Bukan di Lepas Pantai, Rudal Korea Utara Malah Meledak di Udara Usai Diluncurkan
JAKARTA - Korea Utara menguji coba rudal hipersonik di lepas pantai timurnya tetapi meledak di udara, kata militer Korea Selatan.
Rudal tersebut diluncurkan dari dekat ibu kota, Pyongyang, kata Kepala Staf Gabungan Korea Selatan.
Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan rudal tersebut terbang pada ketinggian sekitar 100 km (62 mil) dengan jangkauan lebih dari 200 km.
Para pejabat senior Korea Selatan, Amerika Serikat dan Jepang mengadakan pembicaraan melalui telepon dan mengecam peluncuran tersebut sebagai pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB. Uji coba rudal juga disebut sebagai ancaman serius terhadap perdamaian dan stabilitas kawasan dan sekitarnya.
Komando Indo-Pasifik A.S. juga mengeluarkan kecaman dan meminta Pyongyang untuk menahan diri dari tindakan yang melanggar hukum dan mengganggu stabilitas lanjutan.
“Meskipun kami menilai peristiwa ini tidak menimbulkan ancaman langsung terhadap personel, atau wilayah AS, atau sekutu kami, kami terus memantau situasinya,” katanya dalam pernyataan dilansir Reuters, Rabu, 26 Juni.
Peluncuran rudal terakhir Korea Utara dilakukan pada 30 Mei.
Korea Utara pekan ini mengkritik pengerahan kapal induk AS untuk latihan bersama dengan Korea Selatan dan Jepang, dan memperingatkan akan adanya “demonstrasi pencegahan baru yang luar biasa”.
Peluncuran rudal tersebut dilakukan sehari setelah peringatan 74 tahun dimulainya Perang Korea.
Baca juga:
- Kanada Desak Warganya Tinggalkan Lebanon Antisipasi Perang Hizbullah-Israel
- Kenya Dilanda Kerusuhan, Pesawat Rombongan Polisinya Tiba di Haiti Tangani Geng Kriminal
- AS Sanksi Jaringan Perbankan terkait Aliran Miliaran Dolar untuk Militer Iran
- Saudara Tiri Barack Obama Terkena Gas Air Mata Saat Demo UU Pajak di Kenya
Pekan lalu, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin mengadakan pertemuan puncak dan menandatangani pakta pertahanan bersama.
Seoul, Washington dan Tokyo mengkritik peningkatan kerja sama militer kedua negara, dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyebut perjanjian itu "anakronistis".
Media pemerintah Korea Utara, KCNA, mengatakan unjuk rasa massal di Pyongyang diadakan untuk memperingati peringatan perang tersebut, dan menyebutnya sebagai hari “perjuangan melawan imperialisme AS” dan menyebut Amerika Serikat sebagai musuh bebuyutan.