Ilmuwan Polandia Sukses Pimpin Aksi Pelarian Besar-Besaran dari Bunker Nuklir Uni Soviet
JAKARTA - Apa yang ada di benak Anda, saat harus bertahun-tahun terperangkap di bunker nuklir tua peninggalan Uni Soviet, menghadapi pergantian musim, tanpa makan, minuman dan harus berdesak-desakan?
Jawabannya tentu bekerja sama untuk berusaha mencari jalan keluar, menjaga asa untuk bisa keluar, sambil tetap mencari sumber makanan dan minuman dengan cara... kanibalisme.
Ya, kanibalisme menjadi pilihan pahit yang harus dilakukan untuk bertahan hidup, sambil memelihara kecerdasan, kegigihan dan kelangsungan hidup. Gambaran ini terlihat dari kisah di bunker nuklir Uni Soviet di dekat Miedzyrzecz, Polandia barat.
Berada di antara petak-petak pohon pinus dan cemara yang menjadi kamuflase alami, ada kisa pelarian diri besar-besaran dari bunker ini di tahun 2013 lalu. Hebatnya, pelarian ini dipimpin oleh Wojciech Czwchowski.
Bersama tim ahli biologi Polandia, mereka berhasil melakukan operasi pelarian besar-besar yang dilakukan oleh... koloni semut kayu yang terperangkap di dalam bunker yang dibangun Uni Soviet sekitar medio 60-an tersebut.
Kisah bermula saat Czwchowski dan timnya menemukan ratusan ribu koloni semut yang seperti terjebak, tidak sengaja jatuh ke dalam bunker dan tidak bisa kembali ke lokasi semula, sarang yang letaknya di atas. Ruang yang tanpa sumber cahaya, panas, hingga makanan dan minuman.
Penasaran, para ilmuwan terus mengawasi gerombolan terpencil itu. Mereka menyadari, pipa terbuka di tengah langit-langit bunker membuat semut tidak dapat merangkak kembali ke permukaan.
Tapi apakah semut itu putus asa? Tidak. Mereka menyingsingkan lengan baju kecil mereka dan melakukan yang terbaik, untuk mengatur menjadi masyarakat fungsional. Dalam kegelapan total, mereka membangun sarang semu datar dari tanah dan puing-puing, yang mereka pelihara sepanjang musim.
Ketika para peneliti mengunjungi kembali bunker tersebut dua tahun kemudian, mereka menemukan bahwa sarang itu masih tumbuh subur, dengan perkiraan penghuni hampir satu juta. Pasokan semut yang terus menerus turun dari pipa ventilasi, membuat jumlah populasi terus meningkat, meskipun tidak ada tanda-tanda reproduksi yang berhasil.
Para ilmuwan pun penasaran, bagaimana koloni bunker terus bertahan tanpa akses ke tempat mencari makan? Menurut studi baru mereka yang diterbitkan dalam The Journal of Hymenoptera, jawaban singkatnya adalah kanibalisme.
"Saya tidak terkejut. Itu adalah pilihan logis bagi mereka untuk bertahan hidup dengan cara ini," penulis studi Maák István, ahli ekologi perilaku semut dari Universitas Szeged di Hongaria, melansir Popular Science, Kamis 18 Maret.
Pada tahun 2016, bunker itu dipenuhi dengan hampir dua juta semut mati. Sesuai tradisi mereka, banyak dari bangkai ini telah diorganisir menjadi tumpukan sampah raksasa, yang disebut kuburan, yang terdiri dari ratusan mayat. Dari tumpukan tersebut, tim mengumpulkan sekitar 150 jenazah dan menganalisisnya untuk mengetahui tanda-tanda kanibalisme. Mereka menemukan lubang yang digerogoti dan bekas gigitan pada 93 persen sampel.
István menjelaskan, semut kayu biasanya memakan getah, buah, dan melon (sekresi lengket dari kutu daun). Metode mereka untuk mengkanibal koloni yang mati sedikit lebih brutal:
"Ini seperti membuka kaleng," kata István, menjelaskan bagaimana mereka membuat lubang di dada atau perut mayat untuk mencapai otot, organ, dan lemak di dalamnya.
Syukurlah, semut-semut ini tidak lagi harus melanjutkan ritual kanibal yang menopang mereka selama bertahun-tahun ini. Para ilmuwan akhirnya memasang jalan keluar, 'tangga' kayu sepanjang tiga meter yang memungkinkan koloni mencapai pipa ventilasi, keluar dari bunker, dan kembali ke sarang induk. Ketika para ilmuwan kembali ke situs tersebut pada tahun 2017, situs itu kosong.
Pembuangan orang mati adalah aspek yang sangat penting dari masyarakat serangga sosial. Semut, tawon, lebah, dan rayap semuanya telah menunjuk 'pengurus', yang tugasnya mengenali dan mengeluarkan tubuh tak bernyawa dari sarang.
"Bagi rayap, kanibalisme adalah salah satu cara pembuangan utama mereka. Namun, semut dan lebah cenderung menghindarinya karena alasan higienis. mereka tidak ingin menyebarkan parasit atau penyakit dengan memakan daging yang terbuang," kata István.
"Namun kanibalisme bisa diperlukan dalam keadaan ekstrim. Mayat dapat memberikan nutrisi penting ketika semua sumber makanan lain langka. Semut kayu khususnya, akan melakukan apa pun untuk bertahan hidup," sambung István.
Baca juga:
Semut kayu terkenal karena 'perang semut' besar-besaran, di mana mereka bertarung dengan koloni terdekat untuk memperebutkan wilayah. Terkadang musuh mereka yang jatuh terkadang dibawa kembali ke sarang dan dimakan.
"Secara keseluruhan, kanibalisme kurang dipelajari di sebagian besar spesies serangga. Bunker ini memberikan "kesempatan unik untuk mempelajari perilaku baru pada semut", kata Alice Walker, ahli entomologi di Universitas Liverpool, yang tidak terlibat dalam tim penelitian Polandia.
"Pada akhirnya, ini menggambarkan betapa bagusnya semut dalam beradaptasi dengan lingkungan yang keras, yang merupakan salah satu alasan mengapa mereka begitu sukses sejak berevolusi 150 juta tahun yang lalu," pungkasnya.