Ormas Keagamaan Diizinkan Kelola Tambang, Mereka Dijerumuskan Pemerintah ke Industri Kotor
JAKARTA – Keputusan pemerintah yang membolehkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk memiliki izin pengelolaan tambang seperti menjerumuskan mereka ke dalam lingkaran industri kotor yang merusak lingkungan.
Aturan tersebut diteken Presiden Joko Widodo dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, ormas keagamaan mendapatkan privilege atau keistimewaan dari Presiden Jokowi untuk mengelola usaha pertambangan batu bara.
“Ormas keagamaan mendapatkan privilege atau mendapatkan keistimewaan oleh Bapak Presiden bahwa ormas keislaman boleh punya tambang,” ucapnya saat memberikan pidato berjudul "Sosialisasi Keuangan Inklusif Bagi Santri dan Masyarakat Sekitar Pesantren" dalam agenda Milad Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) Ke-46 di Pondok Pesantren Mama Bakry, Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/6/2024).
Berdasarkan aturan tersebut, pemerintah memungkinkan badan usaha milik ormas keagamaan mendapat penawaran prioritas mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUK) yang selama ini diprioritaskan untuk badan usaha negara.
Direspons Positif Ormas
Seiring dengan dikeluarkannya PP tersebut, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan akan segera menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) pengelolaan batu bara untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), guna mengoptimalkan peran organisasi keagamaan.
"Atas arahan dan pertimbangan dari beberapa menteri, bahkan telah disetujui oleh Bapak Presiden Jokowi, kita akan memberikan konsesi batu bara yang cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka mengoptimalkan organisasi," ujar Bahlil, mengutip Antara.
Isu terkait konsesi pertambangan mineral dan batu bara kepada generasi muda NU memang pernah disinggung Jokowi pada 2021. Alasannya, supaya dapat menggerakkan gerbong-gerbong ekonomi kecil.
Hal tersebut diutarakan Jokowi saat memberi sambutan dalam pembukaan Muktamar NU ke-34 di Lampung pada 22 Desember 2021.
"Saya menawarkan kepada yang muda-muda ini dibuatkan sebuah wadah, bisa PT atau kelompok usaha. Dan pemerintah, saya menyiapkan, kalau siap, saya menyiapkan konsesi, baik itu yang namanya konsesi, terserah ingin digunakan untuk lahan pertanian, silakan," ucap Jokowi kala itu.
"Saya juga menyiapkan konsesi minerba, yang ingin bergerak di usaha-usaha nikel misalnya, usaha-usaha batu bara, usaha-usaha bauksit, usaha-usaha tembaga, silakan," tambahnya.
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan pemberian izin tambang untuk ormas merupakan langkah berani dari Presiden Jokowi dalam memperluas pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) bagi kemaslahatan rakyat.
Mewakili PBNU, Gus Yahya menyampaikan terima kasih kepada Presiden Jokowi atas langkah perluasan pemberian izin tambang ke ormas. Bagi NU, ini adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan mulia dari kebijakan afirmasi itu.
“Nahdlatul Ulama telah siap dengan sumber daya-sumber daya manusia yang mumpuni, perangkat organisasional yang lengkap dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut,” tegasnya.
Respons positif juga dituturkan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom. Ia mengatakan pemberian IUP kepada ormas keagamaan merupakan bentuk komitmen Jokowi melibatkan elemen masyarakat dalam mengelola kekayaan alam negeri.
Selain itu, Gomar juga menyebut ini menunjukkan penghargaan presiden kepada ormas keagamaan yang sejak awal turut berkontribusi membangun negeri.
Dampak Terhadap Lingkungan
Tapi di sisi lain, mengapa banyak pihak menolak keputusan Presiden Jokowi ini? LSM lingkungan internasional yang menangani krisis iklim, 350.org Indonesia, berharap PBNU berani menolak tawaran pemerintah untuk mengelola tambang batu bara.
Keterlibatan NU, sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, menurut 350.org akan berdampak buruk tidak hanya untuk NU, tetapi juga bagi masyarakat umum.
Fidaus Cahyadi, selaku Indonesia Team Lead Interim 350.org Indonesia mengatakan, pemerintah seperti hendak menjerumuskan NU masuk dalam lingkaran industri kotor yang merusak lingkungan hidup.
“Pembakaran batu bara berdampak pada meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab krisis iklim,” jelas Fidaus, dalam keterangan yang diterima VOI.
“Krisis iklim ini telah menyebabkan berbagai bencana di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia,” imbuhnya.
Bukan hanya itu, lanjut Firdaus Cahyadi, tambang batu bara juga menyebabkan persoalan lingkungan hidup dan sosial bagi masyarakat sekitar.
“Tambang batu bara memiliki karakteristik yang merusak karena membuka lahan dan mengubah bentang alam secara luas,” jelasnya.
“Karakteristik yang merusak itu tentu saja akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti penurunan kesuburan tanah, kualitas air, kualitas udara, terjadinya ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan pencemaran lingkungan lainnya di sekitar area tambang.”
Para aktivis lingkungan terus mengampanyekan untuk penghentian penggunaan energi fosil dalam beberapa tahun terakhir. Energi fosil dinilai memiliki dampak negatif karena menghasilkan polusi udara yang merugikan manusia serta ekosistem.
Gagasan agar meninggalkan penggunaan energi fosil, termasuk batu bara, juga digaungkan di sejumlah negara untuk beralih ke energi terbarukan. Firdaus mempertanyakan peraturan teranyar ini karena menurutnya malah menjerumuskan ormas keagamaan mengelola industri yang tidak memiliki masa depan.
Baca juga:
- Tapera Kebijakan Nirguna: Kewajiban Menyediakan Hunian Warga adalah Tanggung Jawab Pemerintah, Bukan Rakyat
- Berkaca pada Pengalaman Ikang Fawzi di BPJS Kesehatan, Bagaimana Seharusnya Pelayanan Publik Hadapi Hari Libur?
- Refleksi Insiden MRT Jakarta: Transportasi Publik Tak Hanya Perlu Canggih, tapi Juga Dijamin Aman
- Putusan MA Soal Batas Usia di Pilkada Serentak 2024 Tanda Keagresifan Presiden Joko Widodo Bangun Kekuasaan
“Jika alasannya kesejahteraan rakyat, mengapa pemerintah tidak memberikan kesempatan bagi NU dan ormas keagamaan lainnya untuk mengembangkan energi terbarukan berbasis komunitas seperti pembangkit listrik tenaga surya, mikro hidro dan sebagainya?” tanya Firdaus.
Padahal berdasarkan penelitian Celios dan 350.org yang bertajuk Dampak Ekonomi dan Peluang Pembiayaan Energi Terbarukan Berbasis Komunitas menunjukkan, energi terbarukan tidak hanya membantu mengurangi dampak negatif penggunaan energi fosil tapi juga mampu menciptakan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp10.529 triliun selama 25 tahun.
“Penelitian itu juga mengungkapkan bahwa energi terbarukan berbasis komunitas juga mampu menurunkan angka kemiskinan hingga lebih dari 16 juta orang,” ujarnya.
“Bukan hanya itu, dari sisi ketenagakerjaan, energi terbarukan berbasis komunitas juga membuka peluang kerja sebesar 96 juta orang,” Firdaus menambahkan.