Anas Urbaningrum dan Kontroversi Korting Hukuman Koruptor
JAKARTA - Anas Urbaningrum pernah keukeuh tak terlibat korupsi Proyek Hambalang. Ketua Partai Demokrat itu menganggap laku hidup perpolitikannya lurus-lurus saja. Ia bahkan berani bersumpah gantung diri di Monas kalau korupsi. Namun, Anas tak dapat menyimpan borok terlalu lama.
Bukti-bukti korupsi mengarah kepadanya. Ia mendapatkan hukuman penjara. Anas pun tak tinggal diam dan terus memanfaatkan tingkatan dalam prosedur berperkara untuk mendapat korting hukuman – banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
Optimisme melatarbelakangi ide pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Di Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada 2010. Pembangunan yang dikenal sebagai Proyek Hambalang. Suatu proyek yang diyakini sebagai ajian menggodok prestasi atlet-atlet nasional.
Masalah muncul. Alih-alih Proyek Hambalang dapat meningkatkan prestasi atlet nasional, proyek itu justru jadi ajang unjuk gigi sederet petinggi partai berkuasa –Partai Demokrat-- menonjolkan prestasi korupsinya. Semuanya karena celah korupsi dari proyek bernilai triliunan rupiah terbuka lebar.
Korupsi itu kian menguat kala Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin mulai 'bernyanyi' terkait Korupsi Hambalang pada 2011. Nazaruddin pun membuat heboh dengan menyudutkan Anas sebagai salah satu orang yang menikmati dana Korupsi Hambalang.
Nazaruddin menyakini Anas mendapat uang hingga Rp100 miliar. Jumlah itu terbagi untuk upaya memenangkannya sebagai Ketua Umum Demokrat. Sisanya dibagi-bagi ke Nazaruddin dan anggota DPR yang lain.
Anas mencoba menepis tuduhan. Ia merasa tak melakukan korupsi . Narasi itu diungkapnya dengan keberanian bersumpah. Ia berani gantung diri di Monas kalau terbukti korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun bekerja keras.
Mereka menyelidiki keterlibatan Anas dalam korupsi Proyek Hambalang dan proyek lainnya. KPK pun bergerak cepat menjadikan Anas sebagai tersangka pada 22 Februari 2013. Anas mulai ditahan KPK pada 10 Januari 2014. Penahanan itu membuat publik menanti pelaksanaan janji Anas gantung di Monas. Sekalipun tak pernah dilakukan.
Baca juga:
- Sejarah Dewan Pertimbangan Agung (DPA): Dihadirkan Soekarno, Dibubarkan Megawati Soekarnoputri
- Saigon Execution: Jejak Sebuah Foto yang Menelanjangi Kekejaman Perang Vietnam
- Tolak Impor Dokter Asing: Cara Kenya Tingkatkan Kapasitas Nakes dalam Negeri
- Akibat Aparat Keamanan Salah Tangkap, Pemerintah Indonesia Disebut Sekumpulan Idiot oleh Peretas Bjorka
“Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus suáp proyek pembangunan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Jumat petang pekan lalu. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu dimasukkan ke sel tahanan di lantai sembilan gedung Komisi setelah diperiksa empat jam sejak pukul 13.30.”
“Ketika Anas keluar dari pintu utama gedung KPK, pakaiannya yang semula kemeja putih bertambah dengan jaket jingga tahanan. Dia mengucapkan ‘terima kasih’ kepada Ketua KPK, Abraham Samad yang menandatangani surat penahanan, juga kepada penyidik yang namanya ia sebutkan satu per satu. Lalu dia ‘menyerang’ Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Ketua Umum Partai Demokrat: Semoga peristiwa ini punya arti dan makna, dan menjadi hadiah tahun baru 2014," tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Anas Urbaningrum Ditahan (2014).
Korting Hukuman Anas
Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta pun mengadili Anas pada September 2014. Anas divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurangan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS. Vonis itu dinilai kecil karena jaksa menuntut Anas dihukum belasan tahun.
Vonis itu diambil oleh majelis hakim yang terdiri dari Haswandi, Prim Haryadi, Sutio Jumadi, Joko Subagyo dan Slamet Subagyo. Anas dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Ia terbukti menerima hadiah dari sejumah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.
Namun, Anas ogah menerima putusan tersebut. Ia pun menfaatkan tingkatan lanjutan berperkara. Anas mengajukan banding dan berhasil pada Februari 2015. Pengadilan Tinggi Jakarta mengeluarkan putusan yang menyatakan hukuman Anas jadi tujuh tahun penjara. Alias, berkurang satu tahun.
KPK pun ambil sikap. Mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan pengurangan hukuman Anas. Kala itu sulit bagi Anas untuk mendapatkan korting hukuman. Sebab, Anas akan diadili oleh majelis hakim agung yang notabene musuhnya koruptor macam Artidjo Alkostar.
Benar saja. Alih-alih mendapat korting, hukuman Anas justru meningkat jadi 14 tahun penjara. Suatu kondisi yang sama juga dialami kolega Anas, Angelina Sondakh. Angelina yang awalnya ingin melakukan kasasi supaya hukumannya dikurangi, justru ditambah dan diperberat oleh Artidjo Alkostar menjadi 12 tahun penjara.
Anas pun pikir-pikir untuk melakukan upaya pamungkas PK. Namun, nasib baik berada di pihak Anas. Ia mengajukan PK setelah Artidjo tak lagi jadi hakim agung karena pensiun pada 2018. Hukuman yang awalnya 14 tahun penjara berubah jadi delapan tahun saja.
Namun, Anas yang mendapatkan korting menyangkal kalau PK dilakukan sengaja setelah menanti Artidjo pensiun. PK diajukan karena memang Artidjo dianggap salah merumuskan putusan untuknya. Keberhasilan PK Anas lalu memunculkan kritik bahwa hukum Indonesia tak pernah tajam kepada koruptor.
"Oh tidak. Tidak ada hubungannya (dengan Artidjo pensiun), karena perkara saya itu kasasinya dipegang oleh Pak Artidjo. Tetapi, memang ini terkait dengan putusan Pak Artidjo, putusan yang buat saya tidak kredibel. Kalau Pak artidjo mengerti persis, saya yakin Pak Artidjo akan menyesal dengan putusannya itu," kata Anas Urbaningrum sebagaimana dikutip laman kompas.com, 24 Mei 2018.