Delta Air Lines Rugi Rp8,1 Triliun, CrowdStrike Tak Ingin Disalahkan

JAKARTA – Pembaruan software CrowdStrike pada Juli lalu menyebabkan 15 juta perangkat Windows mogok. Banyak perusahaan yang mengalami kerugian, salah satunya Delta Air Lines, maskapai penerbangan di Atlanta.

Delta merupakan salah satu perusahaan yang paling terdampak karena harus membatalkan ribuan penerbangan dan mengalami kerugian hingga 500 juta dolar AS (Rp8,1 triliun). Oleh karena itu, Delta menggugat CrowdStrike untuk menuntut kompensasi.

Namun, CrowdStrike tak ingin disalahkan atas kerugian yang dialami Delta. Melalui pengacaranya, dikutip dari Reuters, CrowdStrike mengatakan bahwa mereka memiliki potensi tanggung jawab paling minimal. Mereka pun membantah tuduhan Delta.

"Sangat kecewa dengan pernyataan Delta bahwa CrowdStrike bertindak tidak pantas dan dengan tegas menolak tuduhan bahwa pihaknya sangat lalai atau melakukan pelanggaran," kata CrowdStrike.

Dibandingkan dengan maskapai penerbangan lainnya, Delta mengalami pemulihan paling lama hingga Departemen Transportasi AS menyelidiki masalah perusahaan tersebut. Dalam waktu enam hari, ada lebih dari 6.000 penerbangan yang harus dibatalkan.

CrowdStrike menolak untuk bertanggung jawab atas kendala penerbangan yang dialami Delta karena perusahaan itu sudah berusaha untuk membantu. Sekitar beberapa jam setelah insiden terjadi, CrowdStrike langsung menghubungi Delta.

"CEO CrowdStrike secara pribadi menghubungi CEO Delta untuk menawarkan bantuan di tempat, tetapi tidak mendapat respons," ungkap CrowdStrike. Pernyataan ini pun pernah diakui secara langsung oleh CEO Delta, Ed Bastian.

Tidak dijelaskan mengapa Delta tidak merespons tawaran yang diajukan CrowdStrike. Perusahaan itu bersikeras bahwa pembaruan CrowdStrike menyebabkan lebih dari setengah komputer Delta mati sehingga berdampak pada kinerja perusahaan.

CrowdStrike menganggap bahwa tuduhan Delta tidak berdasar karena mereka menawarkan penyelesaian bersama. Terlebih lagi, hanya Delta yang mengalami ini. "Mengapa pesaing Delta, yang menghadapi tantangan serupa, semuanya memulihkan operasi jauh lebih cepat?"