Australia Buka Pintu bagi Pabrikan China di Tengah Kontroversi Tarif Baru Impor EV di Uni Eropa

JAKARTA - Pabrikan otomotif dari China tengah menghadapi peningkatan tarif kendaraan listrik (EV) baru yang ditetapkan oleh Uni Eropa (UE). Kebijakan mengenai tambahan bea impor EV dari negeri tirai bambu akan diberlakukan mulai 4 Juli mendatang.

Alhasil, jika tarif tersebut jadi diterapkan produsen otomotif China perlu mencari pasar baru agar bisa bersaing di industri global. Negara seperti Australia misalnya, buka jalan dengan tidak menerapkan kebijakan serupa seperti wilayah barat.

Juru bicara dari Federal Chamber of Automatic Industries (FCAI), mengatakan bahwa kompetisi pasar dalam industri otomotif harus didukung agar masyarakat dapat memilih berbagai opsi kendaraan demi memenuhi kebutuhannya.

“Ketersediaan kendaraan produksi Tiongkok telah meningkatkan pilihan konsumen, memungkinkan masyarakat Australia membeli mobil yang paling sesuai dengan kebutuhan pekerjaan, rekreasi, dan keluarga mereka,” kata juru bicara FCAI, dikutip dari Carscoops, Senin, 1 Juli.

Sejumlah perusahaan otomotif dari China merasakan dampaknya. MG yang dimiliki oleh Shanghai Automotive Industry Corporation (SAIC) Motor sukses memperkenalkan ZS EV ke publik negeri kanguru dan berencana menambah jajarannya, yakni Cyberster pada tahun ini.

Selain itu, produsen lain seperti BYD juga telah meluncurkan tiga model, Atto 3, Dolphin, dan Seal. Bahkan, pabrikan yang didirikan pada 2003 lalu ini sempat mengungguli Tesla pada penjualan bulan Januari lalu di Australia.

Menemani dua merek ini, ada pabrikan lainnya yang berencana masuk ke pasar Australia, di antaranya XPeng, Geely, Changan, dan Leapmotor.

Namun, Research Director Institute for Sustainable Futures di University Technology Sydney Scott Dwyer memperingatkan bahwa pergerakan mengenai industri kendaraan listrik ini dapat berubah-ubah.

“Tantangannya adalah memastikan peluncuran infrastruktur pengisian daya di Australia benar-benar berjalan atau lebih cepat dibandingkan penjualan kendaraan listrik,” ucap Dwyer.

Permintaan EV di negara ini juga mengalami perkembangan. Pada tahun 2023, sebanyak 98.000 unit kendaraan listrik berhasil terjual. Disebutkan bahwa National Electric Vehicle Strategy yang ditetapkan oleh otoritas setempat dalam memberi insentif dapat membantu pertumbuhan ini.

Kemudian, Australian Renewable Energy Agency telah berkomitmen berinvestasi sebesar 500 juta dolar AS (Rp5,4 triliunan) untuk perluas infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik.