun berat juga perjuangannya. Tapi mentalnya tampak lebih kuat, terlihat daya juangnya tinggi sekali,” katanya.
Terlepas dari hal itu, Andreas menyebut aspek psikologi dan aspek-aspek lainnya tetap harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan kualitas atlet. Karena hal ini-lah maka diperlukan aturan-aturan teknis turunan dari DBON sehingga pembinaan atlet dapat semakin lebih optimal, di antaranya adalah penyediaan infrastruktur kebutuhan Sport Science.
“Bagian ini lah yang harus jadi perhatian juga ke depannya,” tutup Andreas.