Periksa Edhy Prabowo Terkait Suap Benur, KPK Dalami Soal Bank Garansi

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Edhy Prabowo. Dalam pemeriksaan ini, Edhy dicecar soal perintahnya membuat Bank Garansi bagi para eksportir benur yang dapat izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Tersangka EP (Edhy Prabowo) dikonfirmasi terkait dengan perintah dan kebijakannya untuk membuat Bank Garansi bagi para eksportir yang dapat izin ekspor benih bening lobster di KKP pada 2020," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 17 Maret.

Adapun pada Senin, 15 Maret kemarin, KPK melakukan penyitaan terhadap uang senilai Rp52,3 miliar yang diduga sebagai Bank Garansi. 

Komisi antirasuah menduga, saat itu Edhy Prabowo selaku mantan Menteri Kelautan dan Perikanan memerintahkan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar untuk membuat surat perintah tertulis.

KPK menyebut, surat ini berkaitan dengan penarikan jaminan bank dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). Selanjutnya, Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut.

Hanya saja, belakangan diketahui, aturan penyerahan jaminan bank tersebut sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih lobster tersebut ternyata tidak pernah ada. 

Kembali ke pemeriksaan yang dilakukan penyidik, pada hari yang sama, Selasa 16 Maret, KPK juga memeriksa Ainul Faqih yang merupakan staf istri Edhy Prabowo, Iis Rosyita Dewi. Penyidik, kata Ali, mencecar Ainul untuk mendalami perihal aliran duit suap ke berbagai pihak.

"Sementara tersangka SAF (Safitri) dan tersangka APM (Andreau Pribadi Misanta) oleh Tim Penyidik KPK dilakukan konfrontir terkait dengan aliran sejumlah dana yang diterima tersangka EP (Edhy Prabowo)," ungkap Ali.

Adapun dalam kasus suap ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Dari uang ini, selanjutnya Edhy, menerima uang Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluannya dan istrinya yaitu Iis Rosyita Dewi, dan dua stafnya yaitu Safri dan Andreau Misanta Pribadi.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Selanjutnya, uang ini dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.