Bagikan:

JAKARTA – BPJS Kesehatan kembali menjadi sorotan, setelah pelayanannya dikomplain musisi senior Ikang Fawzi. BPJS Watch pun melayangkan kritik atas pelayanan BPJS.

Sebelumnya, viral di media sosial mengenai keluhan Ikang Fawzi melalui akun Instagramnya.

Dalam video tersebut, dijelaskan ia harus antre selama kurang lebih enak jam saat mendaftarkan ulang kepesertaan BPJS Kesehatan di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan di Kawasan BSD, Tangerang Selatan.

Ia datang ke kantor cabang BPJS Kesehatan karena ingin mengubah status pembayaran yang semula dibayarkan kantor menjadi dibayarkan secara mandiri.

Ia datang ditemani putrinya dan mengaku rela bersabar mengantre sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB.

"Hai, hari ini dari pagi gua antre di BPJS Kesehatan di Tangsel, di BSD Tangsel. Antre dari jam 9-an dan baru dapat (pelayanan) jam 3-an (sore)," ujar Ikang Fawzi.

Ikang Fawzi tak menyangka unggahannya menjadi viral. Ia bahkan mengaku kepala cabang kantor BPJS datang ke rumahnya untuk meminta maaf atas kejadian tersebut.

Direktur Utama PBJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan permohonan maaf atas kejadian kurang mengenakkan yang menimpa Ikang Fawzi. Ia mengatakan kejadian yang dialami Ikang pada Senin (13/5/2024) terjadi ketika ada perbaikan sistem secara nasional. Selain itu ditambah pada akhir pekan sebelumnya terdapat libur panjang Kenaikan Yesus Kristus pada 9-12 Mei. 

"Sudah empat hari itu kita sedang memperbaiki sistem secara nasional sejak libur, bukan waktu kerja itu, tapi karena itu substansial jadi memakan waktu agak lama perbaikan itu, jadi empat hari, lima hari baru selesai," kata Ali di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.

Ia juga meminta masyarakat tidak mengeneralisir kejadian tersebut, karena apa yang dialami suami Marissa Haque itu bersifat situasional dan kasuistik.

Memperbaiki Sistem IT

Apa yang menimpa Ikang Fawzi membuat BPJS Watch melontarkan sejumlah kritik terhadap pelayanan BPJS. Koordinator Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan seharusnya pelayanan BPJS secara daring tidak terganggu mengingat kegentingan masyarakat yang bisa muncul kapan saja.

“Pelayanan publik itu enggak melihat masa libur bersama. Publik harus diberikan pelayanan yang berkelanjutan," kata Timboel, mengutip Tempo.

Selain itu, Timboel juga menyarankan supaya BPJS meminta anggaran tambahan kepada Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan untuk perbaikan sistem layanan operasional daring. "BPJS harus dikelola dengan sistem IT yang sangat besar dan sangat baik," ujarnya.

Timboel juga mengatakan BPJS juga seharusnya memiliki cadangan data peserta secara luring sehingga pelayanan dapat tetap diakses saat sistem daring terkendala.

Ikang Fawzi dan putrinya, Chiki. (Antara/HO)

Curhat Ikang Fawzi ditanggapi beragam oleh warganet. Tak sedikit yang menganggap penyanyi Catatan Si Boy ini ingin mendapat perlakuan istimewa karena statusnya sebagai public figure, namun hal ini dibantah Ikang. Tak hanya itu, masyarakat juga menyarankan seharusnya Ikang Fawzi menggunakan layanan online untuk melakukan pendaftaran ulang sehingga tak perlu mengantre di kantor BPJS.

Namun, banyak punya yang mengaku mengalami hal serupa dengan pria 64 tahun tersebut.

“Hahaha, ya beginilah pengalaman yang sebenar2nya kalau mengurus BPJS. Kebetulan saja yang testimoni selebriti, jadi lgs dapat perhatian baik dari pers maupun petinggi BPJS Kesehatan. Entah sampai kapan pelayanan seperti ini dipertahankan,” tulis @OniDewono di akun Twitternya.

Penyetaraan Layanan Harus Sejak Dulu

Keluhan Ikang Fawzi terhadap BPJS mengingatkan publik soal kebijakan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), menggantikan sistem kelas yang selama ini berlaku.

Sistem KRIS sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Hal ini diberlakukan untuk meningkatkan layanan mutu kesehatan, karena layanan berdasarkan kelas di rumah sakit bisa berbeda-beda. Sistem KRIS ini juga akan mulai efektif pada 30 Juni 2025.

Tapi peraturan baru ini memicu polemik di kalangan masyarakat. Apalagi hingga sekarang belum diketahui secara pasti bagaimana perihal iuran yang selama ini berjalan, yaitu terbagi menjadi tiga kelas yaitu kelas 1, 2, dan 3. Padahal penerapan sistem KRIS dimaksudnya untuk memberikan pelayanan yang adil kepada seluruh peserta BPJS.

Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan sementara ini iuran dan pembagian kelas masih berlaku sesuai perpres sebelumnya tentang jaminan kesehatan. Artinya, iuran masih tetap sama seperti yang berlaku saat ini.

Namun di sisi lain Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan iuran BPJS Kesehatan ke depan akan menjadi satu tarif usai pemberlakuan KRIS dan dilakukan secara bertahap.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti saat menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 59 Tahun 2024 di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (27/5/2024). (ANTARA/Yashinta Difa/aa)

"Sekarang kita lagi pertimbangkan batas iurannya pakai kelas yang mana. Sebenarnya sebentar lagi sudah final, kok, dan itu yang dibicarakan juga dengan BPJS, dibicarakan juga dengan asosiasi rumah sakit," ucap Rizzky.

Selama ini, peserta BPJS Kesehatan masih dibagi ke dalam tiga kelas dengan pelayanan rawat inap berbeda sesuai jumlah iuran mereka. 

Besaran iuran bulanan kelas 1 sejumlah Rp150 ribu; kelas 2 Rp100 ribu; dan kelas 3 Rp42 ribu. Khusus yang terakhir, ada subsidi dari pemerintah sebesar Rp7 ribu, sehingga peserta kelas 3 hanya membayar Rp35 ribu.

Penerapan KRIS yang terburu-buru tanpa memperbaiki sistem sekarang dinilai cukup berisiko, menurut ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda.

Bahkan ia menilai, seharusnya sudah sejak dulu BPJS Kesehatan memberlakukan penyetaraan layanan kepada semua pesertanya.

“Penyetaraan layanan ini seharusnya bukan karena KRIS, tapi kewajiban dari dahulu. Ada atau tidaknya KRIS, layanan kesehatan untuk BPJS kelas mana pun wajib mendapatkan pelayanan optimal,” ujar Huda.

Ia juga mengingatkan agar penerapan KRIS jangan sampai membebani masyarakat yang ingin rawat inap di rumah sakit. “Kedua, yang kita awasi adalah kenaikan iuran yang harus menyesuaikan dengan tingkat availability to pay masyarakat serta tingkat pendapatan. Saat ini dengan biaya kurang lebih Rp1 ribu per hari nampaknya sudah sangat sesuai. Saya harap tidak ada biaya tambahan,” tandasnya.