Jokowi Akhirnya Muncul Jawab Penolakan Vaksin Nusantara Terawan
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat bicara perihal pengembangan vaksin COVID-19 di Indonesia, khususnya Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara. Dia meminta semua pihak mendukung dua vaksin gagasan anak bangsa. Jokowi juga mengingatkan semua pengembangan vaksin harus melalui kaidah saintifik dan keilmuan.
Melalui keterangan video yang diunggah di akun YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi mengajak semua pihak untuk mendukung pengembangan vaksin COVID-19 dari dalam negeri yaitu Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara. Sebab, inovasi merupakan kunci kemajuan sebuah negara termasuk Indonesia.
"Saat ini vaksin yang dikembangkan di Tanah Air adalah Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara yang harus terus kita dukung," kata Jokowi dalam keterangan videonya, Jumat, 12 Maret.
Penelitian dan inovasi di bidang vaksin maupun obat-obatan di Tanah Air, sambungnya, menjadi hal yang penting. Alasannya, pengembangan dua hal ini membantu pemerintah untuk mempercepat akses ketersediaan vaksin COVID-19 bagi masyarakat.
Hanya saja, dia meminta pengembangan vaksin ini harus sesuai dengan kaidah saintifik dan keilmuan. Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara ini, kata Jokowi juga harus menjalankan uji klinis yang sesuai prosedur berlaku, terbuka, transparan, dan melibatkan banyak ahli.
Nantinya, jika seluruh tahapan ini rampung dilakukan, pemerintah akan mempercepat produksi dosis vaksin. Tujuannya, untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
"Persyaratan dan tatapan ini penting dilakukan untuk membuktikan bahwa proses pembuatan vaksin sangat mengedepankan unsur kehati-hatian dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sehingga, vaksin yang dihasilkan aman dan efektif penggunaannya," tegasnya.
Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara adalah dua hal yang sedang dicoba untuk dikembangkan di dalam negeri. Vaksin Merah Putih merupakan kelompok kandidat vaksin yang dikembangkan oleh konsorsium riset di bawah naungan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN).
Ada tujuh lembaga yang ikut mengembangkan vaksin jenis ini dan di antaranya adalah Lembaga Biologi Molekuler Eikjman dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Sementara Vaksin Nusantara merupakan vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dengan para ilmuwan dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, dengan menggandeng PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bekerja sama AIVITA Biomedical Inc asal California, Amerika Serikat. Vaksin ini berbasis sel dendritik dan pengembangannya digagas pada akhir 2020.
Hanya saja, belakangan ini, Vaksin Nusantara tengah berpolemik. Hal ini terjadi lantaran Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito membeberkan beberapa hal dalam penelitian Vaksin Nusantara, termasuk penelitian vaksin yang tidak sesuai kaidah medis.
Salah satu penyebab munculnya pernyataan ini, karena adanya perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik. "Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Penny dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu, 10 Maret.
Padahal, kata dia, setiap tim peneliti harus memiliki komite etik di tempat pelaksanaan penelitian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keselamatan subyek penelitian. Terkait pernyataan ini, bekas Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pun menjawabnya.
Dia menjawab memastikan vaksin yang tengah dikembangkannya bersama RSUP dr Kariadi Semarang Universitas Diponegoro aman digunakan. "Vaksin COVID-19 berbasis dendritik sel, yang tentunya karena sifatnya autologus, sifatnya individual, tentunya adalah sangat sangat aman," tegas Terawan.
Vaksin Terawan dianak-tirikan?
Polemik soal Vaksin Nusantara ini juga disebabkan karena Komisi IX DPR RI mencecar pemerintah dan menganggap Kementerian Kesehatan, BPOM dan Kemenristek/BRIN memberi perlakuan berbeda terhadap dua jenis vaksin yang tengah dikembangkan dalam negeri.
Kedua vaksin tersebut adalah vaksin Merah Putih yang dikembangkan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan vaksin Nusantara yang dikembangkan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Golkar, Dewi Asmara mempertanyakan pemerintah yang terkesan lamban dalam merespons kebutuhan pengembangan vaksin Nusantara. Padahal, Dewi menyebut vaksin Nusantara masuk dalam daftar pengembangan vaksin internasional yang ditetapkan WHO.
Dalam hal ini, pemerintah juga telah menganggarkan Rp29 miliar untuk pengembangan vaksin Nusantara di bawah naungan Balitbangkes Kemenkes. Dewi heran mengapa pemerintah terlalu fokus menghadirkan vaksin buatan luar negeri.
Padahal, vaksin impor memiliki sistem distribusi yang cukup rumit. "Kalau untuk sekarang, kita setuju yang luar negeri (datangnya) cepat. Tetapi, kita juga harus mempercepat vaksin Merah Putih dan Nusantara ini. Ini ada apa?" cecar Dewi.
"Pergantian Menteri (Kesehatan) bukan berarti kemudian yang lalu jadi yang lalu, yang sekarang yang sekarang. Tidak begitu kerja negara kita. Pimpinan Komisi IX juga berganti. Tidak berarti program yang lalu kemudian tidak berjalan," lanjutnya.
Menjawab hal ini, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono menuturkan persetujuan izin pelaksanaan uji klinik fase II vaksin Nusantara bisa dilakukan jika BPOM telah mengevaluasi uji klinik fase I.
"Apakah riset ini bisa diteruska pada fase dua, tentu bisa diteruskan apabila evaluasi uji fase satu sudah disetujui oleh BPOM. Sehingga, kita dapat melakukan standing point untuk pembiayaan secara legal dan kredibilitas yang independen. Kami akan terus mengawal dan mendukung ini secara legal dan baik," ungkapnya.
Sementara melalui keterangan tertulis, Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena balik mempertanyakan dukungan Kemenkes juga BPOM atas pengembangan vaksin nusantara.
"Rapat yang berlangsung selama 11 jam ini menyisakan banyak pertanyaan bagi pimpinan dan anggota komisi lX yang hadir secara fisik dan virtual dalam rapat kali ini. Sejak awal rapat sampai selesai rapat dalam bentuk kesimpulan khusus Wamenkes dan Kepala BPOM terkesan kuat tidak memiliki politicall will mendukung vaksin nusantara," kata Melki Laka Lena, Kamis, 11 Maret.
Politikus Golkar ini menyinggung sikap dan arahan presiden Jokowi untuk mecintai produk dalam negeri. Dalam kasus vaksin nusantara Melki Laka Lena menganggap keinginan Jokowi tidak tercermin dalam respons Wamenkes dan Kepala BPOM.
"Menkes yang izin tidak mengikuti raker kepada komisi lX karena mengikuti acara presiden Jokowi di Jogja dan Jateng, info pimpinan dan anggota komisi lX ternyata Menkes saat yang sama di Jakarta mengikuti acara lain dan tidak hadir dalam rapat dengan komisi lX justru makin menambah pertanyaan," sambung dia.
Lebih lanjut, Melki Laka Lena memastikan Komisi lX terus mengawasi proses lanjutan sekaligus mendorong BPOM mendampingi langsung peneliti Undip dan RS Kariadi. Kehadiran BPOM RI mendampingi langsung di lapangan bisa mempercepat sekaligus mencegah birokratisasi proses untuk membantu percepat persetujuan uji klinis tahap kedua.