Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta turun tangan terkait polemik Vaksin Nusantara. Desakan ini muncul sikap berebeda antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan peneliti vaksin COVID-19 yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Desakan ini muncul dari Ketua DPP Bidang Kesehatan Partai NasDem Okky Asokawati, yang menyesalkan polemik Vaksin Nusantara di internal pemerintah. Dirinya meminta Presiden Jokowi turun tangan untuk menyelesaikan polemik ini dengan memanggil pihak-pihak terkait.

"Saya kira Presiden dapat memanggil pihak-pihak yang berpolemik untuk segera menghentikan polemik ini dan mendudukkan perkara ini secara jelas, terang dan transparan. Berbagai spekulasi yang muncul di publik juga agar segera berhenti," kata Okky dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Minggu, 18 April.

Dia berpendapat, tak seharusnya tim peneliti dan BPOM saling silang pendapat di muka publik. Apalagi, di tengah usaha pemerintah untuk keluar dari krisis kesehatan akibat pandemi COVID-19.

Okky juga berharap, semua pihak dapat menahan diri untuk tak memberikan pernyataan yang membuat bingung masyarakat. Bahkan, menurutnya, situasi lebih pelik saat sejumlah tokoh melakukan aksi dukungan kepada Vaksin Nusantara dan dukungan terhadap BPOM.

"Padahal ini urusan kesehatan, namun masuk pada aksi dukung-mendukung. Ini sangat naif," ujar dia.

"Mari kita tempatkan ranah kesehatan pada porsi yang tepat, bukan justru membangun narasi yang tensinya justru pada urusan politis berupa mobilisasi dukungan," tambahnya.

Desakan yang sama juga sudah pernah disampaikan oleh epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Kata dia, pemerintah harusnya segera mengambil sikap terkait polemik Vaksin Nusantara yang dianggap tak berpedoman pada kaidah ilmiah.

"Saya mengimbau pemerintah tidak boleh membiarkan hal seperti ini walaupun yang ada di belakangnya (Vaksin Nusantara, red) adalah mantan pejabat publik. Karena kalau salah secara metode ilmiah harus diluruskan," kata Dicky.

Dirinya juga menilai, Vaksin Nusantara kini justru terkesan ditarik ke arah politik dan birokrasi. Mengingat pengujiannya justru didukung sejumlah tokoh politik seperti mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari, Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie, hingga anggota DPR RI termasuk anggota Komisi IX DPR RI.

"Jadi kalau bicara sekarang, pengujiannya di indonesia menurut saya lebih didorong ke arah politik. ... Arahnya, ke arah dukungan birokrasi dan politik saja," tegasnya.

Jokowi pernah ingatkan pengembangan vaksin harus sesuai kaidah ilmiah

Pada Maret lalu, Presiden Jokowi sebenarnya pernah angkat bicara soal pengembangan vaksin COVID-19 di Tanah Air, yaitu Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih. Jokowi saat itu meminta semua pihak mendukung pengembangan vaksin tersebut.

Hanya saja, dirinya juga mengingatkan, semua pengembangan vaksin COVID-19 di dalam negeri juga harus mengikuti kaidah saintifik dan keilmuan. Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih, kata Jokowi, harus menjalankan uji klinis yang sesuai prosedur berlaku, terbuka, transparan, dan melibatkan banyak ahli.

"Persyaratan dan tatapan ini penting dilakukan untuk membuktikan bahwa proses pembuatan vaksin sangat mengedepankan unsur kehati-hatian dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sehingga, vaksin yang dihasilkan aman dan efektif penggunaannya," kata Jokowi dalam keterangan videonya yang diunggah di akun YouTube Sekretariat Presiden.

Nantinya, jika seluruh tahapan ini rampung dilakukan, pemerintah akan mempercepat produksi dosis vaksin. Tujuannya, untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Sebelumnya, polemik vaksin Nusantara diawali dengan hasil evaluasi BPOM yang menganggap uji klinik fase 1 vaksin besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto belum memenuhi kaidah. Hal itu yang menyebabkan belum adanya lampu hijau peneliti untuk meneruskan uji klinik fase kedua.

Namun, pada Rabu, 14 April lalu, sejumlah tokoh politik dan pejabat, termasuk Anggota DPR RI beramai-ramai menjadi relawan uji klinis tahap II. Dalam tahap ini, relawan vaksin akan diambil sampel darahnya dan diolah selama 7 hari ke depan.

Menanggapi hal ini, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menyatakan lepas tangan jika vaksin Nusantara kukuh ingin melanjutkan tahapan. Sebab, pihaknya belum mengeluarkan izin fase 2.

"Hasil penilaian BPOM terkait fase 1 dari uji klinik dari vaksin dendritik atau Nusantara ini adalah belum bisa dilanjutkan ke fase 2. Sudah clear kan itu. Apa yang sekarang terjadi, itu di luar Badan POM, dalam hal bukan kami untuk menilai itu," kata Penny dalam konferensi pers virtual, Jumat, 16 April.