JAKARTA – Gambar dengan tulisan “All Eyes on Rafah” buatan AI viral di media sosial. Namun postingan ini juga menjadi perhatian, karena penggunaan AI dianggap tidak menggambarkan situasi Rafah yang sebenarnya.
Warganet nyaris di seluruh dunia ramai-ramai mengunggah gambar tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap Palestina yang terus dibombardir tentara Israel.
Rafah sendiri merupakan salah satu kota padat penduduk di Palestina, terletak di bagian paling selatan dari wilayah Gaza. Dengan luas 64 km persegi, wilayah Rafah dihuni sekitar 275.000 orang sebelum perang berlangsung. Namun kondisi di Rafah kini memilukan, setelah tantara Israel melancarkan serangan, yang menyebabkan wilayah tersebut kini dipadati para pengungsi.
Setidaknya 45 warga Palestina meninggal dunia dan 200 orang mengalami luka-luka seusai serangan udara Israel pada Minggu (26/5/2024). Israel mengklaim serangan tersebut menargetkan kompleks Hamas. Juru bicara Israel Defense Forces (IDF) Daniel Hagari beralasan pihaknya tak menduga bahwa serangan itu akan mengenai kamp pengungsian warga sipil. Ia menyebut serangan itu adalah ketidaksengajaan.
Here’s a real image to use to call awareness for ALL EYES ON RAFAH and the ongoing genocide happening in Gaza and across Palestine pic.twitter.com/XZ0ZloFAGt
— 𝓵𝓫🍉 (@indiespicee) May 28, 2024
Lalu pada Selasa (28/5) pasukan Zionis kembali menyerang kamp pengungsian di barat Rafah yang mengakibatkan 21 warga Palestina meninggal.
Yang membuat publik geram, rentetan serangan tersebut terjadi hanya selang beberapa hari setelah Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) memerintahkan Israel menghentikan operasi militer di Rafah.
Mengutip Al Jazeera, Israel telah membunuh setidaknya 36.171 orang di Gaza sejak serangan 7 Oktober, menurut Menteri Kesehatan di Gaza.
Diunggah Deretan Artis Papan Atas
“All Eyes on Rafah” adalah sebuah gambar yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dengan slogan yang meminta perhatian terhadap situasi di Rafah, kota paling selatan di Jalur Gaza dekat perbatasan dengan Mesir.
Secara harfiah, “All Eyes on Rafah” artinya adalah “Semua mata tertuju pada Rafah”. Ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan situasi ketika semua perhatian dan fokus tertuju pada Rafah.
Ungkapan “All Eyes on Rafah” pun menggema di seluruh penjuru dunia. Hingga Kamis (30/5) tercatat sudah lebih dari 47 juta pengguna Instagram yang membagikan gambar “All Eyes on Rafah” melalui fitur Instagram story.
Unggahan ini, digunakan oleh berbagai kalangan, mulai dari rakyat biasa, influencer, politisi, hingga artis-artis dalam dan luar negeri. Sederet selebritas dunia yang ikut membagikan unggahan “All Eyes on Rafah” adalah Dua Lipa, Bella Hadid, Mark Ruffalo, dan Ariana Grande.
Grup band asal Amerika Serikat, Paramore, juga menyuarakan dukungan untuk Palestina melalui Instagram story mereka. Band yang digawangi Hayley Williams ini meminta para penggemar ikut berdonasi untuk bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza melalui organisasi kemanusiaan internasional seperti Save the Children dan Doctors Without Borders.
Namun, Paramore juga menegaskan bahwa dukungan mereka kepada Palestina bukan berarti mereka anti-Yahudi.
"Kami tidak percaya bahwa dukungan terhadap teman dan keluarga Palestina sama dengan anti-Semitisme. Kami mencintai teman-teman dan keluarga Yahudi kami dan berdoa agar mereka yang masih disandera segera dilepaskan," bunyi unggahan Paramore di fitur Instagram story.
"Meskipun demikian, kami tidak dapat mendukung ide genosida. Kami mendukung mereka yang menyerukan gencatan senjata dengan segera dan permanen," lanjut pernyataan band tersebut.
Seperti Pisau Bermata Dua
Penggunaan AI dalam unggahan “All Eyes on Rafah” menjadi polemik. Di satu sisi, postingan ini dinilai mampu menjangkau puluhan juta pengguna media sosial untuk menyuarakan keresahan mereka, namun di sisi lain, menggunakan gambar buatan AI justru melukai kerja keras para wartawan di Palestina. Gambar tersebut juga dinilai tidak benar-benar menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi di Rafah.
Gambar dengan tulisan “All Eyes on Rafah” begitu viral dalam beberapa hari ke belakang, melebihi penyebaran foto-foto yang menggambarkan situasi terkini di Rafah atau Gaza.
Menurut sejumlah pakar, ada beberapa kemungkinan postingan “All Eyes on Rafah” cepat menyebar dan tidak mendapatkan shadow banned seperti pada unggahan lainnya.
Alasan pertama, ini terjadi karena gambar tersebut dibagikan dengan menggunakan fitur “Add Yours” di Instagram, yang memungkinkan para pengguna untuk me-repost dalam hitungan detik tanpa harus mencari gambar lainnya.
Kedua, karena gambar tersebut dihasilkan oleh AI, maka gambar tersebut sepertinya lolos dari sensor apa pun berdasarkan kata kunci, sehingga membantu penyebarannya secara masif.
“Templat yang dihasilkan AI sepertinya telah lolos deteksi kata kunci atau sensor berbasis teks,” kata Ammera Kawash, seorang seniman dan peneliti Palestina-Irak-Amerika yang tinggi di Inggris.
Ini juga dianggap sebagai cara mudah bagi selebritas dan influencer untuk membicarakan perang yang belum pernah mereka bicarakan sebelumnya. Tapi beberapa ahli juga mengungkapkan alasan lain. Gambar AI juga mungkin lebih cocok bagi sebagian pemirsa dibandingkan foto asli Gaza, yang terlihat begitu gamblang menampilkan darah, mayat, dan kekerasan.
“Saya percaya viralnya gambar ini sebagian besar karena kontras dengan gambaran visual perang yang biasa ditampilkan,” Eddy Borges -Rey, profesor di Universitas Northwestern di Qatar, mengutip Al Jazeera.
BACA JUGA:
Borges-Rey menuturkan penggunaan gambar hasil AI ini membuat algoritma pada platform seperti Meta (Facebook dan Instagram), yang dirancang untuk memfilter kekerasan grafis, tidak mendeteksi gambar ini.
“Tidak seperti gambar perang yang sebenarnya, yang mungkin dibatasi atau dihapus karena kebijakan konten, gambar yang dihasilkan AI dapat menyebar lebih bebas, sehingga berkontribusi terhadap viralitasnya yang cepat,” imbuh Borges-Rey.
Meremehkan Kesaksian Warga Palestina
Meski sebagian besar pengguna media sosial puas dengan viralnya gambar tersebut, sebagian lainnya ternyata merasa khawatir dengan gambar buatan AI. Mereka yang mengkritik postingan tersebut menganggap membagikan ulang gambar itu justru mengalihkan perhatian dari gambaran nyata dan pemberian penting di Rafah.
Karena kenyataannya, Rafah sama sekali tidak seperti yang digambarkan pada unggahan viral tersebut, di mana berjejer ratusan tenda-tenda pengungsian yang tampak rapi.
Alih-alih melihat deretan tenda yang rapi, mereka yang berada di Rafah sekarang ini hanya bisa memandang langit gelap akibat asap yang berasal dari bom Israel. Banyak tenda yang terbakar setelah dibom dengan penghuninya masih di dalam, serta puing-puing berserakan di antara tenda tersebut.
Rafah juga sekarang jauh lebih padat dari sebelumnya, dengan sekitar 1,5 juta penduduk mencari perlindungan dari bom Israel pada Februari lalu.
“Gambar tersebut meremehkan kesaksian dan pengalaman hidup warga Palestina. Gambar yang dihasilkan AI ini menimbulkan kontroversi karena masyarakat Palestina selama beberapa dekade telah meminta dunia untuk melihat dan percaya mereka.” ucap Kawash.
“Dengan banyaknya jurnalis Palestina di Gaza yang mempertahuhkan nyawa mereka untuk mendokumentasikan kenyataan yang ada di lapangan, gambar yang dihasilkan AI bisa tampak seperti bentuk lain dari penghapusan digital.”
Pada akhrinya, viranya gambar “All Eyes on Rafah” ini menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi AI dapat membantu menyebarkan narasi Palestina, dengan menghindari beberapa upaya sensor, dan di satu sisi seperti menjadi pembatas.
“Saya akan mendorong pengguna dan konsumen gambar yang dihasilkan AI untuk mempertimbangkan bagaimana gambar yang dihasilkan AI ini ‘mempercantik’ dan ‘menormalisasi’ adegan kekerasan yang mengerikan terhadap warga Palestina,” Kawash menyudahi.