WNA Dicegah ke Luar Negeri Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Lahan di Rorotan Jakarta

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mencegah seorang warga asing ke luar negeri. Upaya ini dilakukan berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara (Jakut).

“Kami mengajukan larangan bepergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan terhadap satu orang berkewarganegaraan asing dengan inisial SHJB,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan dalam keterangan video, Rabu, 10 Juli.

Tessa mengatakan pencegahan diajukan sejak Jumat, 5 Juli. Diharapkan warga asing ini tidak melakukan perjalanan ke luar negeri karena keterangannya dibutuhkan untuk mengusut korupsi pengadaan oleh BUMD Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

“Pencegahan dimaksud terkait dengan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan di lokasi Rorotan, Jakarta oleh BUMD SJ,” tegasnya.

Adapun dalam kasus ini, sudah ada 10 orang yang juga dicegah ke luar negeri. Rinciannya sebagai berikut:

1. ZA, Swasta

2. MA, Karyawan Swasta

3. FA, Wiraswasta

4. NK, Karyawan Swasta

5. DBA, Manager PT CIP dan PT KI

6. PS, Manager PT CIP dan PT KI

7. JBT, Notaris

8. SSG, Advokat

9. LS, Wiraswasta

10. M, Wiraswasta

Diberitakan sebelumnya, KPK saat ini mengusut dugaan pengadaan lahan rumah DP 0 rupiah di Rorotan, Jakarta Utara. Diduga telah terjadi kerugian negara karena pelaku mengambil untung dari perbedaan harga penjualan.

“Kemudian pengadaan di Rorotan tadi sudah saya sampaikan sekitar 400-an, Rp400 miliar,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan yang dikutip pada Rabu, 26 Juni.

Asep menyebut ada selisih harga dalam upaya pembelian lahan di kasus ini. Tapi, dia belum memerinci lebih lanjut modus yang digunakan para tersangka.

Dirinya juga menutup soal para tersangka yang terjerat dalam kasus ini. “Ini perbedaan ya, perbedaan dari harga si, yang diberikan si pembeli kepada si makelar dengan harga awal,” ujarnya.

“Jadi si makelar membeli kepada si pemilik tanah awal,” sambung Asep.