Mari Kita Kupas Betapa Penting Peran Ayah untuk Perkembangan Anak, Berangkat dari Kasus Onad
JAKARTA – Pengakuan penyanyi Onadio Leonardo yang mengatakan mengantar anak sekolah adalah tugas seorang ibu menjadi sorotan di media sosial. Onad kemudian dicap penganut patriarki oleh warganet.
Dalam sebuah podcast bersama Deddy Corbuzer, Vidi Aldiano, dan Beby Prisillia sebagai istri Onad, mantan vokalis band Killing Me Inside ini menceritakan sedikit kehidupan rumah tangganya.
Saat itu Onad merasa tidak perlu mengantar anak ke sekolah karena ia sudah lelah bekerja, yang menurutnya memang menjadi tugas seorang suami mencari nafkah.
“Dia tuh ngerasa kalau dia udah nyari duit, ‘Udah bukan tugas gue ngantar, lo aja,” cerita Beby.
Mendengar penyataan istrinya, pria 34 tahun ini menimpali, “Bukannya kalau ngantar anak tuh tugas ibu ya?” tanya Onad yang dibantah Vidi Aldiano dan Deddy Corbuzer.
Pernyataan Onad kemudian viral di media sosial. Sikapnya yang enggan mengantar anak ke sekolah disebut warganet menjadi salah satu penyebab Indonesia dilabeli fatherless country atau negara tanpa ayah.
Tak hanya itu, kurangnya peran Onadio sebagai ayah juga disebut memiliki kaitan dengan speech delay yang pernah dialami putra Onad dan Beby.
Indonesia Fatherless Country
Istilah fatherless country marak dibahas dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah psikolog, pemerhati anak dan remaja, dan pegiat keayahan mengklaim Indonesia termasuk negara dengan peran ayah yang minim di keluarga.
Ketiadaan peran seorang ayah dalam keluarga, dinilai memiliki sejumlah dampak negatif pada perkembangan anak.
Pemerhati pendidikan dan anak, Retno Listyarti, mengartikan fatherless sebagai kondisi di mana anak kehilangan figur ayah dalam proses tumbuh kembangnya. Atau, anak yang mempunyai ayah, tapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak karena pengasuhan dan pendidikan diserahkan kepada ibu.
Sedangkan psikolog anak Edward Elmer Smith mengartikan fatherless country sebagai kondisi negara yang masyarakatnya cenderung tidak merasakan keberadaan dan keterlibatan figur ayah dalam kehidupan anak, baik fisik maupun psikologis.
Baca juga:
Isu ketidakhadiran ayah dalam pengasuhan anak tidak lepas dari konstruksi sosial masyarakat Indonesia tentang peran gender antara laki-laki dan perempuan. Laporan State of the World’s Father’s yang ditulis Rutgers Indonesia pada 2015 menyebutkan, budaya patriarki sebagai salah satu alasan absennya ayah dalam perkembangan anak di Indonesia.
Mengenai fenomena fatherless ini juga dibahas Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Diana Setiyawati. Ia mengatakan dalam pengasuhan anak membutuhkan keterlibatan orang tua, yaitu ayah dan ibu secara berimbang. Artinya, pengasuhan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab ibu saja, tapi juga ayah.
“Namun, yang banyak terjadi ayah tidak terlibat dalam pengasuhan. Ini jadi fenomena yang cukup lazim, salah satunya karena pengaruh budaya,” terangnya.
Stimulan Perkembangan Kognitif
Diana menyampaikan ayah memiliki peran peran yang cukup penting dalam tumbuh kembang anak. Keterlibatan ayah dalam aktivitas bersama anak dapat menjadi kegiatan yang menstimulasi perkembangan kognitif.
Ada perbedaan gaya bicara antara ayah dan ibu, seperti ayah yang cenderung lebih mengarahkan, lebih singkat. Bentuk komunikasi yang lebih kompleks dengan orangtua menuntut kemampuan bahasa yang lebih tinggi sehingga bisa menstimulasi perkembangan kognitif anak.
Selain itu, keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan mendorong perkembangan fungsi eksekutif lebih optimal. Fungsi eksekutif berkaitan dengan kemampuan merencanakan, pengendalian diri, pemecahan masalah, dan atensi.
Beberapa persoalan yang bisa muncul akibat dari kurangnya kedekatan ayah dengan anak antara lain hambatan dalam pembentukan identitas gender dan peran seksual, penurunan performa akademis, kesulitan penyesuaian psikososial, kontrol diri rendah, dan self-esteem rendah.
Selain itu, kurangnya keterlibatan ayah dapat menjadi faktor risiko munculnya psikopatologi pada anak. Salah satunya kecanduan terhadap zat ataupun aktivitas yang menimbulkan kesenangan seperti kecanduan gadget, game online, narkotika, rokok, maupun zat adiktif lainnya.
“Bisa juga memunculkan ganguan perilaku menyimpang, perilaku seksual dan gangguan mood serta bunuh diri,” Diana menjelaskan.
Kurangnya kedekatan ayah dengan anak, dinilai juga memiliki korelasi dengan speech delay atau keterlambatan bicara seperti yang dialami putra Onad dan Beby. Dalam sebuah kesempatan, pasangan suami istri ini mengaku putra semata wayang mereka, Juan, mengalami keterlambatan bicara sehingga tidak naik kelas.
Dalam unggahan Instagram Story-nya, Beby mengaku baru menyadari anaknya mengalami speech delay sekitar 2,5 tahun lalu, ketika buah hatinya masih berusia dua tahun.
Praktisi gentle parenting, Halimah, mengungkapkan ada hubungan antara speech delay dan peran ayah dalam pengasuhan, seperti diungkapkan di akun Instagramnya, @dailyjour.
"Banyak sekali studi dan penelitian yang menyatakan bahwa perkembangan kemampuan berbahasa pada anak usia dini itu sangat terpengaruh oleh peranan seorang bapak," sebut Halimah dalam videonya.
Halimah juga menyertakan sejumlah hasil penelitian untuk mendukung pernyataannya. Salah satunya dari FPG Child Development Institute, yang diterbitkan dalam jurnal The University of North Carolina at Chapel Hill. Penelitian di atas mendapati bahwa kehadiran ayah dalam pengasuhan anak mendorong dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak.